Prolognya adalah kisah seorang pengemis tua yang biasa mangkal di sudut traffic light jalan wolter monginsidi, di suatu kota antah berantah. Padatnya jalanan dan deru kendaraan bermotor seakan jadi makanan sehari-hari bagi nenek pengemis yang dengan setia mengadahkan tangannya. Jalan monginsidi boleh dibilang sentralnya kota, sehingga minggu pagi itu menjadi amat ramai, terlebih lagi jalan itu punya akses ke empat gereja besar.