Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Lancip Menghilangkan Emas

lanskip's picture

Saat itu masa SMA, dan sekolah Lancip sedang libur. Lancip dan mantan temannya (baca: pacar) diajak teman mantan teman Lancip dan mantan teman temannya mantan teman Lancip serta kedua teman temannya mantan teman temannya mantan teman Lancip. Nah, bagaimana itu? Sudah begini saja. Jadi Lancip punya pacar, nah pacarnya Lancip itu punya teman. Lalu, teman pacarnya Lancip itu punya pacar juga. Nah, pacarnya teman pacar Lancip itu punya dua orang teman. Begitu bagaimana? Lebih baik ya, tapi masih agak membingungkan. Susah deh …!:p. Begini aja, jadi ada enam oknum, siapa saja? Ini dia:

1. Lancip
2. Si A (pacar Lancip)
3. Si B (Teman si A)
4. Si C (Pacarnya si B)
5. Si D (Temannya si C)
6. Si E (Juga temannya si C)

Nah, begitu jadi lebih jelas deh! :p

Oke serius, mereka pergi ke Pantai Baron, yang bahasa lisannya adalah Pantai Mbaron (ada "m" nya). Setelah beberapa jam perjalanan. Mereka berenam akhirnya sampai di tempat tujuan. Saat itu sudah agak sore.

Seperti yang biasa dilakukan kebanyakan orang saat berlibur di pantai, si A, B, C, dan D minum air asin, haha bukan, mereka main air. Lalu di manakah Lancip dan si E? Jangan-jangan mereka tenggelam? Atau tersesat? Oh, ternyata tidak, mereka baik-baik saja, Lancip dan E duduk bersebelahan sambil menikmati gelinya duduk di atas pasir pantai dan nyamannya bunyi desiran ombak. Saat itu si E memegang handycam milik si C yang adalah anak seorang pemilik Hotel yang cukup besar di kota Solo, jadi ya lumayan tajirlah anak itu.

Saat Lancip sesekali melihat bagaimana si E merekam setiap momen yang ada, datanglah si C yang basah kuyup menghampiri Lancip. "Cip, tolong bawakan, donk!" kata si C sambil memberikan sebuah kalung rantai emas. Lancip pun menggenggamnya. Beberapa saat kemudian, ia sudah sibuk mengoperasikan handycam setelah si E menyerahkannya pada si Lancip.

Waktu pun berlalu. Saat hari mulai gelap, mereka berenam pun memutuskan untuk menyudahi kesenangan dan berjalan menjauhi pantai. Saat itulah Lancip baru ingat kalung emas yang digenggamnya tadi. Ia mulai panik. Ia cari di setiap saku celananya kalung tersebut, namun tidak ketemu. Suasana pantai yang semakin gelap dan air laut yang semakin pasang menambah suasana horor dalam hati Lancip. "C, tadi kalung udah kukasih kamu belum?" tanya Lancip dengan panik. "Belum tuh," jawab C. "Koq ngga ada ya?" kata Lancip sambil kebingungan merogoh saku celananya. Seketika itu juga, semua orang kaget. Banyak saran dan pertanyaan yang menuju ke telinga Lancip. "Dicari dulu pelan-pelan", "Nah, tadi ditaruh mana?", "Cari di saku coba, saku itu sudah? Saku yang itu?" dan segala macam.

Tidak ketemu juga, pencarian dilanjutkan di hamparan pasir pantai. Tapi apa daya, hari sudah gelap, senter juga tidak ada meski sudah berusaha meminjam dari warung-warung makan yang buka di sekitar pantai. Pencarian itu tidak pernah membuahkan hasil betapa pun kerasnya mereka berenam mencarinya, terutama si Lancip.

Mereka menyudahi pencarian dan berjalan menuju mobil, semua diam, tidak ada lagi canda tawa. "Berapa gram tadi?" tanya Lancip pada kekasihnya dengan wajah berlipat-lipat. "Kata si B sih 40-an gram," jawab sang kekasih. Lancip tertunduk mendengarnya, tapi dalam hatinya ia berteriak, "Buju buseet ..., dapat uang dari mana untuk menggantinya?" Harta satu-satunya milik Lancip, yang rasanya setara untuk mengganti kalung itu, adalah kendaraan yang sehari-hari ia pakai untuk sekolah. Hanya itu saat itu yang ia punya. Karena itu, tidak peduli dengan ayahnya yang pasti menghajarnya habis-habisan jika nanti si C mengiyakan perkataannya, ia berkata kepada si C, "C, aku tukar ya … kendaraanku nanti kujual dulu, setelah itu uangnya aku kasi kamu …" "Hayah, ngga usah, santai aja …." jawab si C. Lancip sedikit tenang mendengarnya, meski dalam hati ia merana.

Sepanjang perjalanan ia hanya diam. Beruntung ada kekasihnya, yang meski nampaknya sia-sia, namun selalu berusaha untuk menenteramkan hati dan pikirannya. Traktiran burung dara goreng oleh si C di warung yang cukup terkenal di Klaten pun tidak sanggup membuatnya sejenak saja melupakan keteledorannya. Ia terus tenggelam dalam penyesalan dan berusaha mengingat bagaimana kalung tersebut bisa hilang. Ia tidak ingat apa pun ..., sama sekali tidak. Ia hanya bisa menebak-nebak, mungkin kalung tadi ia lepaskan dari genggaman saat si E menyerahkan handycam kepadanya.

Benar, hari itu dan beberapa harinya setelahnya merupakan salah satu hari-hari terkelam dalam hidupnya. Namun, waktu akhirnya menghapus rasa penyesalannya yang sangat dalam. Ia pun berjanji pada dirinya sendiri di depan kekasihnya, "C, kamu orang yang baik, jangan kuatir, besok kalau sudah ada uang sisa, aku akan datang mencarimu, mengganti apa yang menjadi hakmu!" Begitulah janji Lancip yang sampai saat ini belum terwujud.