Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDA Space Teens
BERPIKIR SEJENAK
Anak muda itu murung, terlihat jelas gurat di wajahnya bahwa dia sangat amat frustrasi. Bukan sekadar galau seperti tren dewasa ini. Tapi dia memikirkan sesuatu yang lebih dari itu.
Kerlap-kerlip lampu Natal tak menarik perhatiannya. Pun sebuah pohon Natal di tengah kota dengan hiasan yang gemerlapan tak dihiraukannya. Senandung merdu paduan suara gereja juga diabaikannya. Jelas sekali, dia frustrasi. Seperti ingin marah, namun tak bisa melampiaskannya. (Pernahkah Anda melihat seorang kolerik meluapkan amarah? Itu masih belum seberapa dibandingkan dengan ledakan emosi seorang melankolik yang sangat sentimentil.)
Pemuda itu menepi, ke sebuah bangku di dekat air mancur taman. Dia menengadah ke langit sambil memuntahkan perasaannya.
"Ah Tuhan, kenapa dunia ini semakin kacau saja. Bencana silih berganti, kelaparan masih saja terjadi. Ah, seandainya aku dapat menolong semua orang itu. Aku FRUSTRASI, Tuhan! Kenapa tak Kau-ciptakan 'superhero' seperti di televisi itu? Seandainya aku punya kekuatan super macam itu, tentu aku bisa sedikit lebih berarti."
Si pemuda itu terdiam sejenak. Bulir-bulir air mata bercucuran di wajahnya. Marah, jengkel, sedih, kecewa, bercampur menjadi satu.
"Ah, Tuhan, seandainya aku punya lebih banyak tangan. Aku ingin menolong mereka semua, tapi aku 'nggak' mampu. Sementara, orang-orang yang aku harapkan, sepertinya tak peduli dengan semua itu. Aku ingin membantu, tapi tanganku hanya ada dua, dan sepertinya aku tak bisa berbuat banyak."
Seorang gelandangan tua yang sedari tadi mendengar keluhan si pemuda bangun mendekatinya. Rupanya, gelandangan yang berbaring di alas kardus bekas tadi terbangun mendengar teriakan putus asa si pemuda.
"Nak, aku dengar keluhanmu tadi dan aku hargai niat baikmu. Tapi, coba pikirkan sejenak, Tuhan sudah memberi kita dua tangan dan itu lebih dari cukup. Dengan kedua tanganmu itu kau bisa membantu orang-orang di sekitarmu. Sebut saja membantu membawakan barang seorang nenek tua, menyeberangkan orang buta, dan berbagai kebaikan kecil lainnya."
Si pemuda merenungkan nasihat gelandangan itu, tapi dia merasa belum mendapat penjelasan yang memuaskan.
"Tapi bagaimana aku bisa bermakna di lingkup yang lebih luas, dan membantu lebih banyak orang pada saat bersamaan dengan hanya kedua tanganku ini?"
Pak tua menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dengar, Nak. Hidupmu masih panjang, janganlah kau terlalu banyak membebani pikiranmu. Aku akan mengajarimu cara melipatgandakan kekuatan kedua tanganmu. Lakukan saja perkataanku."
Si pemuda merasa heran, tapi dia melihat sorot mata tajam penuh wibawa dari pak tua. Dia bukan gelandangan biasa, mungkin pertapa atau bahkan malaikat-Nya, begitu pikir si pemuda.
"Angkat kedua tanganmu...ayo angkat, ya seperti itu. Sekarang, lipat keduanya seperti ini, ya begini. Lalu, ungkapkan kepada-Nya apa yang menjadi pergumulanmu. Akuilah segala keterbatasanmu di hadapan-Nya, lalu izinkan Dia memakai apa yang kamu bisa untuk memberkati sesama. Lakukanlah saja yang terbaik darimu, dan biarkan Dia menyelesaikan-Nya."
- kurniawan's blog
- Login to post comments
- 2836 reads
Salam kenal Kurniawan ^_^
Nice story
Terkadang saya juga berpikir untuk bisa membantu "dunia" ini terlepas dari keterpurukan, tapi itu pemikiran yang terlalu tinggi........ seringnya malah orang-orang disekitar kita tidak kita bantu
Woow
Like this! :)