Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Sekilas dari Keabadian (28)

John Adisubrata's picture

Kesaksian Ian McCormack

Oleh: John Adisubrata

ADAKAH YANG MENGASIHI AKU?

“Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” (1 Yohanes 4:7-8)

Setelah berpikir cukup lama, menimbang-nimbang alasan yang lebih tepat, yang dapat saya pergunakan untuk ‘menyentuh’ hati-Nya, saya berkata: “Tuhan, tidak ada seorangpun di dunia yang mengasihi aku. Sungguh Tuhan, ... tidak ada! Orang-orang yang berkata, bahwa mereka mengasihi diriku, selalu mempunyai tujuan-tujuan tersembunyi untuk mencari keuntungan bagi kepentingan-kepentingan diri mereka sendiri! Engkaulah satu-satunya yang mengasihi aku dengan kasih sejati yang tidak pernah kualami sebelumnya.” (1) 

Alasan yang saya utarakan itu pun ternyata tidak bisa membantu melaksanakan ‘keinginan’ saya! Oleh karena itu hati saya menjadi semakin gelisah dan tidak sabar!

“Baiklah aku memberi ‘salam perpisahan’ kepada dunia yang sudah kutinggalkan jauh di belakangku itu, agar Ia mengijinkan aku masuk ke dalam planet yang baru ini.” Lalu dengan penuh harapan saya menoleh ke belakang sambil bersiap-siap untuk mengucapkan: “Selamat tinggal!” kepadanya.

Tetapi pada saat saya hendak melambaikan tangan, saya menjadi terkejut sekali ketika melihat seorang wanita yang sedang berdiri di belakang saya. 

Ternyata di depan mulut terowongan sinar, dan juga tempat gelap gulita yang tampak jauh sekali di belakangnya, berdiri ibu saya, Marie McCormack.

Pada saat itu ia sedang menatap mata saya dalam-dalam, seakan-akan ingin mengingatkan, bahwa pernyataan yang baru saya katakan tadi tidak mempunyai dasar-dasar yang kuat!

Memandang wajahnya, saya menjadi malu sekali! (2)

Menyadari kekeliruan tersebut dengan hati pilu saya mengaku di hadapan-Nya: “Tuhan, … aku telah berdosa kepada-Mu, karena aku melupakan kasih dan kesetiaan ibuku sendiri. Memang benar, … dia-lah satu-satunya orang di dunia yang mengasihi diriku dengan kasih yang amat murni.”

Teringatlah saya akan segala kebaikan perbuatan-perbuatan yang sudah dilakukan olehnya bagi saya. Tentang … bimbingannya, tentang … ketulusan dan kesabaran hatinya, bahkan tentang … kesetiaannya untuk selalu berdoa bagi keselamatan hidup kami sekeluarga, ... terutama bagi keselamatan hidup saya!

Termangu-mangu saya berpikir: “Jika aku masuk di dalam kehidupan kekal ini, Mama tentu tidak akan pernah mengetahui, bahwa aku sudah menerima hadiah keselamatan hidup dari-Nya. Bukankah Tuhan sendiri yang menolong, kala aku memanjatkan doa ‘Bapa Kami’ di dalam ambulans. Dan hal itu bisa terjadi … hanya oleh karena kesetiaan Mama yang tidak pernah mau berhenti berjuang dan berdoa bagi keselamatan hidupku.”

Oleh karena itu saya menarik kesimpulan sendiri: “Jika Mama mendengar tentang kematianku, tentu ia mengira, bahwa aku sudah masuk ke dalam tempat penghukuman yang abadi. Tuhan ingin aku pulang untuk memberitahukan kepadanya, bahwa Allah yang disembah olehnya benar-benar ada! Sorga dan neraka bukan merupakan tempat-tempat khayalan manusia belaka, melainkan suatu kenyataan yang pasti! Tentu Ia ingin agar aku bersaksi kepadanya, bahwa kepercayaan yang diimani olehnya adalah kepercayaan yang benar!” (3)

Setelah cukup lama memperhatikan wajah ibu saya, saya menoleh kembali memandang Dia sambil berkata: “Tuhan, aku tidak akan pernah bisa memahami, mengapa atau bagaimana aku bisa berakhir di tempat yang maha indah ini. Tetapi sesuai dengan kehendak-Mu, ... aku bersedia untuk pulang kembali ke dunia, ... hanya untuk ibuku saja. Tuhan, … aku berjanji, mulai saat ini aku akan selalu berusaha mengikuti langkah-langkah-Mu. Karena aku ingin sekali datang kembali ke planet indah yang telah Engkau sediakan bagiku ini.”

Menanggapi pernyataan tersebut, Ia mengulangi lagi nasihat yang sudah pernah diucapkan oleh-Nya pada malam itu: “Ian, jika engkau ingin pulang kembali, engkau harus melihat segala-galanya melalui terang sinar pandangan mata yang baru.”

Kali ini saya mengerti maksud-Nya! Ia ingin, agar saya memandang segala-galanya sesuai dengan terang sinar pandangan mata-Nya. Mulai saat itu saya harus selalu menilai segala sesuatu sesuai dengan terang sinar pandangan mata yang kekal, … mata sorgawi, yaitu ... melalui mata kasih-Nya, melalui mata penuh kasih dan pengampunan! (4)

“Tuhan, … aku bisa memahami maksud-Mu. Tetapi … apakah yang harus kulakukan sekarang, agar aku bisa pulang kembali ke sana?” Sambil berkata saya menoleh ke belakang sekali lagi untuk memastikan adanya suatu tempat, dari mana saya datang, dan ... ke tempat yang sama saya harus pulang kembali.

Sekali lagi saya dikejutkan dengan sebuah visi yang lain!

Ternyata di belakang ibu saya, yang masih tetap berdiri di tempat yang sama, Ia menambahkan sebuah penglihatan baru yang amat menakjubkan!

(Nantikan dan ikutilah perkembangan kesaksian bersambung ini)  

SEKILAS DARI KEABADIAN (29)

Kesaksian Ian McCormack

KASIH ALLAH PADA DUNIA