Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Social Order
Dari kecil, saya selalu menggemari ilmu-ilmu pengetahuan alam (IPA), terutama fisika dan matematika. Entah kenapa, mungkin ini disebabkan karena begitu indahnya keseimbangan alam dan interaksi dengan sesamanya. Contoh: saya selalu terkagum-kagum bagaimana planet-planet bisa mengitari matahari, dari bentuk orbit, rotasi planet, sampai revolusinya. (Geek alert!!)
Lain dengan ilmu-ilmu sosial, bagi saya, ini sangat sulit dimengerti. Tak seperti ilmu pengetahuan alam yang memiliki logika yang konsisten, ilmu-ilmu sosial jauh lebih banyak menghafal, tak ada logikanya. Mungkin ini salah satu faktor utama mengapa saya tidak menyukainya: saya suka logika, bukan hafalan :)
Di ilmu alam, terdapat 'natural order'. Maksudnya, ada hukum yang mengatur keseimbangan alam. Contoh: 'Gravitational force' dan 'rotational force' menjaga keseimbangan planet-planet yang mengitari matahari. Kalau tidak, bumi yang kita diami saat ini sudah hilang menerawang kemana-mana :)
Di ilmu sosial pun, sebenarnya terdapat 'social order', yaitu hukum-hukum yang mengatur keseimbangan sosial. Kita tidak butuh seorang profesor untuk mengetahui, bahwa saat ini 'social order' mengalami kepincangan, bak bumi yang sudah lepas dari orbitnya. Contoh: kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, berbagai tindak kejahatan, kemacetan :), dan lain sebagainya.
Di sepanjang sejarah, tidak sedikit yang mencoba untuk mengerti 'social order' ini. Dari teori-teori pemerintahan (komunisme, demokrasi, dan lain sebagainya), teori ekonomi, filosofi, dan banyak lainnya. Agama-agama pun bermunculan untuk mengatasi masalah 'social order' ini. Mulai dari acara korban-korbanan untuk meredam amarah 'Sang Pencipta', sampai beragam ritual yang harus diikuti untuk menciptakan kesalehan beragama.
Contohnya saja:
- Bu 'D' berkata, "Penderitaan ada karena adanya keinginan";
- Pak 'I' berkata, "banyak-banyaklah berkorban";
- 'A-A' berkata, "Nikmatilah dunia selagi bisa";
- 'H' berkata, "Batasilah kebebasan manusia".
Wah, kalau mau disebutkan teori-teori 'social order' yang ada saat ini, tak ada habis-habisnya deh! Ada yang terdengar benar, ada yang 'nyentrik', banyak juga yang 'ngaco'.
Tidak sedikit pula yang membela mati-matian (literally) membela 'social order' mereka, dan sampai memaksa yang lainnya untuk mengikutinya. Siapa sih, yang berhak menentukan hukum sosial ini?
Untuk orang awam seperti saya ini, yang membenci ilmu-ilmu sosial, praktisnya bagaimana? Contoh: bagaimana mengatasi kemacetan di kota-kota besar? :)
- Rusdy's blog
- Login to post comments
- 8716 reads
Rusdi.. macet????
bagaimana mengatasi kemacetan di kota-kota besar? :)
Oh ini tho... hasil perenungan selama di jakarta?
Cara mengatasi kemacetan kota besar.. buat banyak taman di dalam kota besar, pusat pusat kegiatan dan keramaian di spread tidak di satu lokasi.. demikian juga pusat-pusat perekonomian.. buat beberapa tempat sehingga tidak terpusat.. gitu loh... kalau Joli yang jadi...... buat partai dulu ahhhh
@rusdy: sosial juga punya logika!
Rusdy menulis:
"Lain dengan ilmu-ilmu sosial, bagi saya, ini sangat sulit dimengerti. Tak seperti ilmu pengetahuan alam yang memiliki logika yang konsisten, ilmu-ilmu sosial jauh lebih banyak menghafal, tak ada logikanya. Mungkin ini salah satu faktor utama mengapa saya tidak menyukainya: saya suka logika, bukan hafalan :)"
Ada bias yang menganggap ilmu alam lebih 'berkelas' dari ilmu-ilmu sosial. Dulu ketika duduk di bangku SMU, saya berkesempatan belajar di jurusan Ilmu Alam dan bias yang mengagungkan ilmu alam itu terasa begitu kental. Anak IPA dianggap lebih hebat dari anak IPS.
Ketika melanjutkan studi saya masuk ke bidang sosial, dan adalah keliru bila dikatakan di ilmu sosial tidak ada logika dan hanya menghafal. Bahkan saya jarang sekali menghafal dan lebih banyak memakai nalar. Justru logika harus berkembang pesat di cabang ilmu sosial [sama halnya dengan di bidang ilmu alam]. 'Laboratorium' ilmu sosial adalah dunia nyata yang cakupannya lebih luas dengan hasil yang tak terhingga. Lain halnya dengan di bidang ilmu alam yang keadaannya dapat diatur, dan teori yang dihasilkan pun umumnya berlaku pada kondisi tertentu seperti suhu kamar, atau STP. Padahal kebenaran tidak hanya berhenti di situ. Memahami manusia pun perlu logika yang tidak sederhana. Cabang-cabang kemungkinannya tidak berhingga.
Jadi kalau dikatakan ilmu sosial tidak perlu logika, saya tidak setuju.
Bahkan Pascal, sang ahli ilmu alam pun menyatakan' The heart has reasons which reason knows nothing of.' Jadi hati (yang sering diidentikkan dengan ilmu-ilmu sosia) pun punya logika bukan?
So, tidak ada yang lebih hebat dan unggul di antara keduanya sehingga tidak perlu ada kompetisi. Biarlah keduanya berjalan beriringan.
GBU
anita