Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Ronggowarsito : Requiem ; Symphony #2

ronggowarsito's picture

(Ronggowarsito : Requiem ; Symphony #2)

Pagi itu tiga orang pemuda datang membawa dua lembar spanduk. 'MATINYA SEBUAH DEMOKRASI', begitu bunyinya. Mereka memasang spanduk itu menutupi sisi kanan dan kiri peti mati yang mereka sewa.
 

"Kenapa harus pakai peti yang bagus kalau cuma buat demo?" tanyaku sewaktu mereka memesannya kemarin.
"Itu melambangkan keserakahan penguasa yang hidup dalam kemewahan, mengingkari janji-janji mereka sendiri. Mereka membunuh suara rakyat. Membunuh suara rakyat sama saja membunuh suara Tuhan." Hmmm..., tema yang ngga jelas, pikirku dalam hati.
"Bagaimana kalau saya buatkan yang biasa saja, dik? Nanti dipoles biar kelihatan mahal."
"Waktunya mepet, pak. Besok sudah mau kami pakai."
"Kalau rusak gimana? Nanti massa yang ikut pasti banyak. Kalau suasana tidak terkendali nanti bisa dibakar peti mati saya."
"Bapak tenang saja, kita biasa kendalikan massa kok. Kalau sampai rusak tidak bisa dipakai lagi nanti kita ganti penuh harganya."
Ah, susah memang ngomong sama mereka, batinku. Terkadang aku heran juga, sepertinya dana bukan masalah buat kelompok demonstran seperti mereka ini.
 

Diam-diam aku teringat masa dulu ketika aku masih seusia mereka. Berdemonstrasi dengan semangat pemberontakan yang menggebu. Hanya saja waktu itu tidak banyak yang mau ikut demo bersama kami. Paling-paling yang ikut hanya sepuluh orang. Itupun berakhir dengan blusukan pasar menghindari kejaran polisi yang berusaha membubarkan kami. Tapi sekarang, lihat, mudah sekali mengumpulkan massa, hanya dengan sedikit provokasi sana-sini maka akan terkumpul gerombolan besar yang bisa membuat gentar polisi yang menjaganya.
 

Akhirnya kurelakan satu peti matiku untuk mereka sewa. Dalam hati aku berdoa, agar peti itu kembali dalam keadaan baik tanpa cacat. Ternyata doaku selain kurang lengkap, juga kurang manjur. Aku lupa mendoakan demonstrannya.
Karena sore harinya, hanya dua orang yang datang kembali, itupun tanpa peti mati yang mereka sewa.
"Petinya mana, dik?' tanyaku curiga, melihat kondisi mereka yang lusuh dan lemah lunglai.
"Kami bayar saja petinya, pak. Teman kami yang satu mati tertembak polisi siang tadi."

Requiem æternam dona eis, Domine, et lux perpetua luceat eis.

salam hangat,

rong2

__________________

salam hangat,
rong2

hiskia22's picture

@ronggo

Demokrasi yang anarkis

GBU

__________________

GBU

dennis santoso a.k.a nis's picture

wujud lain sebuah jawaban

"Kami bayar saja petinya, pak. Teman kami yang satu mati tertembak polisi siang tadi."

kalau bayarnya lunas, berarti doa lo terjawab dong rong? ;-)

Purnawan Kristanto's picture

Peti Mati Bekas

Soal sewa-menyewa peti mati, saya ada kisah begini: Sebuah persekutuan pemuda mengadakan retret pada sebuah wisma di Bandungan.

Pada malam terakhir, diadakan acar refleksi. Supaya terkesan dramatis, maka dihadirkankan properti peti mati di ruangan itu. Peserta diajak merenung bahwa pada akhirnya jasad semua orang akan berakhir di dalam peti mati itu. Banyak orang yang tersentuh oleh acara itu. Tidak sedikit yang menangis.

Peserta dan panitia pulang dengan perasaan puas. Namun sebenarnya acara itu masih menyisakan sebuah rahasia yang baru terungkap puluhan tahun kemudian. Ternyata peti mati yang dihadirkan dalam ruangan itu adalah peti mati bekas. Maksudnya, bekas dipakai untuk menyimpan jenazah. Saat itu panitia seksi perlengkapan kesulitan mencari sewaan peti mati.Lagipula, dia merasa kesal dengan permintaan sie acara yang dianggapnya aneh-aneh. Maka dibawanyalah peti mati bekas yang berbau semriwing itu.


__________________

------------

Communicating good news in good ways

Purnomo's picture

Rong-rong, cerita Anda berbahaya

karena bisa membuat orang berpikir peti mati yang ada di gudang burial organizer di kota Anda diselipi peti mati bekas. Apalagi dengan kesaksian Mas Wawan yang peristiwanya terjadi di Bandungan. Mudah-mudahan Mas Wawan tidak kelepasan omong sehingga membuka rahasia dulu menyewanya dari organizer yang mana.

Salam.

ronggowarsito's picture

peti mati bekas

@hisky: kata orang, selalu ada tumbal bagi demokrasi. Tapi demokrasi yang seperti apa dulu...
@nis: bener juga lo hehehe... Itulah doa yang menggurui Tuhan. Sebelum berdoa gw sudah menyiapkan jawaban yang gw anggap benar. Lalu Tuhan akan gw persalahkan ketika menjawab doa dengan caraNya sendiri.
@wawan: Ada tips sederhana untuk membedakan peti mati bekas atau baru. Caranya adalah dengan mencium baunya. Meskipun tidak selalu bisa terdeteksi, peti mati bekas biasanya menyisakan bau formalin atau bubuk kopi. Itulah yang membuat peti mati yang dipakai untuk acara retreat kawan anda itu beraroma semriwing. Btw, bukankan suasana akan lebih romantis bila acara retreat seperti itu memakai peti mati bekas?
@pur: Sebenarnya bila dilihat dari fungsi, tidak ada bedanya peti mati bekas atau baru. Toh penghuninya tidak mungkin protes, lagipula keduanya bakalan sama-sama membusuk di dalam tanah. Tidak semua orang diberi karunia membedakan roh peti mati bekas atau baru. Bila semua orang punya karunia itu, mustahil 'Dust2Dust Burial Organizer' bisa untung banyak. Huahahaha....
 

salam hangat,

rong2

__________________

salam hangat,
rong2

iik j's picture

@Rong2. EO Demo..

Tapi sekarang, lihat, mudah sekali mengumpulkan massa, hanya dengan sedikit provokasi sana-sini maka akan terkumpul gerombolan besar yang bisa membuat gentar polisi yang menjaganya.

Ha ha ha ... ini sih ga susah... DEMO kan ada EO nya juga... asal dana cukup, bereslah!! temenku ada kok yang bagian EO DEMO... mau dikenalin?

ha ha ha ha ha ha.. 

passion for Christ, compassion for the lost