Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Terimakasih Buat Luka Itu
Dahulu, sebagai seorang anak ada satu hal yang paling tidak saya sukai : rasa sakit, baik itu yang bersifat fisik ataupun yang bersifat psikis. Kadang luka itu membuat saya menyerah kalah, atau sebaliknya . . .
Dari dulu sampai sekarang saya cenderung menjadi orang termuda di komunitas saya. Konsekuensinya saya adalah orang yang paling sering dijadikan figur "pupuk bawang" dalam permainan, dan harus bekerja keras supaya dapat mensetarakan diri dengan teman-teman yang usianya berada di atas saya.
Saya selalu ingat pengalaman sekolah pertama saya. Tidak seperti kebanyakan anak lain, saya ngotot tidak mau masuk Taman Kanak-Kanak dan ingin langsung duduk di SD. Saya sendiri lupa bagaimana ceritanya, tapi kengototan saya berhasil meluluhkan ayah ibu untuk langsung memasukkan saya di SD. Begitupun cerita selanjutnya tidak selalu berjalan mulus.
Kala itu teman-teman saya telah kenyang makan pengalaman dari bangku TK, sementara pengetahuan saya masih nol besar. Setiap hari saya harus berhadapan dengan "luka-luka" implikasi dari usia saya yang masih terlalu muda. Saat teman-teman sudah bisa membaca, saya masih terbata-bata mengeja. Saat teman-teman sudah dapat beratraksi dengan gerakan motoris yang luar biasa cekatannya, saya masih kesulitan menyeimbangkan tubuh dan sering terjatuh. Teman-teman yang bertubuh besar pun sering menggoda saya dengan menggelitiki tubuh saya (hingga sekarang pun saya masih phobi akan kelitikan). Terang saja saya yang bertubuh lebih kecil kalah telak.
Awalnya saya sering menangis dan bersembunyi di balik tubuh ibu. Namun kemudian, setiap luka-luka kecil itu mengajar saya banyak hal.
Saat saya melihat teman-teman melakukan banyak hal-hal hebat, pertama kali saya merasa takjub dan kagum yang dibalut rasa rendah diri. Kemudian, saya mencoba ikut-ikutan melakukan "kehebatan-kehebatan" itu. Semakin saya tidak dapat melakukannya, semakin saya berusaha. Begitu seterusnya, hingga saya bisa menjadi setara dengan teman-teman, dan tak lagi sembunyi di balik tubuh ibu.
Saya akui menghadapi luka itu tidak mudah. Apalagi seiring bertambahnya usia, dan bertambah pula kompleksitas masalah.
Pengalaman masa kecil saya mengajarkan, luka tak selamanya melumpuhkan. Justru ia bisa membawa kita maju.
Dan mungkin upaya menghadapi luka pulalah yang menjadi salah satu penyebab perputaran dunia.
Tuhan terima kasih telah beriku luka.
- clara_anita's blog
- 3374 reads
Membentuk Mental
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*