Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Pintar
Aku pernah membaca sebuah artikel di koran yang mempertanyakan tentang kecerdasan. Artikel ini memberi ilustrasi tentang sebuah acara kuis di TVRI -- Aksara Bermakna. Sejujurnya aku juga menyukai acara ini. Penulis artikelnya berkata, "orang-orang mengatakan peserta yang bisa menjawab dengan baik pertanyaan-pertanyaan dalam kuis tersebut sebagai orang pintar." Lalu ia bertanya "apakah memang orang pintar adalah orang seperti itu? Orang yang punya otak kamus dan ensiklopedia?"
Hari ini hampir seharian aku menonton televisi, sama sekali tidak ada acara bagus, tetapi aku tidak peduli, yang penting nonton televisi! Tadi aku melihat sekilas acara Rekor MURI, salah satu acaranya tentang seorang balita yang mampu menghafal 180 bendera negara di dunia. "Luar biasa," kata pembawa acaranya
Masalah orang pintar, jadi ingat ada yang mendapat gelar pintar karena menjuarai cerdas cermat P-4. Ada juga yang dianggap pintar karena menjadi 10 besar dalam Penataran P-4. Biasanya orang pintar jenis ini adalah orang-orang yang menguasai isi Butir-butir Pancasila dan segala embel-embelnya. Lalu untuk peserta P-4 yang masuk kategori 10 besar ada syarat tambahan, bisa menunjukkan kelakukan yang baik selama beberapa hari berlangsungnya Penataran P-4. Itulah orang pintar versi Penataran P-4
Waktu kuliah pernah mendengar ungkapan: "Si Anu memang pintar, tetapi tidak bijak". Ucapan itu ditujukan kepada seseorang yang pintar di kuliah, tetapi tidak bisa mengatur kehidupannya sehari-hari. Terutama karena tidak peka terhadap lingkungannya.
Dalam lingkungan yang namanya 'pelayanan', definisi pintar berubah lagi, orang merasa pintar jika menghafal banyak ayat Alkitab, bahkan jika mengetahui bagaimana proses mendapatkan Alkitab, sudah dianggap pintar. Itulah orang pintar versi gereja.
Kepintaran juga relatif dilihat dari lingkungan yang memandang kepintaran tersebut. Makin tinggi tingkat suatu lingkungan, makin tinggi tuntutan akan yang namanya pintar. Di kebanyakan kampung seorang yang menguasai bahasa Inggris dianggap pintar, tetapi di kota itu sudah menjadi sebuah kebutuhan.
Aku jadi ingat akan sebuah cerita. Dulu kami tidak punya televisi, jadi kalau mau nonton televisi harus menumpang di rumah tetangga. Dan biasanya bukan cuma kami yang menumpang nonton di rumah orang - semua tetangga akan berkumpul di rumah tersebut, sehingga ruang tamunya selalu penuh. Pada suatu malam kami menonton sebuah film seri. Ada seorang anak kecil dalam film ini berbicara lancar dalam bahasa Inggris. Tiba-tiba seseorang menyelutuk, "Lihat betapa pintarnya anak itu, masih kecil sudah pintar bahasa Inggris!". Itulah orang pintar versi kampung kami.
Jaman sekarang, kepintaran sepertinya punya skala, sehingga bisa diukur, maka terkenalah apa yang namanya IQ. Aku pernah mendengar sebuah ungkapan, IQ hanya mempengaruhi keberhasilan seseorang sekitar 20%, dan penelitian yang dilakukan terhadap orang-orang yang dianggap punya IQ di atas rata-rata, ternyata kebanyakan mereka bukanlah orang-orang yang berhasil dalam hidupnya.
Lantas apakah ukuran itu langsung menjadi standar? Lalu orang yang ber-IQ di bawah standard langsung dikatakan bodoh. Aku termasuk orang yang percaya bahwa IQ itu sesuatu yang tidak bisa dimanifulasi. Banyak ahli yang melakukan penelitian dan melakukan percobaan terhadap beberapa sukarelawan untuk melakukan banyak hal demi meningkatkan IQ mereka. Kesimpulan mereka adalah, IQ tidak bisa ditingkatkan dengan latihan. Satu-satunya cara supaya seseorang bisa mendapatkan nilai IQ yang tinggi adalah dengan membaca buku "Bagaimana meningkatkan IQ Anda, lalu melihat kunci jawaban serta menghafalnya."
IQ memang penting! tetapi apakah itu sangat penting? Penting ya, tetapi katanya dunia ini tidak dikuasai oleh orang ber-IQ sangat tinggi.
Kembali ke IQ yang bisa ditingkatkan atau tidak, aku benar-benar percaya IQ tidak bisa dinaikkan. Tetapi aku percaya ada orang "bodoh" yang akhirnya pintar. Aku punya cerita.
Aku kenal seorang anak yang waktu SD selalu menjadi juara harapan 10 ke atas, dan selalu diejek karenanya. Ketika SMP ia selalu menjadi juara I. Bukan karena ia pintar, tetapi karena ada orang yang tidak dikenal bertanya ia juara berapa? Anak itu berkata kalau ia hanya juara kelima.
"Tidak mungkin," jawab orang yang bertanya, "kamu khan pintar?"
Tiba-tiba anak itu sadar bahwa ia memang pintar.
Ada juga anak yang selalu dianggap bodoh, sampai seorang guru berkata, "Aku tahu kamu pintar, cuma kamu malas menunjukkan kepintaran kamu?" Anak itu sadar kalau ia pintar. Selama ini semua orang menyebutnya anak bodoh. Tetapi si anak sudah terlanjur merasa nyaman dianggap bodoh.
Aku masih tidak tahu definisi pintar. Tetapi aku tahu ada orang yang menjadi bodoh karena dikatakan bodoh, dan ada orang menjadi pintar karena dikatakan pintar.
Satu hal yang akan aku pegang mulai sekarang adalah tidak pernah menganggap orang lain begitu bodoh, dan jangan pernah mengatakan "bodoh" kepada orang lain. Karena itu sangat merusak. Biasanya orang yang dianggap bodoh akan tetap bodoh, karena lingkungan yang berkuasa.
Selamat Akhir Pekan!
- anakpatirsa's blog
- 6379 reads
success is 1% intelligence, 99% diligence
menurut saya...
BIG GBU!