Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
MEMBERI WALAU KURANG
Kecenderungan setiap orang adalah takut dan kuatir untuk memberikan sesuatu jika ia berada dalam kondisi kekurangan. Bahkan tidak segan- segan untuk mengatakan bahwa ia tidak memiliki apa-apa. Kenyataan tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan oleh janda di Sarfat terhadap Elia, hamba Allah. Meskipun dalam kondisi serba kekurangan, dia tetap menurut dan percaya, serta berlaku jujur terhadap Elia dan dihadapan Tuhan.
Keberanian janda di Sarfat untuk memberi adalah karena ia percaya terhadap pemeliharaan dan janji Tuhan sebagai jaminan dalam hidupnya (I Raja-raja 17:14). Ia tidak takut meskipun persediaan makanan yang di milikinya hanya cukup untuk dirinya dan anaknya, sehingga Tuhan menggenapi janjinya melalui hambanya Elia.
Dari kisah ini kita dapat belajar, pertama, setiap orang tentu pernah mengalami kekurangan. Firman Tuhan saat ini mengajar kita untuk belajar dari iman janda di Sarfat, dimana ia mau memberi dengan suka cita dari kekurangannya dan mempercayai janji Allah sebagai jaminan hidupnya. Kedua, masih banyak orang di sekeliling kita yang mengalami kekurangan lebih dari kekurangan yang kita alami. Beranikah kita memberi dari kekuraangan kita?
Taatilah dan lakukanlah apa yang Allah perintahkan untuk kita lakukan. Jika Ia memerintahkan kita menolong mereka yang membutuhkan, maka Ia akan memberikan apa yang kita butuhkan, di kala dunia tidak mampu memberikan jaminan kehidupaan kepada kita. Tuhan memiliki waktuNya sendiri dan Ia tidak pernah terlambat
- novi's blog
- 6056 reads
Nggak Yakin Nggak Nolong!
Novi bilang:
Keberanian janda di Sarfat untuk memberi adalah karena ia percaya terhadap pemeliharaan dan janji Tuhan sebagai jaminan dalam hidupnya (I Raja-raja 17:14). Ia tidak takut meskipun persediaan makanan yang di milikinya hanya cukup untuk dirinya dan anaknya, sehingga Tuhan menggenapi janjinya melalui hambanya Elia.
Saya pernah menolong orang lain, dengan memberi uang atau meminjamkan uang terkadang meminjamkan dengan kesadaran entah kapan akan dikembalikan. Setelah membaca tulisan novi, saya baru sadar, bahwa selama ini, ketika menolong orang lain, saya tidak pernah mengaitkannya dengan janji atau jaminan Tuhan pada saya.
Selama ini saya menolong hanya karena tergerak untuk menolong saja. Sering juga, setelah menolong orang lain, saya merasa menyesal, karena akhirnya saya sendiri yang kelimpungan kekurangan uang, lalu berjanji lain kali akan lebih hati-hati untuk menolong orang lain.
Mungkin lain kali sebelum menolong orang, saya harus berdoa dulu, lalu mencari jaminan Tuhan? Jika tidak merasa yakin dengan jaminan Tuhan, maka saya tidak menolong orang?
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
brilliant
Motivasi dalam memberi
Satu hal yang bisa kita pelajari, janji Tuhan itu pasti digenapi. Dalam menanti janji tersebut sebenarnya Tuhan ingin mengajak kita semua untuk melihat KUASANYA. Kalau Ia berjanji memberi kita "sesuaatu" dan itu di genapi, ini merupakan BONUS yang Tuhan berikan atas ketaatan kita menuruti FirmanNya.
"Sebab Aku mengetahui rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahterah dan bukan rancangan kecelakaan untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh pengharapan"
Komentar yang Sama Ah
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
Saya belum bisa memiliki
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
baik atau benar?
Aku sepertinya menangkap maksud anda waskita, yang kau maksud mungkin jangan sampai memberi mutiara kepada seekor babi.
Sebab antara berbuat baik dan berbuat benar itu sulit dibedakan. Berbuat baik bisa sajajustru menjerumuskan. Carilah hikmat supaya tahu bagaimana yang benar, meski itu kelihatannya tidak baik.
buat mas waskita menolong