Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kisah Seekor Ulat

cahyadi's picture

Seekor ulat terlihat di ranting pohon jambu. Tubuhnya yang kecoklatan diam tak bergerak. Ia merasa lunglai, lemas tak bertenaga. Sudah dua hari ini, si ulat tidak menemukan selembar daun pun yang bisa dimakannya. Masih terbayang di benaknya, kata-kata si daun muda yang ada di bagian bawah beberapa saat yang lalu, "Hai, ulat jelek... kenapa engkau ada di tubuhku! Ayo... pergi sana!!!" bentak daun muda itu.

Ulat hanya bisa terdiam sambil beringsut pergi. Entah sudah yang keberapa kalinya ia menerima perlakuan seperti itu. Semua daun yang dihampirinya berlaku sama, mereka tidak senang, jijik dan akan segera mengusirnya dengan semena-mena. Padahal ia hanya ingin meminta sedikit daun untuk mengganjal perutnya yang kosong. Ia sadar wajahnya jelek, tubuhnya pun penuh bulu-bulu halus yang amat menakutkan. “Ah… mengapa aku mesti terlahir seperti ini,” gumannya pasrah.

Dengan tenaga yang masih tersisa, ulat itu melanjutkan perjalanannya. Meski terasa berat, ia enggan menyerah. Sedikit demi sedikit, digerakkannya tubuhnya yang penuh bulu itu perlahan.

Akhirnya, ia sampai di sebuah daun yang sudah agak tua di ujung ranting. Dengan suara parau sambil menahan perih ia berkata, “Daun yang baik, bolehkah aku meminta sedikit bagian dari tubuhmu?”

Daun itu, yang sedang ‘merem-melek’ karena semilir angin tiba-tiba terlonjak. Dirasakannya ada sesuatu yang merayapi tubuhnya. Ia terbelalak ketika melihat seekor ulat penuh bulu berada di hadapannya. “Wahai ulat, mengapa engkau ada di sini?” tanyanya.

“Daun yang baik, sudah dua hari ini aku mencari daun untuk mengisi perutku, tapi semua daun yang aku temui malah mengusirku. Mereka tidak sudi membagi tubuhnya untuk makananku. Bolehkah aku meminta tubuhmu untuk mengisi perutku yang kosong ini?” harap ulat dengan suara memelas.

Daun itu terdiam. Ia membayangkan, tubuhnya pasti akan berlobang-lobang tidak karuan jika ia mengiyakan permintaan ulat itu. Ia menjadi bimbang. “Mengapa engkau ragu? Mengapa engkau takut jika tubuhmu berlobang? Bukankah itu tidak akan membunuhmu? Bukankah ini kesempatanmu untuk berbuat baik kepada ulat itu? Bagaimana jika ulat itu mati karena engkau tidak mau menolongnya?” ujar nuraninya bertubi-tubi.

Dan daun itupun mengangguk. “Ya, mengapa aku mesti membiarkan ulat itu mati kelaparan padahal aku bisa berbuat sesuatu untuk menolongnya?” gumannya. Akhirnya, dengan sukarela dan ikhlas, ia memberikan tubuhnya untuk dimakan ulat itu.

Beberapa hari berlalu. Ulat itu telah berubah menjadi kepompong. Dan kini, kepompong itu perlahan-lahan membuka. Ada makhluk mungil yang keluar dari dalam kepompong. Awalnya sulit sekali. Namun perlahan, makhluk mungil itu bisa membebaskan seluruh tubuhnya. Kemudian dikepakkannya kedua sayapnya. Wow… ternyata ulat itu telah berubah menjadi kupu-kupu yang sangat indah.

“Daun yang baik hati, terimakasih atas segala pertolonganmu. Aku yang dulu jelek dan tidak dihargai kini telah berubah menjadi ‘pribadi’ yang lebih indah. Semua itu terjadi karena perhatian dan pengorbanan yang engkau berikan untukku. Kini, terimalah salam kasihku untukmu,” Kupu-kupu itu memberi hormat. Sesaat kemudian, ia pergi menuju ke langit.

Daun tersenyum bahagia. Tak dirasakannya semilir angin yang membuat tubuhnya melayang jatuh ke tanah. Ia pasrah karena itu sudah takdirnya.
 

Hannah's picture

Iiih ada ulel melingkel2

Gw gak suka ulat tapi gw suka sekali tulisan elo, mas .. lanjooot dah  hihi

"Literary interpretation is in the eye of the beholder."

__________________

“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi

Rusdy's picture

Ada yang Iseng...

Komentar ndak nyambung:

... sayangnya penderitaan si ulat tidak berhenti di situ, ternyata ada anak usil yang sedang mengamati perihnya jalan si ulat. Bukannya merasa iba, ia mengambil ulat tersebut dan bermain dengannya di pasir. Oh, tragisnya hidup si ulat...

catatan kaki:

cerita yang bagus, komentar di atas semata-mata dilahirkan karena mood isengnya si rusdi lagi kumat...

smile's picture

cahyadi

Cahyadi,....keren yah,..bisa nyeritain ulat....(kayak Jim Carey)....juga bisa ngerasaain daun yang tersenyum,....

(namanya juga cerita yah....)

Kalau manusia nya  jarang yang begitu yah???? KECUALI SMILE...hihihihi

(narsis mode on)

Sincerely,
smile

*Penakluk sejati adalah orang yang bisa

menaklukkan dirinya sendiri*

 

__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

dReamZ's picture

dunia tumbuhan n binatang

gw slalu suka ama tulisan ttg kebaikan. Cuma mungkin karna yang disini make conto binatang n tumbuhan, gw pribadi aga susah bayangin. Tapi ini hanya ntuk gw aja koq, gw aja kale yang aneh ehehehe.. after all, tulisan2na cahyadi bkal slalu jd paporit gw ;)

Yang gw baca didunia tumbuhan n binatang, kaga ada yg namanya kebaikan tanpa balasan. Smuanya hanya hubungan symbiosis saja, karna masing2 ada keuntungan.

Misalnya pohon bkal ngijinin binatang ntuk makan buah mereka, karna waktu binatang makan biji dr buah yg dah masak, bakal tercecer n makin banyak de tuh tumbuhan. Ntuk cegah binatang ngambil buahnya sblun masak , tumbuhan buat poison yang buat binatang sakit peyut.

N klo tumbuhan yg di awal bumi tercipta, yang waktu bumi penuh oksigen n dimana2 ada api. Tumbuhan yang rebutan air, mala manfaatin situasi itu ntuk bakar saingan tumbuhan mreka ehehe

so intinya semuanya hanya ntuk kepentingan sendiri ntuk bertahan hidup.

heheh cuma yang jg masi teori sih, masi bisa salah kalo ternyata ditemukan bukti yang berbeda...

 

ebed_adonai's picture

@cahyadi: penasaran...

Ulat.. Binatang yang indah, walaupun saya agak "geli-geli" kalau harus berdekatan dengan mahluk yang satu ini.

Mas Cahyadi terinspirasi oleh ulat-ulat yang ada di pekarangannyakah? Saya juga sedang cari-cari ulat nih mas, khususnya ulat yang itu tuh, yang kaki-kakinya hanya ada di ujung-ujung tubuhnya aja (merayapnya jadi seperti berjingkat-jingkat gitu). Udah muter-muter ke mana-mana gak dapet-dapet. Capek. Mungkin memang lagi nggak musimnya.

Kalau memang ada di rumah mas Cahyadi ada, ke Semarang pun ane samperin dah, hehehe..

Shalom!

(...shema'an qoli, adonai...)

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)