Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Penginjilan dan Omong Kosong Pemasaran

Miyabi's picture
Peterkambey   menulis soal pendekatan pemasaran dalam penginjilan. Ini bukan topik baru. Pembahasan dan kritikan soal penggunaan pemasaran sekular dalam penginjilan sudah banyak.
Jika Peterkambey berminat betul-betul menggunakan marketing dalam penginjilan, maka yang musti dipilih adalah paradigma terbaru, yaitu marketing 3.0 (value driven). Penginjilan dengan paradigma marketing 3.0 jutsru sudah lama dilakukan oleh gereja-gereja eropa, bahkan marketing 3.0 itu sendiri terinspirasi oleh kerja-kerja sosial organisasi-organisasi agama.
Sementara sebaliknya gereja-gereja teologi kemakmuran justru mempraktekkan marketing 1.0.
 
Dari beberapa yang diulas Peterkambey, saya melihat ia sedang berpikir untuk melakukan peralihan paradigma dari Marketing 1.0 (product-driven) ke Marketing 2.0 (customer-driven) yang cocok didukung oleh web 2-0 dengan heboh social media nya..
Jadi sengaja gue mengkritik dengan mengajukan apa yang dipersepsikan calon pelanggan soal penginjilan. Persepsi pelanggan penting dalam memasarkan produk. Apalagi merk produk ini sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu.
 
Peterkambey tidak sedang memasukki pasar dalam ruang vacuum. Kalau dia mau mengadopsi Marketing, ada bagusnya dia lompat dari marketing 1.0 ke 3.0.
 
Kalo menurut saya, apa yang dikerjakan Hai-Hai ini sebenarnya adalah marketing 3.0 yaitu pemasaran yang value-driven. Bukan product-driven, dan bukan customer-driven. Gila aja si hai-hai, calon pelanggan malah dihina-hina hahahahaha. Sangat tidak customer oriented.
Tapi masa depan pemasaran memang tidak customer oriented, melainkan value oriented hehehe.
__________________

".... ...."

Miyabi's picture

Bedanya marketing 1.0, 2.0 dan 3.0

Marketing 1.0  dalam paradigma ini, apa yang diproduksi oleh pabrik, itulah yang dipasarkan. Kualitas produk-produk jaman ini bisa dibuktikan secara teknis. Usia produk biasanya relatif lama dibanding usia pakai. Barang-barang bisa diwariskan sampai ke cucu. 
 
Marketing 2.0 memproduksi barang sesuai yang dibutuhkan pelanggan. Kualitas produk adalah kualitas sebagaimana dipersepsi oleh pelanggan. Usia produk relatif pendek. Pada jaman ini produk dibuat bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, namun produsen justru menciptakan kebutuhan-kebutuhan. Produk-produk baru yang tak terbayangkan sebelumnya bermunculan.
 
Marketing 3.0 memproduksi barang atas jawaban bagi pemenuhan nilai-nilai. Probelm-problem lingkungan dan kemanusiaan menjadi perhatian pemasaran ini. Secara fenomenal telah muncul apa yang disebut Social Business Enterprise (SBE), seperti Grameen Bank, Bank Rakyat Indonesia, Timberlake dan The Body Shop.
 
Apakah  Marketing 3.0 dan SBE adalah fenomena baru? Nggak. Nothing New under the sun. Charity Enterprise sudah lebih dulu ada dalam lingkungan Gereja. Biasanya mereka berupa lembaga pendidikan dan rumah sakit. Orientasinya? Value. Nilai-nilai. 
__________________

".... ...."

Miyabi's picture

Nilai sebagai tujuan, belajar dari kemandegan bank syariah

Seharusnya Indonesia bisa punya bank besar dengan nilai-nilai islami dan ekonomi kerakyatan, yaitu lahirnya Bank Suma-nya NU tahun 80an. Sayang, barang baru yang bagus emang bikin panik pemain lama, dan reaksinya keras sekali.
 
 
Meski sudah beroperasi beberapa dekade Bank Syariah masih berjalan lambat dan penolakan dari umat muslim masih terjadi. Bank Syariah, meskipun berpraktek dengan cara berbeda, masih dianggap sama saja di mata persepsi calon nasabahnya.
 
 
Bank syariah Indonesia berkembang menjadi mahluk hibrid, yang bergerak wagu dan sungsang. Wagu karena tidak bisa lincah seperti bank konvensional. Sungsang karena citranya membingungkan: mau cari untung pribadi atau mau memakmurkan umat?
 
 
Persepsi calon pelanggan adalah bank syariah ini cuma versi yang di-Islam-Islamkan dari institusi pengeruk untung bernama Bank. Komunikasi pemasaran yang dilakukan selama ini adalah bahwa Bank Syariah ini beroperasi dengan CARA BEDA, dibandingkan bank konvensional. "Kami beda, karena cara kami beda." Begitu kira-kira deepstructure dari komunikasi pemasaran mereka. Apa yang salah dengan komunikasi ini? 
 
 
Differensiasi bank syariah betul-betul menjadi absurd, samar, tak bisa kelihatan diferensiasinya, ketika bank konvensional pun membuat porsi syariah dalam bisnis mereka. Bayangkan kalau Gramedia bikin produk roti tawar. Apakah Anda mau makan roti tawar merk Gramedia? Apakah Anda mau minum susu merk Sunsilk? Barang siapa pernah SD dan belajar apa itu konotasi, pasti tahu  maksud saya.
 
 
Mari kita lihat perkembangan pemasaran dari 1.0 ke 3.0. Grameen Bank sebagai contoh sukses marketing 3.0 membuktikan dirinya berbeda dengan institusi bisnis lain. Apa yang membuat Grameen Bank berbeda?
 
Segmentasi Grameen Bank (dan berbagai marketer 3.0 lain) membidik target bottom of the piramid, yaitu rakyat banyak. Mereka yang tak punya apa-apa untuk dijadikan anggunan. Dengan positioning sebagai Social Business Enterprise (SBE), grameen bank membedakan diri dengan bank konvensional. Tujuan Grameen Bank adalah membantu perekonomian mereka dengan cara berbisnis dgn mereka.
 
 
__________________

".... ...."

ruswiyanto's picture

Menurut saya mengenai Bank Syariah

Saya pernah ditawarkan pinjaman dari bank Syariah
disitu dijelaskan Bank tsb tdk memungut bunga melainkan dengan sistym bagi hasil dari pengembangan usaha dengan pinjaman tersebut..dan setelah saya hitung2  kok kelihatannya gak ada bedanya tuh dengan Bank2 Konvensional bahkan saya tannya lha ini kan bagi untung  terus kalau saya rugi atau bangkrut apa bisa dibagi kerugian saya dengan bank Syariah tsb ternyata sampai sekarang gak ketemu jawabannya...???
 
Secara hukum agama pun sebenarnya Bank 2 biasa tdk melanggar etika agama jadi untuk apa mesti pindah2 Bank segala..?
 
Demikian dari saya.
Miyabi's picture

@ruswiyanto: bunga bank

Salah satu keberatan terhadap praktek bank konvensional adalah adanya bunga. Sebagian muslim berpandangan bahwa bunga tabungan itu adalah kompensasi terhadap inflasi, dengan begitu tidak sama dengan riba. Sebagian lain tetap menganggap bunga bank sama dengan riba.
 
Bagi non-muslim memang tidak masalah dengan bunga bank. Sebagian orang kristen meyakini bahwa orang kristen tidak boleh berhutang tetapi boleh meminjamkan. Sebagian lainnya tidak mempermasalahkannya.
__________________

".... ...."

Purnomo's picture

@Miyabi, link-nya ke penginjilan?

Saya ingin tahu apa bagaimana penginjilan dilakukan dengan metode pemasaran. Juga apa yang (telah) terjadi ketika penginjilan dilakukan dengan jurus product driven, consumer driven dan value driven..

   Salam.

Miyabi's picture

@purnomo: Gereja 1.0, 2.0 dan 3.0

1. Penginjilan versi Marketing 1.0 (product-driven)

 

 
Tidak jauh beda dengan gaya Ford berdagang mobil. Dia memproduksi masal mobil tipe T. Semuanya berwarna hitam. Namun dia bileng ke pembeli: "SIlakan beli, bebas pesan, bebas pilih warna asalkan hitam." Gaya ini mirip kalau kita nonton video Stephen Tong: Adam lagi, adam lagi. Yesus lagi Yesus lagi. Pilih mau mampus bersama adam, atau mau selamat bersama Yesus? Biasanya saya akan ngedumel dalam hati: Itu sih bukan pilihan  Pak Tong.
 
2. Penginjilan versi Marketing 2.0 (customer driven)
 
Teologi kemakmuran adalah contoh paling pas untuk penginjilan versi ini. Produsen menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan pelanggan. Nokia adalah salah satu pemenang dari Marketing 2.0. Perhatikan bagaimana dia menghajar Erickson, cuma dengan produksi handphone yang warnanya pink dan layarnya lebih lebar. Erickson yang kuat secara teknologi (produknya bagus = product driven) kalah bersaing dengan Nokia yang produknya secara teknis biasa saja, tapi disukai pelanggan.
 
Umat dari gereja 1.0 pun digerogoti pangsa pasarnya oleh gereja 2.0, Siapa peduli dengan Adam pertama dan Adam kedua? Siapa peduli tuhan tiga atau 1 atau tri in one? Teologia yang ruwet cuma bikin pusing otak umat. Gereja 2.0 lebih membidik emosi umatnya. Kebutuhan emosi sangat penting dalam marketing gereja 2.0 (sebut saja gereja berkat)
 
New Media adalah sarana penting bagi gereja 2.0. Teologi kemakmuran menjadi besar seiring booming televisi 50an-60an di amerika serikat. Dari sana pun merambah ke indonesia.
 
Web 2.0 dan social media menciptakan suatu frontier yang baru lagi. Mirip dengan kelahiran televisi. yang melahirkan teologi kemakmuran, belum dipastikan siapa yang akan mengambil manfaat akan adanya New Media ini. 
 
(Mungkin bisa juga diselipkan gereja versi 2.5 seperti upaya gereja baptis membuat formula Purpose-Driven. Ini adalah upaya untuk mengajar tema-tema teologia yang berat ke awam dalam bahasa yang sederhana. Namun saya masih menganggap gereja baptis cenderung nanggung di antara dua ketegangan ini) 
 
3. Penginjilan 3.0 (value-driven)
Saya memasukkan Evangelisasi Baru dari poros gereja-gereja eropa ke dalam Marketing 3.0.
 
Dalam paradoks globalisasi, dunia terbagi menjadi 1 langgam globalisme yang konvergen (mengarah/ bersinergi ke satu titik) dan beragam tribalisme, yang secara lokal mengeras/membatu, untuk mempertahankan diri dari arus konvergen itu.
 
Evangelisasi Baru mengedepankan nilai-nilai. Mirip dengan The Body SHop yang lebih sibuk mengiklankan kegiatan-kegiatannya menyelamatkan lingkungan dan pembinaan petani pedalaman, ketimbang mempromosikan produk dagangannya. Orang membeli produk The Body SHop tidak semata-mata karena butuh produknya, namun juga karena mereka setuju dengan nilai-nilai yang dibawa dan diperjuangkan The Body SHop.
 
Di satu sisi, Web 2.0 dengan Social Networking-nya justru menciptakan kesimpangsiuran dan ledakan informasi yang menguntungkan Gereja 2.0 (gereja berkat). Namun ada fenomena blogging yang potensial untuk dimanfaatkan bagi gereja 3.0.
 
Social media yang bersifat gampangan, artificial, dangkal seperti komen-komen FB,  Instant messaging dan tweeter tidak efektif untuk membicarakan hal-hal yang serius seperti value. Namun blog sangat efektif untuk penyebaran gagasan yang lebih dalam dan bernilai. Paus Benedict yang sadar soal potensi ini menyerukan semua rohaniwan dan intelektual Katolik untuk menulis blog.
 
Efektivitas blogging dalam menyebarkan value bisa disimak dari ketenaran Steve Pavlina, motivator self-help yang tiba-tiba populer dan berhasil membangun high-traffic blog dengan berorientasi pada value tulisan (dan bukan pada manipulasi Search Engine Optimation).
 
Kita lihat saja nanti.  
__________________

".... ...."

guestx's picture

Miyabi, apa 'value' dlm penginjilan ?

gw tertarik dgn marketing 3.0. kalo strategi ini yg dipakai, apakah yg jadi 'value' dlm penginjilan ? 
 
apakah value yg ditawarkan  injil itu  ? bolehkah gw mengatakan "pembebasan org brdosa dr hukuman" sbg suatu value ? ataukah dlm pemberitaan injil harus disrempet2kan dgn value yg lg tren, sperti 'hijau', kesetaraan gender, kesetaraan ras, penghormatan hak asasi, kepedulian pd org miskin dll? kalo value yg sifatnya umum dianggap lbh berarti / penting daripada value yg ditawarkan oleh injil, apakah masih ada gunanya memberitakan injil ?
__________________

------- XXX -------

Miyabi's picture

@GuestX: Kerajaan Allah vs Penginjilan

Pemasaran tidak sama dengan Penjualan. Penjualan terjadi ketika barang atau jasa di-deliver ke konsumer, dan ia mengeluarkan uang sebagai pembayaran jasa atau barang itu.
 
Pemasaran sebuah gereja menurut saya adalah upaya-upaya menghadirkan Kerajaan Allah di tengah orang banyak. Ini menjadi semacam upaya petani menyuburkan tanah. Ada banyak batu dan semak duri di ladang. Kadar keasaman tanah juga belum tentu cocok dengan benih. Pengolahan tanah penting dalam pertanian modern.
 
Petani yang bijak tentu mengolah tanah terlebih dulu sebelum menabur benih. Begitu juga pedagang yang bijak akan melakukan pemasaran untuk mendukung penjualan.
 
Kekristenan punya nilai-nilai. Bahkan banyak nilai-nilai kekristenan yang sudah banyak diserap oleh dunia sekular. 
 
NIlai-nilai yang dipasarkan menurut saya adalah bagaimana gereja turut ambil bagian dalam permasalahan yang dihadapi umat manusia. Upaya ambil bagian ini tidak bisa cuma sekedar tempelan, sekedar supaya terlihat peduli.
 
Keterlibatan gereja dengan persoalan manusia ini bukan penginjilan (baca penjualan) melainkan upaya (dalam bahasanya gusdur) menghadirkan wajah Tuhan di bumi, alias menghadirkan Kerajaan Allah di bumi. Atau semacam upaya pengolahan tanah, dalam bahasa petani penabur.
 
Tentunya lebih enak menabur di lahan yang subur (seperti lagu yang sering dinyanyikan saat kolekte di gereja 2.0). Namun perluasan Kerajaan Allah tergantung dari kemauan kita untuk bekerja mengolah tanah yang tidak subur, supaya di tanah itu pun benih penginjilan bisa di tanam.
 
Kekristenan sudah masuk ke Indonesia sekitar 3-4 abad. Penetrasi pasarnya cuma paling banyak 10 persen. Gimana persepsi calon pelanggan terhadap kekristenan? Gimana pola pikir pemasar 'gereja' terhadap calon pembeli? Apakah calon konsumer adalah pembeli terdidik? Menurut saya ya. Sebagian besar mereka sudah pernah dengar produk yang namanya Yesus dan Gereja. Tanah ladang Indonesia mengandung kadar keasaman yang tidak ramah terhadap benih Injil. 
 
NIlai apa yang dibawa? Nilai yang universal? Yang harus dibawa adalah Nilai-nilai Kerajaan Allah. Dalam bahasa saya, kita memasarkan Bapak, supaya bisa jualan Yesus. 
__________________

".... ...."

smile's picture

Mi-yabi

Miyabi menurut smile ilustrasinya kurang pas jika dengan petani....bisa diberikan ilustrasi lain gak?
 
CMIWW.....
(coba anda baca lagi....., mulai dari :
Ini menjadi semacam upaya petani menyuburkan tanah. Ada banyak batu dan semak duri di ladang. Kadar keasaman tanah juga belum tentu cocok dengan benih. Pengolahan tanah penting dalam pertanian modern.
 
Petani yang bijak tentu mengolah tanah terlebih dulu sebelum menabur benih. Begitu juga pedagang yang bijak akan melakukan pemasaran untuk mendukung penjualan.)
 
-)
 
__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

Miyabi's picture

@smile

Ilustrasi petani itu buat nyontohin apa ya? Gue aja yg nulis lupa hahahah. Kalo ga salah "mengolah tanah = pemasaran" Menabur benih=penjualan
 
 
Ga cocoknya gimana, smile?
 
__________________

".... ...."

smile's picture

Miyabi, marketing dan sales

Ini menjadi semacam upaya petani menyuburkan tanah

smile :marketing tidak menjual, sales menjual.
sebenarnya ini sama dengan pengertian dari INTEL dan RESKRIM dalam KEPOLISIAN....
Keduanya memang berkaitan erat.
Yang satu mengintai....mengamati,..yang satu kemudian melakukan aksi, atau eksekusi.
 
yang miyabi katakan terlalu jauh pengertiannya. Jadikan itu sederhana.
MArketing ya memasarkan, ambil contoh sebuah produk.....
 
sales jelas menjual.tanpa harus marketing dulu. Itu sebenarnya yang benar, IMO-CMIWW...
 
tapi jaman sekarang tidak banyak seorang sales adalah seorang marketing langsung, dan seorang marketing langsung menjadi sales.
Itulah yang dikatakan sekali tepuk dua nyawa melayang.
 
selain untuk pengiritan, juga dirasa lebih fleksibel dan efisien...akan tetapi fungsi awalnya sudah jadi kabur akan tindakan yang dilakukan dimarket.
 
lagi lagi CMiWW
__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

Miyabi's picture

Smile: Marketing vs Sales

Penyebutan-penyebutan di perusahaan-perusahaan memang sering rancu antara sales dan marketing.  Malah makna sales seringkali udah merosot, sehingga supaya keren sebutan marketing lebih dipilih. 
 
Fungsi marketing adanya di pusat. Perusahaan cabang nggak melakukan marketing. Dia cuma mengeksekusi marketing plan di tingkat pusat. Kalo ada 1 staff marketing di kantor cabang, fungsi dia adalah jadi mata-mata dan melapor ke think tank di pusat.
 
Perusahaan distribusi malah nggak melakukan marketing. Mereka cuma menjual saja. Marketing plan sudah dibuatkan oleh perusahaan principalnya.
 
Marketing menyiapkan tanah supaya bisa menerima benih. Kalau tanah belum siap, maka benih akan ditolak atau tidak tumbuh dengan baik. Tugas marketing adalah mengedukasi pasar. Hati pelanggan yang keras itu dilembutkan supaya sales bisa menanam benih. 
 
 
__________________

".... ...."

smile's picture

Miyabi, serba salah

wah tetep teguh berdiri.....maksud smile ilustrasinya bisa dibuat lebih ke dunia masa kini, gak....duh,.....nangkepnya pada aneh aneh,...ya udah deh,....smile dari tadi udah ngerti,...kok,..cuma biar makin jelas mungkin buat yang lain, ilustrasinya dirubah,..tapi ya udahlah,....entar jadi disangka mau meruntuhkan kekonsistenan...serba salah.....hiks.
__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

lapan's picture

@Miyabi, value driven

Miya, pertanyaan gw sebenarnya mirip dengan guestx, dan gw masih belom ngeh dengan penginjilan model value-driven kaya gimana.
 
NIlai-nilai yang dipasarkan menurut saya adalah bagaimana gereja turut ambil bagian dalam permasalahan yang dihadapi umat manusia. Upaya ambil bagian ini tidak bisa cuma sekedar tempelan, sekedar supaya terlihat peduli.
 
Contohnya kegiatan membantu korban bencana alam, membangun sekolah walaupun bukan di tempat yang berjemaat kristen...?
 
Berarti kaya Mother Theresa gitu?
 
Trus knp yang dijadikan contoh oleh Miya adalah cara hai hai berblog ya?
__________________

imprisoned by words...

Miyabi's picture

@lapan: Hai-hai = Mother Teresa?

Kedengarannya lucu yah. Maksudnya tuh gini. Mother Teresa memperjuangkan suatu nilai-nilai. Pada mulanya tak ada dukungan dan berat. Tuduhan-tuduhan dan kritikan datang dari mana-mana. Pada akhirnya nilai-nilai itu diakui oleh orang banyak.
 
Hai-Hai juga datang membawa nilai-nilai, suatu tujuan-tujuan mulia. Contohnya soal hermeunetik, dia mau orang biasa pun mau melakukan hermeunetik. Dan dia mengkritik para lulusan sekolah teologia, yang nggak melakukan hermeunetik tapi malah cuma ngapal ajaran-ajaran dari buku-buku. Dia mendorong orang untuk kritis dan mau capek belajar Alkitab. Ini nilai-nilai.
 
Dalam menulis blog, banyak orang cuma mengangkat topik yang disukai oleh pembaca. Dengan begitu blognya jadi laris. Yang semacam ini masih kategori marketing 2.0 yaitu sebisa mungkin memenuhi kebutuhan dan keinginan pembaca (customer-oriented, dan customer-driven)
 
Hai-hai ngga menulis blog untuk menyenangkan perasaan pembaca. Kalaupun ada kebutuhan pembaca yang dipenuhi oleh Hai-Hai, barangkali adalah Hai hai mau melayani kebutuhan naluri purba manusia untuk berkelahi dan menyombongkan diri hwahahaha.
 
Kalaupun kemudian ada orang-orang yang setia membaca dan mendukung Hai-hai, itu karena mereka setuju dengan nilai-nilai yang diperjuangkan Hai-Hai.
 
Mereka setuju ma isi ajarannya Hai-Hai? Ya enggaklah, kan sesat 200% kata Dennis. 
 
 
__________________

".... ...."

lapan's picture

Oooo

Ic2... ngerti skrg hahahahah
 
__________________

imprisoned by words...

Rusdy's picture

@Miyabi: Good Observation

"...melayani kebutuhan naluri purba manusia untuk berkelahi dan menyombongkan diri..."

Hmmm... pantes klewer makin lama makin laku yah :)

Miyabi's picture

Bob Sadino dan telur busuk

Ada ibu-ibu cerewet tukang kritik belanja telur ke toko ayam milik Bob Sadino. Dasar iseng, sengaja ke dalam keranjang dimasukkan 1 butir telur busuk.
 
Setelah beberapa lama, si ibu cerewet itu datang dan marah-marah mencak-mencak. Bob Sadino membela diri bahwa telurnya semua bagus. Lalu ia memberi 1 keranjang telur sebagai ganti yang busuk itu, dan kalau ada yg busuk lagi, ia akan ganti lagi 1 keranjang.
 
Si ibu cerewet yang puas itu kemudian tak jemu-jemu memuji bahwa toko milik Bob Sadino yang paling top di seantero kemang. Jadi juru iklan gratis hahaha.
 
Berbagai versinya saya dengar di radio, di buku dan di TV, diceritakan langsung oleh Om Bob maupun oleh orang lain. 
 
 
Entah itu beneran atau cuma karangan. Untung saja, Bob Sadino berhasil mengubah pengkritik menjadi advokat. Kalo terbukti ada unsur kesengajaan bisa jadi kriminal: perbuatan tidak menyenangkan.
__________________

".... ...."

guestx's picture

Miyabi, jadi kepikiran

Baca ini di bawah
 
Marketing menyiapkan tanah supaya bisa menerima benih. Kalau tanah belum siap, maka benih akan ditolak atau tidak tumbuh dengan baik. Tugas marketing adalah mengedukasi pasar. Hati pelanggan yang keras itu dilembutkan supaya sales bisa menanam benih. 
 
gw mangut-mangut. iya juga ya.
 
tp, gw kaitkan dgn ini 
 
Dalam bahasa saya, kita memasarkan Bapak, supaya bisa jualan Yesus.
 
gw jadi mikir lagi : mana yg jd tujuan, mana yg jadi jalan? apakah org 'beli Yesus dulu' agar dapat 'Bapa" ataukah org 'beli Bapa dulu' agar 'dapat Yesus'? apakah Yesus itu Jalan atau Tujuan?  jangan-jangan metafora pemasaran utk penginjilan emang gak pas. nah, tuh, napa juga miyabi pake kata "omong kosong pemasaran" di judul blog ini?  omong kosongnya di bagian mana ya?
__________________

------- XXX -------

Miyabi's picture

@guestX: pepesan kosong

Tadi malam udah liat komen ini tapi ngantuk jd baru bales sekarang... *alesan* 
 
Saya senang pake kata omong kosong. Sebenarnya ga tepat. Yg saya maksud sebenarnya pepesan kosong, yaitu obrolan santai ga serius. 
 
Penjualan adalah bagian dari pemasaran. Pemasaran membawahi berbagai bidang: ada penjualan, ada branding, ada account management, perilaku pelanggan dll.
 
Penginjilan ada di mana posisinya? Kalau penginjilan diartikan sebagai menyebarkan kabar baik, maka bisa diparalelkan dengan pemasaran. Namun jika penginjilan = bikin orang terima yesus jadi juru selamat, maka penginjilan = penjualan. Keputusan menerima Yesus paralel dengan keputusan membeli alias closing penjualan. Tapi kan ga semua gereja menganut asa "terima-terima" yesus.
 
Paling aman metafornya adalah:
pemasaran = menghadirkan Kerajaan Allah di bumi (ini sebetulnya juga injil/kabar baik/dalam arti umum)
penjualan = mengawabarkan keselamatan (penginjilan dalam arti khusus)
 
Di Indonesia, Yesus sebagai brand kurang bagus. Ibarat tanah ladang, kadar keasaman tanah Indonesia cukup tinggi dan resisten terhadap brand Yesus Kristus. Para pemasar musti sadar ini. Musti turun ke lapangan dan lihat sendiri. Ada resistensi terhadap brand. Para pemasar seringkali berkaca pada buku-buku luar negeri di mana Yesus punya citra baik sebagai brand. Di Indonesia, ntar dulu.
 
Mana jalan mana tujuan? Ini ntar dulu. Memasarkan Bapa untuk jualan Anak, ntar dulu juga. Ngarang-ngarang dulu.
__________________

".... ...."

peterkambey's picture

value dalam penginjilan akhir zaman

menurut saya, value penginjilan di akhir zaman ini adalah menerapkan prinsip nilai-nilai kerajaan Allah di muka bumi. Belakangan ini, banyak hamba-hamba Tuhan yang bicara soal ini dimana orang-orang di Ministry dan Market Place saling memahami posisi masing2, bahu membahu dalam menegakkan kerajaan Allah.
 
Saya baca buku Kingdom Driven Church tulisan Pdt. Ir. Wiryohadi di Bab 4 dia tulis soal SOP (juklak) Kerajaan Allah, mengasihi sesama, Yesus yang tergerak oleh belas kasihan. Ini value untuk penginjilan marketing 3.0 di akhir zaman.
 
how is that?
Miyabi's picture

Value Penginjilan

Setuju.
 
 
__________________

".... ...."

Purnomo's picture

@Miyabi, thx

untuk informasinya yang berguna bagi saya yang sedang mencari bentuk kegiatan  "memasarkan" gereja saya.

Salam.

peterkambey's picture

thx buat kritikannya..

Hallo Miyabi,
 
Thx buat kritikannya. Itu kritik membangun dan saya sangat menghormati itu. Saya orang tehnikal pada dasarnya, bertahun-tahun berkutat dengan IT networking/programming dan baru 6 bulan terakhir meng-'upgrade' diri dengan tantangan di dunia konsultan dan sales IT. Konsep marketing 1.0, 2.0 dan 3.0 totally new for me. Itu memang ide hebat yang saya baru tau. Lain waktu saya akan nulis lagi soal IT Evangelism dengan konsep baru. kita liat aja nanti...
 
 
PlainBread's picture

Marketing a la Roh Kudus

Gimana tanggapan penulis blog kalo dibilang marketingnya seharusnya diserahkan kepada Roh Kudus? Jadi tidak usah pake strategi atau konsep, tinggal ikut "angin" berhembus?
Miyabi's picture

marketing ala Roh Kudus=jualan ambience

Jualan ambience memang musti ikut ke mana "angin: berembus. Contohnya, kalau ada tempat nongkrong baru yang lagi "in" di kemang, berbondong-bondonglah clubber dari seantero Jakarta, Bandung dan Bogor.
 
Jualan ambience tidak murah. Makanya StarBucks musti selalu siap membeli atau menyewa tempat paling strategis jika ada dibuka mall baru. Lokasi yang dekat pintu Utama dan high traffic itulah yang harus diambil Starbucks di Indonesia, karena dia menjual "A place to see and to be seen." Nongkrong di starbuck bukan cuma supaya bisa melihat orang lalu lalang, tapi juga supaya orang yang lalu lalang bisa melihat "Ini lho gue dan temen2 lagi nongkrong di Starbucks."
 
Pusat keramaian kota mestinya punya "angin" lebih kencang dan cocok untuk memarketing kan gereja roh kudus. Jemaat bisa langsung belanja ke supermarket sehabis kebaktian. Anak muda bisa janjian dengan teman, nonton atau makan, atau fitness atau main iceskating, lalu sorenya kebaktian dulu di gereja di mall yang sama.
 
Bisnis hiburan adalah jualan peristiwa. Peristiwa yang luar biasa akan cepat berubah jadi biasa saja. Ke mana angin berhembus susah ditebak. Kadang orang berbondong ke pusat hiburan di keramaian kota, kadang memilih kafe rumahan di pinggir kota. Kadang ramai orang datang ke gathering-gathering di villa, atau menyulap lapangan sepak bola.
 
 
__________________

".... ...."

PlainBread's picture

@Miyabi Ambience

Betul banyak yang ambience (bukan penyakit dubur). Tapi permasalahannya mereka meniru yang di alkitab -meniru dalam makna denotatif, bukan konotatif-
 
Misalnya soal Paulus karam kapalnya karena Roh Kudus tidak mengijinkan dia pergi menginjil ke suatu tempat, melainkan ke tempat lain. Atau Yesus yang menghindar dari tempat atau orang2 tertentu karena Roh Kudus menggerakkan Yesus ke arah yang lain.
 
Permasalahannya memang Roh Kudus akhirnya jadi excuse (bukan reason) dalam menutupi kekurangan atau kebusukan:
 
1. "Ini Roh Kudus yang ngomong" sering dikatakan supaya tidak dibantah
 
2. "Ini Roh Kudus yang bekerja" supaya orang bilang usaha atau hasil pekerjaannya berada di jalur yang benar yaitu jalur Tuhan.
 
Jadi bagaimana membedakannya?
 
Saya setuju dengan konsep marketing karena saya termasuk cucu murid Kotler. Gereja2 yang bertendensi roh kudus pun ternyata memakai konsep2 marketing seperti perusahaan2 di dunia, seperti yang anda ceritakan, menentukan lokasi gereja, cara penginjilan, kemasan kebaktian, dll.
Miyabi's picture

@PB Mengukur Roh Kudus

Kita nggak bisa mengukur apa yang tidak bisa diukur. Karena nggak bisa diukur, maka susah buat kita menilai. 
 
Gereja dengan ajaran semacam itu musti diuji di bidang lain yang memang bisa diukur. Misalnya dengan mengaudit keuangannya.
__________________

".... ...."

peterkambey's picture

Belum terlalu telat

setelah surfing, googling, slideshare.net, wikipedia, dan ilmu2 gratis lainnya di internet, ternyata marketing 3.0 itu konsep yang masih baru, hot dan belom banyak yang mengadopsinya. Saya tadinya berpikir gereja Tuhan udah out-of-date soal prinsip2 penginjilan ala marketing 3.0 ternyata masih bisa dikejar mumpung di dunia sekulerpun belom semua mengadopsi prinsip2 ini.
 
Let's do it. Pak Gembala @purnomo, ayo pak, masih belom ketinggalan.
 
Miyabi's picture

Dari Indonesia

Betul, memang masih baru. Philip Kotler dan  Hermawan Kartajaya belum lama menerbitkan "Marketing 3.0: Values-Driven Marketing", (Gramedia Pustaka Utama, 2007). Meski Indonesia tidak punya industri, dan jadi bulan-bulanan karena dijadikan pasar oelh produk asing, namun cukup membanggakan bahwa Marketing 3.0 ini disusun salah satunya oleh Guru Marketing asal Indonesia.
 
 
 
__________________

".... ...."

iik j's picture

Apa Penginjilan? atau Penginjilan Apa?

Apa sih Penginjilan?
Hanya sekedar menawarkan kepada seseorang "suatu produk" bernama yesus dan semua berkat2Nya? atau apa????
 
Prakteknya di lapangan tidak semudah yang dituliskan, dikatakan, dan digembar-gemborkan.
 
bahkan, tulisan2 menawan di SS yang mengatasnamakan ini PENGINJILAN melalui MEDIA INTERNET pun menjadi tidak berarti karena itu lenyap sekejap saat diperhadapkan dengan tantangan INJIL yang sebenarnya di dunia nyata.
 
ditambah lagi, semua nilai tambahan, semua 'penyimpangan' yang dilakukan bertahun -tahun oleh yang menyebut dirinya "pemberita Injil' yaitu GEREJA, membuat Injil dan penginjilan yang disebut 'modern' menjadi sesuatu yang aneh, asing, menyebalkan dan memuakkan!
 
jadi apa sih penginjilan?
 
 
Rusdy's picture

Praktek Penginjilan

Saya suka pembedahan teologis 'Penginjilan' versi John Dickson dari bukunya "Promoting the Gospel". Review yang lumayan comprehensive di http://johndickson.org/files/promotingthegospeEFACreview.pdf

Duh, iik jadi ingetin saya, itu buku saya kemanain yah? Soalnya banyak tips praktis dalam memberi 'Gospel Bites' (dah lama nggak baca, jadi nggak inget contohnya).

iik j's picture

Berani praktek?

Beberapa orang mengatakan saya SOMBONG, tinggi hati dan sok belagu waktu saya menantang mereka yang berani 'BICARA' (entah berupa tulisan atau perkataan/kotbah) banyak di depan banyak orang tentang teori Penginjilan dsb, untuk praktek di lapangan.
 
Akhirnya alasan yang banyak dikemukakan adalah alasan2 'teologis' yang bahasanya saya tidak tahu artinya. 
 
HAH! Bilang aja takut, cemen! susah banget! ha ha ha ha.. pake alasan teologis segala... weeeeeeeeeeeeekkk...
 
kayaknya aku pernah kasih link tulisanku sendiri ini di sini... tapi kupasang lagi aja ah... biar bikin kuping panas... (aku lagi jahat nih hari ini Rus... hi hi hi)... yaitu tentang INJIL YANG TELAH MENJADI ASING
 
Padahal Rus,... apa sih penginjilan? Buka alkitab di depan orang, tunjukin dosa orang itu "heh kamu itu pezinah... bla bla bla... " atau yang bagaimana?
 
Begitu banyak caranya, misterinya, yang tak terselami... tapi bisa dialami... bagi yang MELAKUKANNYA.
 
Sampe hari ini. Saya masih hanya terpesona pada satu orang yaitu YESUS KRISTUS sendiri yang bisa sebegitu nyaman nya duduk bersama pendosa, tapi juga sangat mengasihi mereka... keren bener. aku masih jauh dari teladanNya.
 
Kok Yesus bisa ya... deketan sama Zakheus, perempuan pezinah... tapi tidak menyerang mereka 'gila-gilaan' tetapi justru mengulurkan tanganNya yang penuh kasih. dan memberitakan anugerah itu.
 
Kita? He he .. boro - boro duduk... (yang dah pasti pikiran kita akan langsung mainin hal-hal negatif), satu gereja, hallah .. kejauhan... satu web sama teman 'seiman' (yang ga keliatan mukanya) aja gontok2 an... ha ha ha ha (nyindir mode on).
 
Btw... Injil memang hebat! dan PENGINJILAN itu misteri... tetapi tetap aja dasarnya harus satu yaitu memiliki HUBUNGAN DENGAN KRISTUS, seperti yang dinasehatkan 1 orang kepadaku semalam. Biar kamu penuh Ik... sampe penuh melimpah... sehingga waktu Injil itu kamu beritakan itu benar-benar menjadi berkat bagi banyak orang..  (thanks buat nasehatnya)
 
So... ga usah banyak konsep ... kalo emang penuh dengan hal-hal alkitab, teori2 teori alkitabiah... ayo praktek!!
 
Seep kan?
 
PlainBread's picture

@Iik Tetaplah sombong

Iik, tetaplah sombong. Saya dukung.
ely's picture

Formula Pe-i

Salam kenal Miyabi,

Terimakasih karena menjelaskan secara terperinci apa yang anda maksudkan dengan penginjilan dan pemasarannya.

 Saya sangat setuju dengan pendapat Miyabi bahwa penginjilan dengan nilailah yang seharusnya diterapkan dalam pemasaran saat ini. Seperti kutipan di bawah ini :

 Jika Peterkambey berminat betul-betul menggunakan marketing dalam penginjilan, maka yang musti dipilih adalah paradigma terbaru, yaitu marketing 3.0 (value driven). Penginjilan dengan paradigma marketing 3.0 jutsru sudah lama dilakukan oleh gereja-gereja eropa, bahkan marketing 3.0 itu sendiri terinspirasi oleh kerja-kerja sosial organisasi-organisasi agama.

Sementara sebaliknya gereja-gereja teologi kemakmuran justru mempraktekkan marketing 1.0.

 Di sini saya melihat bahwa anda menyarankan Peterkambey untuk musti memiliih melakukan pemasaran jenis 3.0.

 Yang ingin saya tanyakan, apakah menurut Miyabi jenis 1.0 dan 2.0 tidak memiliki nilai?

Menurut saya, dari defenisi pemasaran  jenis 1.0, 2.0, 2.5 dan 3.0, semuanya memiliki karakteristik tersendiri yang unik, dan tentunya dalam penerapannya juga pasti berbeda-beda.

Sedikit yang ingin saya sampaikan, tanpa memandang gereja, organisasi dan lainnya, menurut saya semua jenis pemasaran yang anda jelaskan sangat dibutuhkan dalam penginjilan,

Alasannya,

1.0 (Product – Driven),  berbicara tentang produk, sebenarnya tidak musti hanya berbicara tentang Adam dan Yesus, seperti yang anda katakan. Tetapi tentang apa isi Firman Tuhan, itulah yang kita pasarkan, menurut saya. Hanya saja, perlu kita kemas lagi sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga apa yang menjadi produk relevan dengan konsumen. Sehingga andapun tidak bosan dengan khotbah tentang Adam dan Yesus. ( “back to bible”, itu yang sering di katakan banyak orang, dan saya sangat setuju dengan hal ini).

2.0 (Customer – Driven), saya sependapat dengan anda bahwa ketika melayani yang kita layani bukan hanya untuk menyenang seseorang atau menjilat seseorang sehingga orang tersebut pun akhirnya dapat saja berpikir bahwa ikut Yesus itu kita akan selalu diberkati (sering diistilahkan dengan teologi kemakmuran). Tapi menurut saya, metode ini juga perlu supaya kita dapat melakukan pendekatan pada mereka yang baru mengenal Kristus (seorang bayi, tidak baik bila langsung diberi makan nasi keras). Hanya diterapkan untuk orang2 spesial.

2.5 (Purpose-Driven), saya sebenarnya lebih setuju dengan metode ini, karena tidak mungkin sesuatu dapat berjalan dengan fokus tanpa sebuah visi.

3.0 (Value-Driven), ketika nilai hanya dilihat dari satu sudut pandang saja, maka nilai itu sendiri dapat berkurang harganya.Begitu juga bila kita hanya menerapkan suatu sistem hanya untuk mengejar nilai saja, maka kita bisa saja menyimpang dari tujuan kita sebenarnya.

Bagaimana, kalau semua sistem di satukan untuk menjadi sebuah formula penginjilan, dengan jenis 4.0 (love-Driven) ??

 

Hanya sekedar pendapat ...

__________________

Lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ...

Miyabi's picture

@3m1: drive

Sebuah perusahaan musti menyeimbangkan sekian kepentingan:
pemilik, investor, managemen, karyawan, konsumen, masyarakan umum, masyarakan lokal (lokasi terdekat perusahaan), kompetitor dan pemerintah. 
 
Ada berbagai pendekatan managemen strategis dalam upaya-upaya menyeimbangkan kesemua stake-holder tersebut. misalnya yang disebut Balanced Score Card (BSC). Jadi CEO memantau indeks perkembangan tiap stakeholder itu dan menggunakannya dalam menentukan kebijakan.
 
TIap stakeholder punya kepentingan sendiri:
- investor maunya modal kembali plus keuntungan,
- owner maunya usaha hidup terus dan tetap untung (padahal usia unit bisnis biasanya cuma 10 tahun trus mati, dan musti cari jenis usaha baru)
-managemen dan karyawan maunya gaji naik terus, dan naik jenjang karir 
-masyarakat lokal maunya dapet jatah, entah jatah uang keamana, uang kompensasi lingkungan ataupun jatah lowongan
- masyarakat umum punya kepentingan
-kompetitor juga mau merebut untung 
-pemerintah mau pajaknya dibayar, regulasi ditaati, oknumnya pengen diberi jatah juga
 
Kepentingan-kepentingan stake holder itu tidak semuanya innocent. Bagaimana dengan gerjeja? Stakeholdernya pun mirip-mirip perusahaan: ada sinode (pemegang merk), ada pendeta-pendeta, ada penatua, pekerja-pekerja, ada jemaat, ada calon jemaat, ada masyarakat lokal, ada masyarakat umum, ada gereja lain ada pemerintah, plus mungkin ada setan-setan dan nabi palsu juga :)
 
3m1 :Yang ingin saya tanyakan, apakah menurut Miyabi jenis 1.0 dan 2.0 tidak memiliki nilai?
 
Persoalannya bukan punya atau tidak. Komunikasi pemasaran memfokuskan pada suatu pesan dan nilai-nilai bukanlah yang utama dikomunikasikan. Pada pemasaran 1.0, klaimnya adalah "kecap kami nomor 1". Pada pemasaran 2.0 klaimnya adalah "kami paling peduli kebutuhan Anda."
 
Grameen Bank tidak berkampanye. Dia langsung terjun memberi kredit modal kepada orang-orang miskin, pedagang, petani, penjahit. Grameen Bank diekspose oleh orang lain karena setuju dan mendukung nilai-nilai yang diperjuangkan Grameen Bank, yaitu supaya orang kecil bisa mengatasi kemiskinannya sendiri, dengan berusaha.
 
Apakah dengan program cuci tangan, Lifebuoy betulan peduli dengan kesehatan anak-anak? Ya mungkin saja. Tapi apakah Grameen Bank peduli dengan orang miskin? Saya percaya YA.
 
 
Bagaimana, kalau semua sistem di satukan untuk menjadi sebuah formula penginjilan, dengan jenis 4.0 (love-Driven) ??
 
Kalau ada mobil dikasih 4 kemudi (drive), maka supirnya kebingungan. Apalagi kalau supirnya juga 4 orang :D, semuanya mau maju, malah mobilnya ga bisa jalan.
 
Love itu juga nilai-nilai. Namun kata lagunya kermit the puppet show: "Semua bisa bilang cinta, semua bisa bilang. Apalah artinya cinta, tanpa pengorbanan..."
 
Kalo Mohammad Yunus mau capek-capek keliling membina dan memberi kredit mikro ke orang kecil. Sangat mungkin ini juga karena cinta.
__________________

".... ...."

Rusdy's picture

PI 5.0

Saya lebih suka PI 5.0, semua yang di atas (1.0 sampe 4.0), ditambah dengan cara yang culture sensitive, contoh:
- Bak musik, kalo pada doyan keroncong, ya bikin mazmur dengan musik keroncong
- Kalo yang di-PI-kan suka merunduk-runduk ketika berdoa, ya silahkan
- kalo yang di-PI-kan tidak akademis, ya harap menjelaskan tanpa jargon yang bikin pusing
- Kalo yang di-PI-kan doyan nge-fesbuk, ya lewat fesbuk

Tapi kalo 5.0 masih kurang keren, mungkin dinamai versi 5.1.3, release 2010, build 4123?

lapan's picture

Upgrade PI 2.0

Customer driven donk. hehehehe... Versi upgradenya ya.
 
PI 2.0++
__________________

imprisoned by words...

Rusdy's picture

@lapan: nggak mao kalah

Oiya yah, tul juga. Kalo gitu versi 5.0 saya yang baru mencakup versi 1.0 sampai 4.0, bedanya sekarang dtambah dengan nomer terakhir yang mutakhir. Kalo ada yang bikin 6.0, ya nanti saya bikin 7.0. Rumusnya 'X+1,0', dimana X adalah nomer terakhir orang lain (yang bukan rusdi) buat.

lapan's picture

@rusdy, versi 6.0

6.66 hahahah
 
Gw kemarin baru ngitung uang arisan yang bisa gw dapet, dan ternyata 3 digit pertamanya 666... wew oot banget hahaha
__________________

imprisoned by words...

Miyabi's picture

jatah preman

Saya minta royalti 5%... 
__________________

".... ...."