Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Ibu Atin dan kuponnya

erick's picture

Adalah ibu Atin, nama seorang peminta-minta di KRL Kota-Bogor/ Bogor-Kota. Wajah sederhananya dapat ku ingat. Dulu, ketika kuliah menggunakan transportasi rakyat yang murah, cepat plus banyak copet, aku acap kali melihat ia menyapu lantai gerbong kereta. Banyak mahasiswa yang memberinya coin Rp. 500,- untuk aksinya menyapu lantai gerbong.

Dulu, aku tidak tahu namanya. Aku hanya suka melihatnya di sabtu pagi saat aku naik kereta dari di stasiun Manggarai menuju Depok. Yang mudah diingat dari wajahnya adalah dua gigi kelinci yang lucu miliknya terlihat saat ia mengucapkan "terimakasih" ketika seseorang memberinya uang.

Setahun belakangan baru aku tahu ia bernama Atin, tinggal di bawah kolong jembatan Cawang Atas, sepanjang kali Ciliwung.

Kemarin, kami membagikan sembako di sana. Nama Ibu Atin, ku daftarkan dalam list beberapa hari sebelumnya. Pada hari H, aku yang merekam jalannya acara, melihat ada yang tersendat di bagian registrasi. -He he he, terlalu aneh menggunakan kata registrasi, karena sebenarnya, mereka hanya mencocokkan kupon yang telah mereka miliki kepada "voluntir" dengan list data yang dimiliki oleh "voluntir"- beginilah cara prosedural yang kami cipta dalam membagikan sembako.

Kututup lensa cameraku, dan berjalan mendekati meja registrasi. Irna, voluntir cantik asal Bogor, menerangkan padaku, ada ibu yang kehilangan kuponnya karena kupon yang dimilikinya dicuri adiknya.

Begitu sampai di meja, aku terpesona. Ibu Atin memberiku senyum, dan memperlihatkan kedua gigi kelincinya. Tentu saja senyum itu membuat hatiku tentram, dan ingin melayaninya sebaik mungkin.

Ia pun menceritakan hal yang pada intinya sama seperti yang dilaporkan Irna kepadaku. Hanya saja, cerita pendukung yang ditambahkan Ibu Atin kepadaku membuahkan satu rasa haru lain.

"Adik saya, tadinya tinggal di Citayam, karena ga mampu sekarang tinggal bareng serumah dengan saya. Eh, kupon saya diambil dia. Boleh ga saya dapet, tapi ga punya kupon."

Bukan masalah besar bagiku,jika aku memberinya bingkisan sembako, walau akan menyalahi aturan. Jika tidak ku beri, nurani ini ingin sekali mengabulkan permintaannya. Namun aku tak ada waktu untuk mempertimbangkan semua itu dengan 24 jam, tidak juga dalam 1 jam.

Ia hanya boleh dan berhak mendapatkan sembako dengan menukarkan kupon. Itulah aturan permainannya. Keputusan ku ambil untuknya.

Ia hanya berhak mendapatkan 5 kg beras, 1 kg detergen, 1 kg gula, 5 mie kemasan, 1 botol sardin, dan 1 kg minyak goreng, jika ada kupon ditangannya, sama seperti semua orang.

Bu Atin menerima keputusanku. Dengan menyesali diri, ia menerima kenyataan bahwa kupon miliknya telah diserobot adiknya. Kemudian ia pergi meninggalkan keramaian.

Hatiku pedih melihatnya berlalu dengan tangan kosong. Bukankah aku yang mencantumkan namanya dalam list? Ibu Atin pasti sangat membutuhkan sembako itu. 5 Kg beras gratis! gula, minyak goreng?? Siapa yang ga butuh semua itu sekarang ini!. Rasanya, aku bahkan lebih kecewa dari kekecewaan yang dirasakan oleh Ibu Atin.

Acara selesai hanya dalam kurun waktu 45 menit. Data yang kami miliki cocok dengan kupon-kupon yang kembali. Hanya satu hal tersisa menggangguku. Otakku yang baru tersengat terik matahari ini mengingat perumpamaan yang diajarkan Yesus mengenai "pelajaran menunggu dan berjaga-jaga"

Di Matius 25: 1-13 dengan judul perikop: Gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh.

Dalam menunggu saatnya tiba, kita harus mengetahui aturan permainan yang diberlakukan. Dalam menunggu saatnya tiba, kita harus siap sedia. Jangan sampai kita tidak menikmati pesta perjamuan, atau ditolak dan bahkan jangan sampai kita tidak dikenal sama sekali hanya karena keteledoran kita sendiri.

 

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

Ari_Thok's picture

Digampar Tukang Sampah

Kasihan si Ibu Atin ini. Kalau ada kesempatan lagi, inisiatif pribadi aja Rick, kasih sembako dari kantong pribadi khusus untuk Ibu Atin.

Kisah memberikan sembako darimu mengingatkanku saat dulu pernah juga memberikan sembako dari gereja ke seorang petugas pengambil sampah keliling (tukang sampah). Petugas sampah keliling ini berkeliling dengan gerobak tarik yang sudah butut. Kenapa saya masih ingat sampai sekarang? Tentunya karena itu berkesan di hati saya.

Saya masih ingat ketika masih smp (kalau gak salah), saya pernah kena gampar dari bapak ini. Waktu itu saya dan beberapa teman main di rumah bersepeda keliling di gang-gang tertentu. Kebetulan di jalur tersebut Bapak ini lagi bekerja memunguti sampah dari tong-tong di pinggir jalan. Saya dan beberpa teman dengan asyiknya beberapa kali melewati jalur tersebut sehingga membuat Bapak ini harus berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kami lewat. Entah yang keempat atau kelima kali (lupa) kami lewat lagi, tahu-tahu tangan Bapak ini menggampar kepalaku (Plak!!..) Beberapa kata kasar keluar dari Bapak tersebut. Saya dan teman-teman langsung kabur dan tidak lewat jalan itu sampai sore hari. Hehe .. dasar anak nakal, mengganggu orang kerja saja.

Waktu gereja membagi-bagikan sembako gratis, komsel dapat jatah juga, tentunya kesempatan itu saya manfaatkan sebaik-baiknya. Bapak ini langsung ada di daftar list saya yang layak mendapatkan sembako. Saat memberikan sembako, saya masih ingat kejadian "digampar". Dengan senyum sembako sata berikan, "Pak, ini ada berkat Tuhan untuk Bapak." Ah, senanga rasanya bisa membantu orang lain.

*yuk comment jangan hanya ngeblog*


*yuk ngeblog jangan hanya comment*

 

__________________

*yuk komen jangan cuma ngeblog*


*yuk ngeblog jangan cuma komen*

Inge Triastuti's picture

Peraturan tidak bisa membendung kasih

Pak Erick, saya setuju “Ia hanya berhak mendapatkan 5 kg beras, 1 kg detergen, 1 kg gula, 5 mie kemasan, 1 botol sardin, dan 1 kg minyak goreng, jika ada kupon di tangannya, sama seperti semua orang.”
Aturan Tuhan juga tidak bisa dirubah, “surga hanya untuk orang suci.”
Tetapi Pak Ari ada ide bagus, “Kalau ada kesempatan lagi, inisiatif pribadi aja Rick, kasih sembako dari kantong pribadi khusus untuk Ibu Atin.”
Tentunya memberi pada saat acara itu berlangsung walau dari uang pribadi, berarti melanggar peraturan yang sudah ditetapkan. Tetapi tidak ada peraturan yang dilanggar apabila pemberian Pak Erick diberikan di setasiun Manggarai berupa uang tunai agar tidak menarik perhatian citizen jurnalist dan masuk tivi.
Bukankah tanpa melanggar peraturan yang sudah ditetapkan, surga sekarang sudah terbuka buat kita?
Bye.-
Anak El-Shadday's picture

kisah di RS

2 bulan ini aku praktek kerja di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. ada hal yang bikin miris ketika aku ikut melayani resep pasien jamkesmas. betadin yang buat orang miskin berbeda dengan betadin buat pasien umum, askes dan pasien jamsostek (betadinnya buatan apotek dengan mencampur povidon iodin murni dengan air). sehingga ketika melayani resep aku perlu teriak ke bagian reseptir "Betadine buat orang miskin!!" sakit ketika meneriakkan kata-kata itu... but the one who endure to the end, he shall be saved.....
__________________

but the one who endure to the end, he shall be saved.....

erick's picture

Aturan bagi pasien jamkesmas

Haruskah kita pertanyakan mengapa dicipta pelayanan Jamsostek jika kemudian dibuat aturan sampingan bagi pasien jamkesmas?

 

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

NoStressInDepress's picture

Senyum Tulus Mereka Sudah Lebih dari Cukup (Kisah dari Ibu Kota)

Jadi teringat waktu SMP dulu pernah memberi sedekah ke seorang ibu yang sedang sedang keliling komplek sejumlah uang, kebetulan aku waktu itu lagi menunggu di depan rumah teman. Melihat sang Ibu yang memiliki pandangan memelas, secara spontan aku berkata padanya "butuh uang gak bu?" sebuah pertanyaan bodoh dengan gaya preman pula (walah!!). Kemudian sang Ibu mengangguk seraya berkata "ya!!"kemudian kuberikan semua uang yang ada dikantongku, jumlahnya tidak banyak saat itu hanya beberapa puluh kali lipat uang parkir sejam saja.

Kemudian si Ibu pergi sambil mengucap terima kasih dengan mata berkaca-kaca, jika direnungkan kembali sulit juga memahami jalan hidup seperti itu dengan menengadahkan tangan kesana-sini demi anak-anak dan keluarga. Tapi lucunya terdapat momen-momen tertentu dimana orang-orang seperti ibu tadi datang beramai-ramai ke Ibu Kota.."ah namanya juga usaha" pikirku daripada hanyut dalam dilema dan keruwetan perasaan,lebih baik melihatnya dari kacamata nan lugu dan bersih saja he he he.

Berbeda dengan anak-anak.. rambut-rambut pirang alami terbakar mentari karena menjadi kutu loncat jalanan. Kulihat tatapan mata mereka salah satunya ketika mereka mengamen disebuah mikrolet jurusan  Cililitan-Kranji, ia membawakan sebuah lagu band populer kontemporer, walau terlihat susah tapi anak ini terlihat cukup menikmati, gayanya juga wah saat memburu mikrolet, mungkin dia mencoba berandai-andai sedang ikut bermain layar lebar bersama The Flash atau mempraktekan ilmu meringankan tubuh Ninjutsu ala naruto  "anak sekecil itu berkelahi dengan waktu" begitu lirik dendang sebuah lagu yang asyik sekali bagiku apalagi dinikmati sambil melihat terbenamnya mentari Jakarta yang jingga merona ditemani teh atau kopi hangat dan sepiring kerak telor atau gorengan, lagunya mengingatkanku kembali saat menjual koran tempoe dulu untuk menambah kas perbendaharaan buat acara kampus..bukan sesuatu yang mudah bagiku.

Pun ketika banjir masih ada tawa-tawa anak-anak kecil riang yang biasa kita sakiskan di berita-berita TV, dalam hati kecilnya mungkin banjir adalah "berkah waterboom" yang hanya bisa ia lihat di TV tetangga saat anak-anak para artis beken sedang berlibur. Pernah juga saat pelmas di Jatinergara, anak-anak yang notabene kesulitan untuk bisa mersakan nikmatnya spring bed ataupun WC dengan sebuah bath tube kelas anak-anak konglomerat ini tertawa cekikikan saat aku dan beberapa temanku menghampirinya, mengajarkan perhitungan sederhana dan membaca, juga mengobati luka-luka yang dengan bangga mereka pamerkan kepada kami. "Lihat nih kak!!" kata seorang anak sambil memperlihatkan baretan luka di pergelangan tangannya sebelah urat nadi..sebuah luka yang katanya dibuat sendiri.

Seorang temanku menasihatinya sambil mengomel kecil, sedangkan aku kembali mengajar..seorang bocah, bocah yang tidak bisa diam, tapi tidak disangka anak ini punya daya tangkap yang sungguh baik. Usianya mungkin sekitar delapan sampai sepuluh tahun. Dan memang ia salah satu anak paling antusias untuk bisa mendapat kesempatan sekolah.

Sudah lama tidak main kesana lagi, entah bagaimana keadaan mereka, aku harap akan semakin baik dan benar. Orangtua mereka hanya senyam-senyum saja jika kami berkunjung begitu juga dengan para taruna yang kelihatan sangar tetapi berubah lugu dan polos, para ibu tersipu malu,dan bapak-bapak nyengir-nyengir kuda.

Berbagi sedikit tidak apa toh, tidak akan membuat kita menjadi miskin, ya.. senyum tulus mereka berharga cukup mahal pun langka ditengah kerasnya tekanan dan perjuangan hidup Ibu Kota. Mari berantas kemiskinan entaskan kebodohan

Diberkati Untuk Menjadi Berkat :-)

*Shallom4Ever@all

__________________

*Shallom4Ever@all