Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

BERMAIN HATI

iik j's picture

Ku akui... ku main hati... ku main hati... lagu dari Andra & the backbone mengalun dari ruang tengah rumah saya


Wah, aneh juga nih.. lagunya. Begitu pikir saya waktu pertama kali mendengarnya, dan tidak sampai satu jam kemudian saya dengan mudahnya sudah lupa akan lagu tersebut.


Tetapi waktu beberapa hari kemudian saya kembali mendengar lagu tersebut, dan hari berikutnya saya kembali mendengarnya lagi (mungkin sedang banyak peminatnya), hati saya mulai tergelitik. Dan biasanya kalau hati saya sudah mulai tergelitik seperti ini, maka ide, imajinasi, pikiran saya secara tidak langsung, tidak usah diperintahkan, mulai mengkaji, menyambung-nyambung dengan segala hal yang yang berkaitan dengan hal tersebut.


Bermain hati! Ah... kalau ngomongin hal seperti ini, biasanya yang terlintas di pikiran saya adalah gambaran tentang 2 orang ABG yang lagi pacaran dan salah satunya ketahuan selingkuh dengan teman yang lain, yahh... tepatnya seperti yang sering digambarkan dalam sinetron-sinetron di televisi Indonesia yang rata-rata mirip jalan ceritanya itu.


Ketika saya bertanya tentang gambaran yang saya dapatkan itu kepada salah satu teman, dia bilang, “main hati seperti
yang kamu bilang itu ... wajar dong nek.. namanya juga manusia. Main hati itu dimulai dari lirik sana, lirik sini, ya... kita ‘kan juga punya mata... dari mata turun ke hati, kalau udah di hati itu, baru deh kita bisa main’in... dan
buat gue sedkit main-main hati nggak apa-apalah...”
Mendengar hal itu, kontan saja saya menjawab,“Ya... itu sih maumu!”


Ketika kalimat itu masih melintas di kepala saya, tanpa sengaja saya melihat sebuah stiker yang menempel di bagian belakang sebuah mobil yang melewati saya di kawasan Simpang Lima, “JAGA JARAK ANDA DENGAN DOSA”. Whaaa....? Mata saya, pikiran saya, langsung berbicara, ”Gimana maksudnya itu?”
Apakah artinya saat dosa mencoba mendekati kita harus secepatnya lari terbirit-birit, atau ketika setir
pikiran kita mulai mengarah kepada dosa, kita secepatnya injak rem dan mengarahkannya ke jalan yang lain? Tetapi... itu kalau berhasil? Kalau nggak? Kita nabrak dosa dong?!


He... he... dan saya mulai senyum-senyum sendiri karena sadar kalau kecenderungan saya sebagai manusia lebih mengarah ke nabrak dosa daripada lari dari dosa atau mengarahkannya ke jalan yang berbeda. Lalu, bagaimana cara saya bisa menjaga jarak dengan dosa kalau di pojokan
hati saya ternyata masih tersimpan secuil keinginan untuk bermain dengannya. Aha... berarti cara menjaganya dari hati donk... begitu pikir saya.


Tiba-tiba teman yang boncengin saya bilang, “Heh! Salah tuh’ tulisannya! Mestinya STOP DOSA dengan bentuk yang sama dengan Sign Stop gitu... karena gimana mau jaga jarak dengan dosa, orang kita ini maunya mengarah kesana
terus... iya kan?”


“Iya...! Gitu mestinya!” ternyata pikirannya sama dengan pikiran saya


Ketika bertemu dengan salah satu teman yang lain lagi, saya justru mendapatkan jawaban yang murahan banget bagi saya.


“Ah... mumet!! Kowe kok tanya tentang hal yang susah gitu sih?!” begitu jawab salah satu teman saya itu


“Main hati itu sederhananya adalah, kalau mau nembak satu cewek yang aku suka, aku main’in hatinya dulu. Aku buat
dia kesengsem sama aku dengan berbagai cara, baru nanti kuraih hatinya... ha ...ha... ha..!” jawabnya sambil
ngakak dengan ekspresi wajah yang rada-rada mesum


“Wah, kalau jawaban seperti ini mah’terlalu murah bagi aku, nggak mutu! Dasar playboi katro!” begitu jawab saya
sambil ngeloyor pergi.


Ya... ya... ya.... semua orang ternyata punya pandangan sendiri dan beda-beda tentang bermain hati, begitu keputusan saya akhirnya untuk mengakhiri imajinasi saya tentang kata itu


Sesudah memanjakan tubuh dengan guyuran air dingin, saya duduk bengong di teras rumah. Aha... ini tempat yang paling saya suka, bengong di kesunyian.Oya... rumah saya menghadap ke perbukitan, ditambah sedikitnya penjual yang berani lewat di depan jalanan yang menurun tajam semakin menyempurnakan
keheningan daerah rumah saya.


“Bermain hati” sudah tak terlintas lagi di pikiran saya, hingga...


“Dasar pencemburu tua yang gila! Masak hanya gara-gara fitur 3G nggak bisa hidup, dia bisa menuduh aku dan ngomel yang bukan-bukan... padahal ‘kan mestinya dia sadar kalau aku ‘nih sudah tua, dan teknologi kayak begini ‘kan baru buatku, dan nggak mudah. Masih untung.. aku lebih maju dibanding ibu-ibu lain yang sms aja pada nggak bisa. Piye ‘to ki... mbok telpon biasa wae napa?!” tiba-tiba omelan ibu saya tentang papi saya yang lagi tugas di luar pulau nun jauh di sono merusak keheningan.


“Sudah... sudah... dijawab aja kalo 3G nya non aktif atau gimana...” jawab saya sekenanya


“Orang kok maunya mempermainkan hati orang saja... begini nanti kalau ditanya kenapa cemburuan, dia pasti bilangnya sorry I’m too much worry... walah!! Kuno!!” sambungnya lagi


Nah! Lagi-lagi ‘main hati’ kan?!! Setelah omelan ibu saya berlalu. Saya kembali merenungi arti ‘bermain hati’ ini. Banyak orang merasa dipermainkan hatinya, dan tidak sedikit pula yang berupaya mempermainkan hati orang.Bagaimana dengan saya? Tiba-tiba pertanyaan itu muncul di kepala saya


Saya, ya... menurut saya sih...meskipun kadang suka cengengesan... nggak banyak ‘godain hati orang, nggak banyak buat orang marah, nggak menjengkelkan, bahkan
sebaliknya... baik hati, suka menolong, ramah, dan murah hati!! Walah...!!


Tetapi tiba-tiba slenthinggggg....satu sindiran dari kedalaman hati muncul ke permukaan kesadaran saya. “Masak
sih... kamu nggak pernah bermain hati? Nggak usah munafik deh! Lihat aja hari ini sudah berapa kali kamu ‘bermain hati’... coba cek hatimu dari pagi sampai sekarang?!!”


“Ha...?!”


Dimulai dari pagi, waktu alarm saya berbunyi, dengan malas saya meliriknya dan segera mencet tombol offnya, nggak peduli itu alarm buat saya menghadap SANG PENGUASA HARI, pokoknya saya masih malas, capek, pegal, ngantuk, dan dengan segera mata saya merem lagi... sampai puasss...


Sesaat setelah bangun dan benar-benar melek, ketika menemui rumah yang masih sedikit berantakan, saya mulai ngomel sana sini... bukannya langsung cak-cek
kerjain ini itu...


Ketika berjalan di gang menuju jalan besar, saya masih tak menyapa salah satu orang yang entah berapa tahun lalu pernah membuat saya jengkel. Ketika angkutan yang saya naiki berjalan lambat, dan ngetem-ngetem terus, saya kesal dan ngomel kepada sopirnnya karena saya jadi terlambat datang ke kantor, padahal itu sebenarnya salah saya karena molor dan malas bangun. Ketika di kantor, ketika menjumpai klien, ketika ditelpon sahabat saya, ketika jalan di
mall, ketika ini, ketika itu....


Bahkan, bukan hanya itu, hati saya juga terasa menyimpang waktu melihat hal-hal lain yang sebenarnya saya
inginkan, tetapi tidak diperbolehkan. Apa saja? Wah... banyak sekali. Terus terang kalau mau diakui semua, hih... memalukan! Benar-benar seperti pepatah tua yang mengatakan ...dalam laut bisa diduga, dalam hati siapa tahu?!


Bukan hanya orang lain, tetapi saya sendiri akan bergidik melihatnya, karena hati saya tak ubahnya kubangan tempat sampah yang menjijikkan, dan itu baru saya hitung-hitung dalam sehari saja. Hati saya serupa dengan kuburan yang dari luar kelihatan bagus, tetapi dalamnya penuh tulang belulang, kegelapan dan berbau busuk.


Ternyata dalam sehari saja, saya telah banyak sekali mempermainkan hati saya sendiri, dan juga mempermainkan hati Tuhan, dengan menganggap perjumpaan denganNya masih kalah penting dibanding rasa ngantuk saya. Saya masih lebih banyak memaksa hati saya sendiri untuk menuruti kemauan saya, emosi saya, dari yang seharusnya. Dan yang paling memalukan adalah, saya tak seperti lagu yang saya dengar itu Ku akui... ku main hati... ku main hati... Saya, tak
mau mengakui bahwa saya telah bermain hati, bahkan sebaliknya dengan sombong, saya mengatakan pada hati saya, bahwa saya ini orang baik, dan nyaris sempurna hatinya. Padahal???!!

Hemmm...

Satu nasehat Alkitab telah saya langgar dengan sukses “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan” Kalau hati saya masih kacau seperti ini bagaimana bisa ada kehidupan terpancar dari sana? Jika hati saya masih munafik, bagaimana saya bisa menyingkapkan kemunafikan orang, dan
dengan sombong mengatakan bahwa saya tidak munafik.


Wah... hati ini benar-benar tempat yang mengerikan!!! Bermain hati ternyata tidak bisa dilihat dari luarnya saja, atau dari orang lain, tetapi dimulai dari dalam kita sendiri!! Bagaimana kita bisa mengatakan orang lain tak bisa menjaga hati” kalau ternyata kita sendiri juga masih “tak menjaga hati”.

 


Hal-hal sederhana tentang hati, malah terlewatkan bagi saya. Padahal dari hal-hal sederhana yang terlewatkan
itulah yang nantinya bisa menjadikan hati saya jadi bebal, kebal, membatu, dan mengeras!! Seperti yang tertulis di Alkitab tentang hati... betapa liciknya
hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?
Whaaa??!!!

 

Sore ini saya kembali tersadarkan, bahwa kalau saya mau benar-benar berusaha hidup lurus, saya harus memulainya dari hati.

 


“Iya deh... aku mau menjaganya dari sekarang... harus bisa.. dan pasti bisa!!” Kata saya sambil mengepalkan tangan ke udara.

 

Tetapi, belum sampai satu menit kemudian, tiba-tiba bisikan konyol mulai muncul dan seperti iklan dia mengatakan “... MAU?”

 

 

Nah Lo!!! Ternyata saya baru sadar, godaan bakal terus datang tanpa henti, dan dengan kekuatan saya sendiri, sebenarnya saya tak akan mampu menjaga hati saya sendiri!! So?!!