Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Cinta pertama beralas harta

Purnomo's picture

Begitu mobil Ari meninggalkan halaman rumah kosnya, Eni berlari masuk ke kamarnya. “Aduh gimana nih, Mei. Pacarku ternyata anak orang kaya, punya mobil,” katanya kepada teman sekamarnya. Mei cemberut, “Baru punya APV sudah kamu sebut kaya.” Eni merebut buku yang sedang asyik ditekuni temannya. “Mei, bulan lalu aku seminggu jadi SPG pameran otomotif. Jadi aku tahu mana mobil mahal mana mobil murah. APV itu Alphard Premature Vehicle, Alphard yang lahir sebelum waktunya sehingga bisa dijual murah. Yang dibawa Ari itu Alphard beneran, bukan APV. Kamu tahu harganya? Tidak kurang dari 500 juta rupiah.”

 
Walau Eni satu kampus dengan Ari, ia pertama kali mengenalnya gara-gara berada dalam angkot yang sama waktu berangkat ke kampus. Ari menyapanya setelah melihat nama universitasnya tertera di jaket Eni. Kebersamaan mereka beberapa hari dalam angkot membuat mereka makin saling mengenal. Ari bercerita sepeda motornya kos di bengkel gara-gara terendam banjir selama 2 hari. Setelah sepeda motornya sehat kembali, setiap pagi Ari menjemputnya untuk ke kampus bersama. Itu saja. Mereka tidak pulang bersama. Ari juga tidak pernah bertamu ke rumah kos Eni. Bahkan waktu Eni mengundangnya untuk datang merayakan ulang tahunnya bersama teman-teman kosnya, Ari menolak dengan halus. Esok pagi Ari memberinya kado ulang tahun, sebuah buku novel. Tulisan tangan yang tertera di halaman pertama hanya “Selamat Ulang Tahun, Eni.” Hanya itu. Bukan “Selamat Ulang Tahun, Sayang.”
 
Setelah hubungan mereka berjalan 2 bulan, Ari bertanya apakah ada yang cemburu bila ia bertamu ke rumah kos Eni pada Sabtu malam. Kuncup bunga dalam hati Eni mulai mekar. Malam itu Ari bertanya apakah besok ia boleh mengantarnya ke gereja; apakah ia tidak malu kalau nanti teman-teman gerejanya menyorakinya karena diantar dengan motor bebek jelek; apakah ia mau juga ditunggui mengajar Sekolah Minggu. Malam itu Eni sulit tidur karena bahagia sehingga Mei mengomel karena ikut terganggu tidurnya.
 
Ari anak petani Jonggol, sebuah desa yang terletak di sisi timur jalan tol JakartaBogor. Ia menerima uang bulanan tidak berlebihan. Karena itu Eni menetapkan mereka hanya satu minggu sekali jajan di luar dan jabatan bendahara tidak boleh dimonopoli.
 
“Petani belum tentu miskin, En,” kata Mei. “Di Jakarta tidak sedikit orang yang memproklamirkan dirinya seorang petani, terlebih lagi dalam musim kampanye ini. Tetapi tanah yang digarapnya puluhan bahkan ratusan hektar luasnya. Sawahnya tidak ditanami padi, tetapi ditanami bangunan-bangunan tinggi dengan lapangan golf dan kolam renang.”
 
“Mei, kamu pernah mengatakan kepadaku untuk berhati-hati bila pacaran dengan orang kaya. Jauhnya perbedaan harta yang dimiliki oleh dua orang yang sedang bercinta bisa membuat cinta mereka berantakan.”
 
Mei memang pernah berkata sebuah percintaan bisa diibaratkan sebuah perusahaan patungan yang didirikan oleh dua orang. Saham mereka harus berimbang, setidaknya tidak banyak selisihnya. Bila yang seorang hanya memiliki saham 5%, ia akan selalu didikte oleh partnernya. Mei pernah mengalami nikmatnya punya pacar kaya. Ke mana-mana diantar mobil sampai ia lupa cara naik angkot ke kampus setelah putus. Ia tidak lagi pusing dengan bajunya karena pacarnya sering membelikan baju baru. Ketika orangtuanya mendengar pacar Mei kaya, mereka meneleponnya, “Kalau ada satu dua perbedaan tak usah terlalu dipermasalahkan. Kalau sudah menikah semua akan lancar-lancar saja. Kawinlah cepat-cepat dengan dia, Mei, biar Ibu dan Bapak bisa wisata gratis keliling dunia.”
 
Gadis mana yang tidak suka punya pacar tajir? Bangganya selangit. Ia akan menjadi pusat perhatian teman-temannya dan dielu-elukan sebagai the champion atau sang penakluk. Mendadak saja teman-temannya bertambah banyak dan makin lengket dengan dirinya sambil berharap bisa ikut menikmati rejekinya (pinjam baju barunya atau mewarisi sisa kosmetiknya yang sebulan sekali diganti dengan yang baru); berharap bisa dikenalkan dengan teman-teman pacarnya yang pasti juga tajir (mana ada orang tajir berteman orang fakir); berharap bisa menimba ketrampilannya menggaet orang kaya (tell me please, alamat dukun lo di mana?); berharap suatu hari bisa melakukan kudeta menggeser posisi the champion (memangnya pacar lo ga bosan ngeliatin kamu tidak pernah pakai tank-top apalagi top-tank?).
 
Mei mulai waswas akan keabadian cinta pertamanya ketika pacarnya selalu menolak memperkenalkannya dengan orangtuanya. Akhirnya, suatu hari ia diajak pacarnya ke rumah. Mei duduk sopan di depan ibu pacarnya. Ibunda memandangi baju yang dikenakannya dengan kening berkerut. Ah, ini baju yang sopan bukan yang kontemporer. Mengapa ibunya memandanginya seolah-olah aku memakai blus dengan belahan dada yang rendah?
 
“Ton, berapa harga baju yang dipakai pacarmu ini?” tanya Ibunda kepada puteranya. Yang ditanya menjawab tergagap-gagap, “Tidak mahal kok, Mam. Satu set ga sampe satu juta.”
“Kalau pacaran saja kamu sudah boros, apalagi kalau sudah menikah. Ton, jangan lupa. Papa masih harus melunasi hutang pabriknya kepada bank,” kata Ibunda sambil berjalan masuk ke dalam dengan wajah keruh.
 
Mei tertunduk dalam. Mukanya terasa panas. Matanya juga. Ia menggigit bibir agar embun di matanya tak menjadi hujan. Kedua tangannya mencengkeram lututnya. Ingin rasanya ia mengejar perempuan itu untuk menggampar mulutnya. Tetapi ia sadar ia tidak membawa bajunya sendiri, baju yang dibeli dengan uangnya sendiri. Kalau ia menggampar perempuan itu lalu perempuan itu menuntut ia melepaskan baju yang dibeli dengan uangnya, apakah ia harus pulang dengan telanjang?
 
Ia tidak mau berlama-lama di rumah itu. Ketika akan pulang ia dengan kesopanan yang dipaksakan berpamitan kepada Ibunda. Ibunda keluar mengantarnya sampai ia masuk ke mobil. Tetapi Mei tahu pandangan mata Ibunda diam-diam mengedari seluruh ruangan tamu dan halaman. Mei menggeram pelan menahan marah. Pasti ia kuatir ada vas antiknya yang hilang.
 
Di kamar kos Mei mengamuk sehingga membuat Eni meringkuk merapat ke sudut agar terhindar tertimpa barang-barang yang dilempar keluar dari lemarinya. Ketika Mei terduduk lemas di lantai dan menangis dengan suara rendah, Eni memeluknya.
 
“Aku mencintainya bukan karena hartanya,” kata Mei esok hari sambil sibuk memasukkan barang-barang pemberian pacarnya ke dalam sebuah kardus besar. “Aku betul-betul mencintainya, sebelum peristiwa tadi malam. Ia pemuda yang baik dan penuh perhatian. Walaupun ia banyak memberiku hadiah, ia tetap sopan dan tidak membujukku making love. Tetapi tadi malam aku baru tahu ia anak mami. Aku bersyukur atas penghinaan yang aku terima semalam. Aku ngeri membayangkan apa yang terjadi pada diriku bila sampai aku menikah dengan dia. Pasti setiap hari ia harus mengirim laporan tertulis kepada ibunya apa saja yang aku kerjakan.” Eni terkejut ketika mendadak Mei tertawa terpingkal-pingkal. Sudah gilakah temannya ini? “Bahkan, bisa juga ibunya yang menentukan posisi bercinta kami setiap malamnya,” katanya diantara derai tawanya.
– o –
Tidak ada peraturan yang melarang kita punya pacar kaya. Tidak perlu diingkari nikmatnya punya cowok tajir. Alkitab juga tidak melarang seorang menjadi kaya. Tetapi jangan mabuk. Luangkanlah waktu untuk melakukan investigasi diri, menyelidiki cinta yang Anda miliki. Jawablah dengan jujur, Anda mencintai cowok itu karena hartanya atau tidak? Kalau tidak, boleh jalan terus?
 
Ya, Anda boleh jalan terus masuk ke rumahnya. Perkenalkan diri Anda kepada orangtuanya apa adanya. Kalau di rumah Anda punya 7 ekor udang dalam akuarium, jangan bilang Ayah punya tambak udang. Kalau di rumah Ibu memelihara 2 ekor ayam, jangan bilang ortu punya peternakan ayam. Bicaralah jujur sambil siap melihat cemooh di wajah mereka. Be calm and stay cool.
 
Kemudian, cermatilah diri pacar. Adakah perubahan sikap yang terjadi setelah pertemuan perdana itu? Jika memang kemudian ia mulai perlahan-lahan mengurangi frekwensi kunjungannya, jangan panik. Lebih baik berpisah ketika masih pacaran daripada dipecat setelah jadi istrinya. Jangan pula merebut kembali cintanya dengan kecantikan tubuh jikalau Anda masih mengasihi Tuhan Yesus dan menjunjung kesakralan sebuah pernikahan. Tidak ada gunanya memberinya cinta sesat sesaat yang bisa ia peroleh di tempat lain setiap saat.
 
Jika ternyata sang pangeran tidak berubah kadar cintanya, bahkan makin sering mengajak Anda menemui orangtuanya, be happy. Selesai? Sabar, my dear. Duduklah sejenak, pikirkanlah baik-baik pertanyaan terakhir ini. “Apakah Anda tetap mencintainya dan bersedia menjadi istrinya walaupun mendadak orang tuanya jatuh miskin?” Jika Anda menjawab mantap “Yes, I do”, diberkatilah Anda di antara para wanita.
 
Lebih pusing lagi bila sang pangeranlah yang kalah kaya dengan tuan puteri. Teman yang sirik bilang kita bukannya cari calon istri tetapi cari modal untuk wiraswasta. Pengalaman mereka yang berada di posisi ini tetapi kemudian sukses menerima sakramen pernikahan menjadi cerita yang menarik dan membuat pendengarnya berdecak kagum. Ada yang mau mengisahkan kesuksesannya di sini? Come on, bagi-bagi kiat suksesnya dong.
– o –
“Mei, perusahaan orangtua Ari di Jakarta diurus oleh abang Ari. Tadi Ari mengantar abang dan istrinya ke airport untuk seminar di luar negeri. Abangnya menyuruh Ari untuk menyimpan mobil Alphard-nya di Jonggol selama ia pergi agar tidak dipinjam oleh teman-temannya. Ari meminta aku menemaninya ke Jonggol. Dia juga minta kamu ikut. Pulangnya kita naik angkutan umum.”
“Akuuuu? Mengapa aku harus ikut?”
“Plis Mei, jangan cari alasan. Besok hari libur. Daripada kamu bengong di kamar lebih baik kamu ikut. Hitung-hitung jalan-jalan ke desa. Lagipula kamu bisa menolong aku kalau mendadak aku pingsan gara-gara disemprot orangtua Ari.”
“Daripada menolong kamu, aku lebih suka meninju muka mereka,” jawab Mei.
“Boleh-boleh. Yang penting kamu ikut.”
 
Tetapi Mei tak perlu menyiapkan tinjunya ketika keesokan paginya Alphard itu masuk halaman rumah kos mereka. Dari dalam mobil Ari turun bersama seorang perempuan separoh baya berwajah bersih dengan senyum ramai di mulutnya.
“Eni, ini ibuku,” kata Ari.
Eni tergagap. Ari kemarin tidak mengatakan ibunya akan ikut dengan mereka. Ragu Eni mengulurkan tangannya untuk menyalaminya. Perempuan itu menyambar tangannya dan menariknya kuat sehingga tubuh Eni jatuh ke dalam pelukannya. Eni merasa bagai melayang ketika kedua pipinya menerima ciuman perempuan itu.
 
Lalu perempuan itu menjauhkan kepalanya dari kepala Eni dan memandangi wajahnya lekat-lekat. “Ari pernah menunjukkan foto kamu kepada Ibu. Ternyata yang asli lebih cantik daripada fotonya.” Dan ia menoleh ke anaknya. “Hei Ari, Ibu pingin punya foto Eni edisi terakhir. Ayo, foto dulu Ibu dan Eni.” Baru saja Ari mengeluarkan kameranya, ibunya ingat sesuatu. Ia menoleh ke belakang dan bergegas menghampiri Mei yang sedari tadi berdiri mematung memperhatikan kegaduhan ibu Ari.
 
“Aduh, ini pasti Mbak Mei. Ayo Mei kita sama-sama foto sebelum berangkat,” katanya sambil merangkul pundak Mei. “Ayolah, jangan sungkan. Kata Ari, Mei lahir di Wonogiri. Itu berarti kita ini tetangga. Lihat kulit Ibu. Putih ‘kan? Tahu sebabnya? Ini gara-gara Ibu lahir di Baturetno di atas tumpukan karung kapur gamping.”
 
Mereka berfoto bersama. Ketika akan melangkah masuk ke dalam mobil, Eni melihat Mei menyapukan punggung tangannya ke sudut matanya. Ia berbalik dan menyeret Mei menjauhi mobil.
Ada apa, Mei?” tanyanya dengan kuatir.
“Gak papa,” jawab Mei tetapi matanya berkaca. Ia mendekatkan mulutnya ke telinga Eni dan berbisik, “Tuhan memberkatimu, Eni. Selamat berbahagia.”
 
(bersambung)
 
 
PS: Cerita tentang Eni dan Mei adalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan dengan yang Anda alami, itu hanya kebetulan belaka.
 
 
 


Normal 0 MicrosoftInternetExplorer4 Normal 0 MicrosoftInternetExplorer4 /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman";} /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman";}

Serial Cinta Pertama,

bagian ke-1: Cinta pertama jangan membuat bodoh.

bagian ke-2: Cinta pertama terganjal mitos.

bagian ke-3: Cinta pertama beralas harta.

bagian ke-4: Cinta pertama retak direntang jarak.

 

kang abet's picture

@purnomo

Hmmm, salut dech ceritanya. Mantaps.

 

Menjadi berkat bagi orang-orang yang membutuhkan. Tuhan, ajarkanlah anak-Mu ini menjadi anak kesayangan-Mu. Yang selalu menyenangkan hati-Mu.

__________________

Menjadi berkat bagi orang-orang yang membutuhkan. Tuhan, ajarkanlah anak-Mu ini menjadi anak kesayangan-Mu. Yang selalu menyenangkan hati-Mu.

Anak El-Shadday's picture

cari modal

aku punya temen kuliah, bokapnya punya dealer mobil, tapi menikah dengan cowok yatim piatu yang ga ada apa2nya...

enak sih kayaknya si cowok, setelah menikah langsung punya usaha yang gede. tapi kemarin terakhir ketemu mereka berdua, aku seperti melihat seorang boss cewek dengan sopir cowoknya.

but the one who endure to the end, he shall be saved.....

__________________

but the one who endure to the end, he shall be saved.....

KEN's picture

Bara Api Cinta Pertama Memang Dahsyat

Walaupun sudah lama berlalu dan tak pernah menyatu, tapi bara itu membuat kobarnya melambung tinggi, semangat cinta pertama yg tak pernah pudar dan efeknya sedahsyat ini, ck.. ck.. ck.. mengagumkan!

 

Waktu baca judulnya saya agak jahil dikit:

"Cinta Pertama Beralas Koran"  :))

 

 

Diberkatilah anda di antara para lelaki hahahaha....

 

Sangat berinspirasi...

 

I still waiting for next story....

 

 

 

>>>=GOD=LOVE=YOU=>>

          If Not Us, Who?

        If Not Now, When?

 

 

    * yuk, jangan asal ngeblog *

____________________________

   * yuk, jangan asal comment *