Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Perusak Keharmonisan Keluarga
Waspadalah! Kehidupan modern mengandung ancaman bagi keluarga. Jika kita tidak berhati-hati, maka ikatan di dalam keluarga menjadi kendor, sehingga kesatuannya menjadi terancam. Kenali, apakah ancaman-ancaman berikut ini sudah ada di dalam keluarga Anda atau belum:
1. Egosentrisme
Dalam persaingan kerja yang sangat ketat di berbagai sektor, kita dituntut untuk menjadi manusia unggul. Supaya bisa tetap eksis, maka kita harus selalu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan.
Karena sudah terbiasa mengasah diri,jika tidak berhati-hati maka kita dapat terjerumus menjadi manusia yang berpusat pada diri sendiri (self-centered-person). Kita merasa tidak lagi tidak membutuhkan bantuan orang lain [dan Tuhan]. Kita juga tidak peduli pada kepentingan anggota keluarga lain. Dalam hal ini, Paulus menasehati, 'Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.'-(Fil. 2:4)
2. Ketiadaan Komunikasi
Sungguh ironis. Dalam era komunikasi yang serba canggih ini, banyak keluarga yang terancam pecah karena ketiadaan komunikasi! Penyebabnya sebenarnya sepele saja: masing-masing anggota tidak punya waktu untuk saling berbagi cerita atau sekadar bercengkerama. Mereka asyik dengan kesibukannya masing-masing. Rumah dianggap tidak lebih dari sekadar hotel, yang menjadi tempat menginap, dimana di antara penghuninya tidak saling mengenal secara akrab.
Sampai saat ini, belum ada yang bisa menggantikan keampuhan berkomunikasi lisan antar pribadi. Dengan komunikasi lisan ini, setiap anggota keluarga dapat berbagi kesuksesannya, kegagalannya, sukacitanya, pergumulannya. Setelah mengobrol, biasanya kita merasakan adanya kelegaan dan kesegaran baru. Raja Salomo berujar, "Perkataan orang dapat merupakan sumber kebijaksanaan dalam seperti samudra, segar seperti air yang mengalir."- (Ams.18:4)
3. Serba Penuntut
Bahaya lainnya adalah sikap serba menuntut. Sikap ini menuntut orang lain bersikap dan bertindak sesuai dengan ukuran dirinya. Dia tidak mau menerima orang lain apa adanya. Banyak orangtua yang menghendaki anaknya menjadi seperti yang mereka ingin mereka. Mereka kadang membanding-bandingkan anak mereka dengan anak orang lain. Mereka tidak menyadari bahwa setiap manusia diciptakan Allah secara unik.
Keluarga yang kristiani adalah keluarga yang menerima anggota lainnya, apa adanya. Mereka bisa menerima orang lain tanpa syarat karena Allah lebih dulu menerima mereka apa adanya pula. "Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia."- (2 Kor 5:16)
4. Bossisme
Saat ini kita sangat dimanjakan oleh teknologi dan fasilitas umum lainnya. Sekarang ini kita tidak perlu susah-susah memasak karena sudah masakan instan. Kita tidak perlu antri di bank untuk mengambil uang karena sudah ada ATM. Bahkan kalau kecapekan, kita dapat membeli kursi yang bisa memijat sendiri.
Jika tidak hati-hati, berbagai kemudahan ini akan membentuk mentalitas Bos! Kita terbiasa dimanjakan dan dilayani, sehingga enggan untuk melayani anggota keluarga lain. "Buat apa membuatkan teh hangat untuk suami! Toh, ada teh celup dan dispenser. Dia 'kan bisa bikin sendiri." Padahal bukan teh panas itu yang penting, melainkan sesendok "kasih" yang ditambahkan dalam seduhan teh itu. Telur ceplok yang digoreng oleh ibu dengan cinta, terasa lebih nikmat dibandingkan sebungkus sosis siap saji, yang diambil sendiri oleh anak di dalam kulkas. Yesus berkata, "Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu." [purnawan]
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- 5589 reads