Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDA Space Teens
Ujian terbesar seorang hamba..
Musa tersujud dan berdoa, merangkai fragmen-fragmen masa lalu ketika Tuhan memakainya luar biasa sebagai pemimpin Israel. Pikirannya menerawang ketika ia membawa bangsa tersebut melintasi Laut Teberau, padang gurun, bentangan bukit dan lembah savana. Menghadapi Firaun, berperang dengan bangsa-bangsa, bahkan pemberontakan oleh bangsanya sendiri. Semua telah dilaluinya. Namun kini semua tinggallah rangkaian cerita masa lalu. Dan kali ini adalah bagian terberatnya. Harus sampai disini. Tuhan meminta Musa untuk berhenti, berhenti melayani Nya sebagai hakim atas Israel.
Musa perlahan melayangkan pandangannya ke bentangan Yerikho, di seberang sungai Yordan. Itulah tanah perjanjian. Lelah perjalanan selama 40 tahun hanya untuk menggapai sebuah cita..tanah perjanjian. Namun Musa tidak boleh memasukinya. Ia hanya diperkenankan untuk memandang dari atas gunung Nebo. Kini ia harus mengakhiri semua dalam kesendirian, bukan diantara riuh sorak dan suara rebana bangsa Israel yang amat dikasihinya.
“Musa, Aku tahu ini berat..tapi bagian Mu adalah tanah perjanjian abadi bersama Ku,” seru Tuhan dibalik cakrawala Nya.
“Ya Tuhan..melihatnya pun serasa cukup bagiku..” jawab Musa sembari melangkah perlahan ke tepi gunung dengan bertopang pada tongkatnya. Tongkat yang menemaninya membuat banyak perkara ajaib sebagai bukti penyertaan Allah.
“Musa, Kau tidak memerlukan itu lagi, karena Aku yang akan jadi penopangmu sampai selamanya,” seru Tuhan
Musa hanya tersenyum, merenungkan kasih Nya yang tak berkesudahan. Sejak awal perjumpaannya dengan Tuhan, saat itu Musa bukanlah siapa-siapa. Ia hanya pelarian dari tanah Mesir, bahkan menumpang di tempat sang mertua. Namun Tuhan memakainya secara ajaib menjadi pemimpin umat pilihan Nya.
Musa menatap teduh di awan kemuliaan Nya. Hatinya bersyukur menganal Allah yang tidak pernah berubah, menemaninya hingga penghujung usianya. “Allah maha setia, terimakasih…” bisik Musa lirih. Ia merasakan tubuhnya amat letih dan matanya pun semakin berat..dan berat..
Sodaraku, banyak pengajaran perihal melayani yang terbaik dengan segenap kemampuan kita. Namun hal yang tidak kalah penting adalah sikap kita ketika harus melapas pelayanan itu. Mungkin suatu saat kita harus meninggalkan pelayanan di gereja, sekolah, komsel dll. Ingat selalu bahwa hal itu bukan berarti Tuhan tidak lagi mempercayai kita, atau istilah kasarnya urusan kita dengan Tuhan berakhir. Barangkali ini menjadi suatu ujian iman, apakah kita mau setia menjalin relasi yang intim dengan Dia.
Hidup bukan sekedar kita mendaki gunung hingga finally, sampai ke puncak. Namun hidup juga mencakup saat kita menuruni gunung. Nah pastikan Tuhan beserta kita, baik ketika kita mendaki ataupun saat menuruni gunung..
..Inilah yang kupunya, hati sbagai hamba..
Yang mau taat dan setia pada Mu Bapa..
Guys, hati sebagai hamba tidak hanya bicara soal kerelaan hati dalam melayani namun juga kerelaan hati dalam melepaskan pelayanan ketika sang tuan meminta..
Damai untuk kita
- Yoshua's blog
- Login to post comments
- 2045 reads
Kisahnya bikin gue tsentuh
Kisahnya bikin gue tsentuh bangat & gue yakin sesiapapun mbacanya pasti tersentuh hatinya.
Geadley
@ Geadley
Thanks Geadley..
Aku menulisnya ketika aku harus meninggalkan pelayananku, dan Tuhan mengajarkan banyak hal melalui kisah Musa ini.
Gbu