Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Perumpamaan Tentang Jendela yang Pecah

Miyabi's picture

Membaca dennis dan dreamz menyinggung the law of deminishing return, saya pun jadi ingin membahas istilah ekonomi yang lain, yaitu soal broken window fallacy, sebuah kesalahan berpikir yang mengabaikan hidden cost (biaya tersembunyi) yg terjadi ketika kita merusak barang milik orang lain.

Diceritakan ada seorang anak yang bermain bola dan memecahkan sebuah jendela di toko milik ayahnya. Sang ayah kemudian mengeluarkan uang, membeli kaca baru untuk memperbaikinya. Kemudian ekonomi berputar, pemilik toko kaca menerima uang itu dan membelanjakannya sebuah sepatu baru. Tukang sepatu kemudian membelanjakan uang itu untuk keperluan lain dan seterusnya. Skenario serupa telah menjadi bagian dari hidup sehari-hari. Kemalangan satu pihak menjadi sumber manfaat bagi banyak orang. Sedemikian biasanya, dan sedemikian kita mendapat manfaat dari kejadian tersebut, sehingga perhatian kita teralih dari fakta bahwa ada satu pihak yang telah dirugikan.

Satu hal yang kemudian terpikirkan oleh saya adalah, bagaimana jika perbincangan ekonomi tersebut kita geser ke persoalan sosial, di mana kerugian ekonomi (biaya perbaikan jendela pecah) kita tukar dengan kerugian non-ekonomi?

Bagaimana jika seseorang melakukan tindakan tidak menyenangkan bagi seseorang yang lain. Namun dari peristiwa tersebut orang-orang di sekitarnya mendapatkan hikmah/pelajaran. Apakah ini termasuk dalam broken window fallacy?

Am I being too sensitive? Ataukah apa yang disinyalir oleh JF sebagai "ampas" dalam salah satu blognya ADALAH indikasi adanya hidden cost yg ditanggung orang tertentu demi pesta pora pembelajaran sejumlah besar orang lain.

Menurut Derrida, naluri membunuh tidak bisa dihilangkan, dan menulis adalah salah satu petak permainan dari naluri membunuh dalam diri kita

Menulis adalah terapi yang baik untuk menyalurkan hasrat merusak. Bila saya punya pengalaman lampau yang ungu, maka dampak dari ungu tersebut bisa saya salurkan melalui menulis. Menulis apa yang ungu tentu sehat bagi saya, meski tidak berarti demikian bagi yang membaca. Orang-orang tertentu yang sensitif terhadap warna ungu tentu akan merasa tidak nyaman bila terpapar terus menerus dengan warna ungu dalam tulisan saya. Barangkali saya akan dilarang menulis dalam suatu jurnal masyarakat yang sensitif terhadap ungu.

Ketika menulis dan berkotbah kita membangun wacana. Ada practice of power ketika kita berwacana. Kita berwacana dengan mendesak wacana lain. Tidak ada ruang kosong di mana kita bisa berwacana secara lugu. Selalu ada yang lain yang kita desak ketika kita berada. Ada pembunuhan. Ada kekerasan. Ada korban. Ada jejak.

 

__________________

".... ...."

lapan's picture

tanya donk

Siapa yang rugi?

Kalau tukang sepatu memakai duit itu untuk beli baju di butik. Ayah si anak ternyata bekerja di butik tersebut. Jadi dia digaji dengan duit yang tadinya dia pakai untuk membeli kaca.

Karena kaca pecah maka perusahaan pembuat kaca bisa terus bikin kaca. Kaca diambil dr alam. Kaca yang pecah balik lagi ke alam. Bukannya semua senang ya hehehehe

Terus aku ga ngerti artinya the law of diminishing return... Artinya apa ya

__________________

imprisoned by words...

Miyabi's picture

@lapan: ayah si anak kan pemilik toko

Ayah si anak kan si pemilik toko yang kacanya pecah. Dia yang rugi. Nggak ada yg ganti kacanya yg pecah. Masa minta ganti rugi sama anaknya sendiri? Nunggu anaknya gede dan bisa kerja cari duit sendiri?

Lapan wrote: Terus aku ga ngerti artinya the law of diminishing return... Artinya apa ya

Tanya ma dennis. Atau ma mbakyu Wiki atau Oom gugel.

__________________

".... ...."

PlainBread's picture

It's all about game

Buat saya semua itu adalah game. Baik itu kehidupan, olahraga, pernikahan, agama bahkan tentang Tuhan sendiri.

Menurut saya broken window bukan merupakan fallacy, oh well, setidaknya bukan fallacy ketika kita memandang dari sudut yang lain.

Dalam soal ekonomi, AFAIK, pengorbanan dibutuhkan in the long run untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Misalnya ketika ada pengangguran besar2an. Pemerintah dituntut untuk memberikan uang stimulus, unemployment benefit atau membangun jaring pengaman sosial. Ujung2nya cuma satu. Ketika uang itu dikorbankan, diharapkan sebagian dari uang itu akhirnya akan memutar roda perekonomian. Uang akan dibelanjakan. Dari situ akan ada sales tax, ada property tax, dan berbagai tax lain yang akhirnya kembali ke kantong pemerintah. Rakyat bisa bernafas sedikit lebih panjang, dan uang tidak lari ke mana2. Begitu juga yang terjadi dalam mikro, jendela pecah, uang si ayah keluar, uang itu dipakai si tukang jendela untuk dibelanjakan barang yang lain (sepatu), dan si tukang sepatu misalnya adalah ayah si anak itu, seperti kata lapan di atas. Atau jalurnya bisa lebih panjang seperti jalur piramida makanan. Yang kecil dimakan yang besar, yang besar di makan yang lebih besar, yang lebih besar dimakan yang paling besar, yang paling besar akhirnya mati dan bangkainya dimakan yang paling kecil. Membentuk sebuah siklus.

 

Ngomong2 soal siklus, menurut saya itu yang terjadi ketika broken window tersebut bergeser ke dalam hal sosial. Dalam online community misalnya, konflik dan dinamika seyogyanya dipelihara Gesekan itu in a way akan menimbulkan dinamika sehingga online community menjadi senantiasa hidup dan berkembang. Sama seperti sinetron. Seberapa pun tokoh antagonis itu dibenci, tapi itu dibuat agar audience bisa kembali dan kembali lagi. Benci tapi mau.

Dalam siklus besar, itu yang terjadi dalam komunitas lebih besar misalnya gereja, MySpace, Facebook, atau bahkan yang terjadi di dalam sebuah negara. Misalnya dalam facebook, mereka mengerti bahwa sesuatu yang mirip game harus diadakan di dalam Facebook agar komunitas2 yang ada di dalamnya tidak mati. Akhirnya malah mereka membuat games yang literally games, supaya membersnya tidak bosan dan tetap terus bisa aktif di dalamnya.

 

Dalam hal kenegaraan juga begitu. Suatu pemimpin negara yang pintar akan mampu merangkul media supaya media bisa menjadi alat yang dinamis. Bahkan sebenarnya tidak ada media yang tidak bisa dikontrol. Hanya selama ini kebanyakan berpikir kontrol artinya menguasai. Padahal tidak selalu seperti itu. Pihak2 yang kelihatannya agresif dalam menanamkan pandangannya sebenarnya belum tentu menjadi pihak yang menang karena masyarakat memiliki titik jenuh. Misalnya selama 8 tahun George Bush berkuasa, masyarakat sudah antipati sama dia karena titik jenuh itu sudah max sekali baik dalam hal ekonomi, politik maupun militer. Ketika titik jenuh itu dilewati suatu rakyat, itu saatnya pihak yang berkuasa (pemerintah) atau pihak yang lebih paham (para bapak bangsa) mengambil alih dan memberikan point2 yang refreshing. Sesuatu yang diberikan terus menerus akan memberikan kejenuhan dan kejenuhan atau kebosonan yang dialami oleh rakyat, dan kejenuhan itu akan memberikan ruang yang lebih besar kepada pihak2 lain (partai2 oposisi, oracles, teachers, fathers). Sekedar memberangus media supaya tidak kebablasan sebenarnya memperlihatkan bahwa ada pihak2 yang kurang cakap dalam menjalankan perannya.

 

Ada juga namanya Queueing theory. Teori ini walaupun dipakai dalam masalah pabrik, distribusi, komunikasi, dll tapi sebenarnya juga berlaku di dalam hal sosial walaupun dalam aplikasinya justru terbalik. Dalam suatu komunitas, ada para tamu dari komunitas tersebut yang tidak mempedulikan queueing theory dan menganggap mereka bisa langsung masuk dan mengenakan jubah nabi atau pengajar. Mereka harus belajar dari Yesus atau Paulus, di mana jubah itu seharusnya dikenakan pada waktu yang tepat. Dalam kata lain, mereka harus bisa menunggu untuk melakonkan peran mereka. Kenapa? Supaya resistensi bisa diminimalisir. Dalam waktu menunggu itu, infiltrasi harus dilakukan supaya mereka diterima dan dianggap menjadi bagian dari komunitas itu. Berkenalan, bergaul, berkomunikasi tanpa bersikap mengajari atau mengkotbahi adalah hal penting, supaya ketika nantinya mereka mengambil peranan sebagai pengajar atau pengkotbah, resistansi itu tidak akan sebesar jika mereka masuk2 langsung mengkotbahi komunitas yang mereka baru masuki. Dalam istilah kerennya: Bending time.

Cuma ada 2 tokoh alkitab setau saya yang bisa melompati bending time ini, yaitu Musa dan Yunus. Mereka langsung masuk ke suatu komunitas dan langsung berkotbah. Itu sebabnya keduanya takut dan segan karena mereka tahu resistensi yang akan ditimbulkan sangat besar. Untung keduanya berhasil. Dalam tulisan alkitab, Musa berhasil karena disertai Allah dalam melakukan misinya. Yunus bisa dibilang berhasil karena bangsa Niniwe buru2 bertobat. Sayangnya banyak yang menyangka bahwa mereka seperti Musa, bahwa Allah akan memberkati misi ilahi mereka dalam memasuki komunitas baru. Nyata2 malah gagal karena dalam perkataan mereka ditemukan banyak kesalahan dan kenyataan akan absennya penyertaan Allah dalam misi mereka malah membuat resistensi komunitas2 tersebut menjadi semakin besar.

 

Dalamt tulisan Miyabi di atas, bagian akhir malah bercerita soal Derida dan menulis. Walaupun sekilas tampak gak nyambung, tapi sebenarnya nyambung walaupun dibutuhkan lompatan iman yang sangat besar untuk menyambungkan antara broken window dengan Derida. Sebagai bapak dekonstruksi, Derida mengajarkan kita untuk melihat berbagai hal dari sudut pandang yang berbeda, mencetak kita sebagai kaum ecclecticists. Dengan begitu, kita akan melihat bahwa broken window sebenarnya bukan fallacy, setidaknya jika kita melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Bukankah pengorbanan anak oleh Abraham merupakan hal yang sebenarnya asing? Bukankah pengorbanan anak oleh Allah merupakan hal yang tidak terpikirkan sebagai sarana atau jalur keselamatan? Hal2 yang asing dan aneh itu akhirnya menjadi hal yang biasa, karena diajarkan bertahun2 dari generasi ke generasi selama terus menerus. Akhirnya makna menjadi melenceng, orang terpaku kepada kulit daripada isi. Makanya perlu dekonstruksi, and it happens once in a while Rumah mesti dirobohkan kalau dirasakan tidak lagi memenuhi fungsi awal rumah tersebut dibangun. Ishak dan Yesus memenuhi apa yang dinamakan Derida sebagai messianicity without messianism.  Di luar agama, di luar norma, di luar ritual. Datang begitu saja tanpa banyak orang menyangkanya. Itulah dekonstruksi sejati.

Sebenarnya buat saya bapak dekonstruksi sejati adalah Tuhan itu sendiri. Dia yang mendekonstruksi, dia yang merekonstruksi. Air bah, menara babel, Ishak dikorbankan, Israel menjadi budak Mesir, Yusuf dibuang, Goliat roboh,  Ayub went downhill, Yesus mati, Saulus menjadi Paulus, semuanya itu adalah dekonstruksi. Allah sebagai pemilik game, dan Iblis menjadi salah satu pihak yang sering terlibat dalam game tersebut, walaupun Iblis sering menyangka bahwa dialah yang mengatur game itu. 

Thus in the end, mungkin kaca yang pecah itu, memang sengaja dibiarkan terjadi oleh Allah walaupun ada hidden cost yang mesti dibayar olehNya atau bahkan oleh Iblis atau orang2 fasik karena itu adalah bagian dari game yang dari awal sudah ditetapkan Allah.

 

Do not hate the players, hate the game.

Miyabi's picture

@PB: errrrr

Broken window itu batal jadi fallacy kalo kita membuka bejana peristiwanya dari sistem tertutup menjadi sistem terbuka lalu menyambungkannya dengan sistem lain.

Negara punya dari dua bejana berhubungan yaitu ekonomi-politik, dan negara melakukan inetervensi politis untuk menggerakkan ekonomi. Seperti yg Anda contohkan.

Karena Yesus mengambil peran menjadi tragic-hero, apa lantas forum-forum internet harus jadi ketoprak? Ketika membikin ketoprakers bikin joke, then the joke is on themselves. Srimulat juga hebat, bahkan bisa survive di era Suharto. Mereka pun membikin lelucon dengan menjadikan diri sendiri sebagai lelucon. Korban lawakan mereka adalah diri sendiri.

Ketika Yesus mengambil intervensi ke dunia, maka Yesuslah yang menanggung pecah jendela-nya.

Bisa lihatkah bedanya? Para stimuler di forum SS apakah menanggung sendiri jendela yang ia pecahkan ataukah ditanggungkan ke orang lain?

Broken window versi PlainBread kira-kira begini: Ada sebuah kota kecil dengan rumah-rumah dan jendela-jendela. Lalu datang pemukim baru, membuat rumah dan memasang jendela. Lalu dia mendatangi rumah orang-orang dan melempar-lempar batu memecahkan rumah banyak orang. Lalu para pemukim berdatangan dan menimpuki rumah si pencari gara-gara.

Progress yang terjadi adalah peningkatan kemampuan para warga dalam hal timpuk menimpuk jendela :p.

__________________

".... ...."

PlainBread's picture

@Miyabi Broken broken window theory

Saya gak tau apakah parable broken window yang anda angkat itu berhubungan dengan broken window theory yang sejak 30 tahun rame dibicarain setelah dipublished sama Philip Zimbordi dari Standford (wonder why Standford suka sama peculiar behavior experiments).

Tapi yang jelas broken window itu memang harus hati-hati disamakan dengan hal2 lain misalnya certain human behaviors. Apakah vandalisme bisa disamakan dengan debat misalnya? Lalu apakah broken window bisa ditutupi jika ketahuan siapa yang buat, berapa hidden costnya, atau jika broken windownya bisa diperbaiki. Ternyata kan gak. Broken window theory ternyata broken. The broken broken window theory.

Soal paradigma saya, sebenarnya gak sedetail itu. Kalo ada orang pecahin kaca, saya gak begitu tertarik soal reaksi APA yang akan terjadi selanjutnya. Apakah si pelaku bakal dinasihatin baik2, bakal digebukin, atau bakal dipecahin kacanya balik, buat saya itu semua masuk ke dalam grup reaksi. Yang membuat saya tertarik sampe sekarang adalah apakah ADA reaksi atau tidakk. Jika di dalam komunitas tidak ada reaksi, berarti komunitas itu tidak hidup atau dinamis. Tapi itu bicara komunitas ya di mana tema sentralnya adalah mass behavior. Kalo soal individual, kemungkinan besar akan bergeser.

Miyabi's picture

PB: 2 broken window, 1 parable & 1 approach

Setahu saya ada 2 broken window:

1. Istilah ekonomi; Parable of the Broken Window (Frédéric Bastiat 1850) yaitu sebuah kritik terhadap kecenderungan keynesian yang menganggap bahwa si anak pelempar batu berjasa menggerakkan ekonomi.

2. Istilah Kriminologi/Sosiologi, Fixing Broken Window Approach (1980an), yaitu pencegahan kriminalitas dengan memperbaiki lingkungan dan sosial order seperti perilaku buang sampah, memperbaiki jendela pecah, menghapus grafiti, memperketat pemeriksaan karcis kereta api.

Yang saya maksud adalah yang pertama. Kerugian si pemilik toko harus tetap dianggap sebagai kerugian. SI anak yg melempar batu tidak bisa dianggap berjasa menggerakkan ekonomi. Si pemilik toko seharusnya bisa membelanjakan uangnya untuk hal lain yg bermanfaat dan bukan untuk memperbaiki jendela.

Fallacy memang bagian dari kemanusiawian kita, namun juga adalah manusiawi bagi kita untuk terus memeriksa kalau-kalau kita telah melakukan fallacy.

Jika suatu pihak hendak melakukan rekayasa sosial untuk mendorong terjadinya dinamika sosial, tentu lebih baik jika para pelaku inilah yang menanggung biaya sosialnya. Siapa punya hajat, tentu dia yang memodali pestanya :D. Kalau rakyat senang, toh mereka akan banyak ngasih kondangan. Walau jarang, kadang pemilik hajat bisa untung.

__________________

".... ...."

PlainBread's picture

@Miyabi Rekayasa Sosial

Yang saya ceritakan di atas adalah yang nomor 2 yang anda tuliskan, yaitu yang saya bilang dari peneliti di Standford University. Kampus yang sama pernah meneliti soal perilaku manusia ketika menjadi sipir penjara dan menjadi tahanan penjara, dan penelitian ini sama terkenalnya atau mungkin lebih terkenal daripada broken window approach.

Soal fallacy, hal pertama yang harus dilakukan adalah apakah identifikasi masalah yang kita lakukan sudah tepat. Kalo tidak tepat, maka kemungkinan kita melakukan reasoning yang berakhir dengan fallacy tentunya akan bertambah besar.

Sebenarnya saya gak ada berbicara soal rekayasa sosial dalam arti bahwa semua kerusakan, kerugian atau apa pun konflik yang terjadi di masyarakat atau komunitas adalah direkayasa. Konflik di mana2 pasti terjadi jadi ngapain mesti direkayasa kalo bisa dapetnya cuma2? Why buy a cow if we could get free milk?

Karena anggota2 di dalamnya (komunitas) semua adalah manusia. Makanya sosiolog atau psikoanalis tidak pernah menganggap bahwa perfect family (non-conflict, all members are constantly happy) benar2 exist. Dysfunctional family itu adalah sesuatu yang normal karena konflik2 di dalamya yang cenderung terjadi adalah bersifat natural or humane.

 

psikologila's picture

Menarik sekali! Aku setuju

Menarik sekali! Aku setuju dengan Miyabi bahwa "nothing new under the sun".  Semua hanyalah lingkaran yang terus berputar dan terus mengulangi putarannya sesuai teori domino effects. Hanya saja, ada satu yang menjanggal:

"Kemalangan satu pihak menjadi sumber manfaat bagi banyak orang. Sedemikian biasanya, dan sedemikian kita mendapat manfaat dari kejadian tersebut, sehingga perhatian kita teralih dari fakta bahwa ada satu pihak yang telah dirugikan."

Saya mencoba mempertanyakan premis-premis ini:

Benarkah si Ayah itu malang? Dilihat dari segi ekonomi mungkin uangnya berkurang? Tetapi dilihat dari segi properti, dia mendapatkan kaca baru...

Benarkah si Pemilik Toko Kaca itu lebih beruntung dari si Ayah? Dilihat dari segi ekonomi, uangnya memang berkurang untuk beli sepatu? Tetapi dilihat dari segi properti, dia mendapatkan sepatu baru...

Dan jika ada satu pihak yang lebih beruntung atau berbahagia karena pihak lain dirugikan, apakah kebahagiaan itu akan bertahan lama?

Tentu saja jika memandang persoalan sosial, maka daftar premisnya akan jauh lebih panjang. Nah, dari cerita ini aku melihat ada keseimbangan, alih-alih pihak tertentu yang dirugikan.

 

tonypaulo's picture

fokusnya tak boleh bergeser

@psikologila

sebenarnya miyabi sudah menyampaikan

Broken window itu batal jadi fallacy kalo kita membuka bejana peristiwanya dari sistem tertutup menjadi sistem terbuka lalu menyambungkannya dengan sistem lain.

artinya berlaku cateris paribus, yang lain harus konstan, jika terjadi pergeseran fokus, maka konstruksi pemahamannya akan tidak berlaku lagi

en.wikipedia.org/wiki/Ceteris_paribus

artinya pemilik toko tersebut hanya dilihat fokusnya ketika ia kehilangan uang akibat pecahnya kaca, sedang pemilik tokok kaca fokusnya ketika ia ketambahan uang akibat pembelian kaca, selebihnya itu akan menjadi logic fallacy

en.wikipedia.org/wiki/Fallacy

persoalan sosial tidak bisa dikonstruksikan berdasarkan premis-premis saja, dinamikanya begitu cepat dan tidak eksak sifatnya, sehingga selalu ada discourse, untuk memberikan pemahaman baru atau pemahaman yang diperbaharui

en.wikipedia.org/wiki/Discourse

 

salam kenal psikologila

psikologila's picture

Fokus boleh bergeser?

Broken window itu batal jadi fallacy kalo kita membuka bejana peristiwanya dari sistem tertutup menjadi sistem terbuka lalu menyambungkannya dengan sistem lain.

Bukankah suatu sistem selalu terhubung atau, at least overlap, dengan sistem lainnya? Nah, "logic fallacy" terjadi jika kita memfokuskan pada satu hal saja tanpa melihat aspek2 lain. Apakah ini yang menyebabkan terjadinya generalisasi pada tahap pengambilan kesimpulan?

Ya saya setuju bahwa persoalan sosial tidak bisa dikonstruksikan berdasarkan premis-premis saja. Tetapi, discourse perlu menggunakan premis-premis yang tepat agar konklusinya dapat divalidasikan ^^

Trims buat link2nya, like it.

Salam kenal juga ^^

 

 

 

 

teograce's picture

masih bingung nih dengan

masih bingung nih dengan : logic fallacy" terjadi jika kita memfokuskan pada satu hal saja tanpa melihat aspek2 lain.

bukankah dalam setiap pengambilan kesimpulan akan selalu ada asumsi yang dibuat? mungkinkah kalo semua aspek dilihat dan diperhatikan?

__________________

-Faith is trusting God, though you see impossibility-

tonypaulo's picture

selama itu parable, fokus harus tetap

psikologia :

Bukankah suatu sistem selalu terhubung atau, at least overlap, dengan sistem lainnya? Nah, "logic fallacy" terjadi jika kita memfokuskan pada satu hal saja tanpa melihat aspek2 lain. Apakah ini yang menyebabkan terjadinya generalisasi pada tahap pengambilan kesimpulan?

 

tony:

yup saya sepakat, tapi sayangnya broken window ini "hanyalah" parable (perumpamaan), dan memang hukum pertama dari parable (perumpamaan), tak bisa dikembangkan lebih konkrit dan meluas, fokus harus tetap

en.wikipedia.org/wiki/Parable

nah dengan demikian kalau kita ingin membahas sesuatu lebih utuh dan komprehensif, parable tidak memungkinkan untuk itu

 

salam

psikologila's picture

Bukankah semakin banyak

Bukankah semakin banyak aspek2 terkait yang diikutsertakan, semakin bagus pula argumen, termasuk kesimpulannya?

teograce's picture

maksud saya seperti ini

maksud saya seperti ini :

contoh fokus pada satu hal tanpa melihat aspek2 lain dalam hal kasus jendela pecah yaitu tidak melihat bahwa jendelanya baru, tapi dia harus membayar jendela yang pecah itu. kalo saya fokus ke banyak hal, bahwa bapak itu emang rugi uang, tapi jendelanya baru, uang itu berputar ke masyarakat, meningkatkan GDP, lalu yang dapat saya  simpulkan? siklus ekonomi berjalan dengan baik? saya tidak pandai menyampaikan apa yang saya pikirkan, dan tidak pandai memberi contoh. entah apa ini dapat diterima atau tidak.

tapi yang saya pikir, bukankah dalam setiap kasus, pasti ada boundary, dimana aspek-aspek tertentu dianggap tidak ada, atau diasumsikan berada dalam keadaan tertentu?

kalau semua aspek dilihat bukankah itu artinya sistem menjadi sistem terbuka?

__________________

-Faith is trusting God, though you see impossibility-

Miyabi's picture

@teograce

teograce menulis:

contoh fokus pada satu hal tanpa melihat aspek2 lain dalam hal kasus jendela pecah yaitu tidak melihat bahwa jendelanya baru, tapi dia harus membayar jendela yang pecah itu. kalo saya fokus ke banyak hal, bahwa bapak itu emang rugi uang, tapi jendelanya baru, uang itu berputar ke masyarakat, meningkatkan GDP, lalu yang dapat saya  simpulkan? siklus ekonomi berjalan dengan baik? saya tidak pandai menyampaikan apa yang saya pikirkan, dan tidak pandai memberi contoh. entah apa ini dapat diterima atau tidak.

Apa yang diungkap oleh teograce di atas itu yang Keynesian. Cara pandang ini yg dikritik oleh parabel jendela pecah di atas.

Sesuatu yang buruk menimpa suatu pihak tidak bisa dianggap kebaikan cuma karena membawa banyak kebaikan bagi pihak lain. Kecuali jika kita mau bilang bahwa ends justify means.

__________________

".... ...."

teograce's picture

oohh.. gitu.. setelah liat

oohh.. gitu.. setelah liat liat linknya dan baca baca lagi tentang broken window fallacy *males yah baru baca sekarang.. haha..*, agak mengerti, inti kesalahannya kan sebenarnya pada hanya melihat satu sudut pandang dan tidak melihat pada hal-hal lainnya, padahal dari satu aksi, reaksinya banyak, dan panjang.

saia nanya lagi yah.. :D

kalo yang dibilang "Broken window itu batal jadi fallacy kalo kita membuka bejana peristiwanya dari sistem tertutup menjadi sistem terbuka lalu menyambungkannya dengan sistem lain." --> kq saya nangkepnya kalo  sistem itu dari tertutup jadi terbuka, malah jadi keliatan kan kesalahannya, kalo sistemnya tertutup  bukan justru jadi ga keliatan kesalahannya?

trus yang ini :

Bagaimana jika seseorang melakukan tindakan tidak menyenangkan bagi seseorang yang lain. Namun dari peristiwa tersebut orang-orang di sekitarnya mendapatkan hikmah/pelajaran. Apakah ini termasuk dalam broken window fallacy?

atau ini pertanyaan retoris? maklum yak, saya lemot.. :D

__________________

-Faith is trusting God, though you see impossibility-

Miyabi's picture

@teograce

pertama:

Sistem tertutup maksudnya sudah ditetapkan dulu yg mau diperhitungkan. Misalnya kita mau menghitung anak kucing di rumah saya ada berapa jumlahnya. Lha kalo pagar rumah saya dibiarkan terbuka... apa nggak susah tuh ngitungnya??

MIsalnya saya bilang saya punya 7 anak kucing, lalu Anda bilang 10 (sambil memasukkan 3 anak kucing tetangga lewat pintu belakang) lha trus Anda jadi benar dan saya yg punya rumahmalah jadi salah.

Dalam parabel of the broken window, yang terlibat kan udah ada dalam cerita. Jadi perhitungannya ya tertutup pada yg ada di parabel itu saja. Jangan dibuka lalu dimasukkan oknum tambahan seperti setan dan Tuhan.

Kalau dikait-kaitkan dengan Tuhan, kan kemalangan bisa jadi keberuntungan.

MIsalnya dalam kalimat: "Untung dia diperkosa, kalo nggak, mana mungkin dia jadi kenalan dan menikah dengan si pengacara ganteng nan baik hati itu... Tuhan emang turut bekerja pada semua perkara."

Lhaaa... ygv jadi fallacy adalah kalau si pemerkosa dianggap berjasa mempertemukan perempuan korban itu dengan si pengacara. Apalagi kalau kita sampai lupa bahwa pemerkosaan adalah perbuatan kriminal.

Yang kedua:

Broken window fallacy lahir dari khasanah ekonomi. Untuk menggunakannya di bidang ilmu sosial ya masih perlu pengujian lebih lanjut.

 

__________________

".... ...."

teograce's picture

wah miyabi.. makasih yah

wah miyabi.. makasih yah miyabi sudah mau menjelaskan dengan bahasa yang sederhana dan sangat dapat dimengerti.. :D

__________________

-Faith is trusting God, though you see impossibility-

psikologila's picture

Jawaban yang menimbulkan pertanyaan

Kalau dikait-kaitkan dengan Tuhan, kan kemalangan bisa jadi keberuntungan.

MIsalnya dalam kalimat: "Untung dia diperkosa, kalo nggak, mana mungkin dia jadi kenalan dan menikah dengan si pengacara ganteng nan baik hati itu... Tuhan emang turut bekerja pada semua perkara."

Lhaaa... ygv jadi fallacy adalah kalau si pemerkosa dianggap berjasa mempertemukan perempuan korban itu dengan si pengacara. Apalagi kalau kita sampai lupa bahwa pemerkosaan adalah perbuatan kriminal.

Apakah dia beruntung diperkosa? Apakah dia beruntung berkenalan dan menikah dengan pengacara ganteng nan baik hati?

Nah, fallacynya mungkin terjadi saat kita menyimpulkan bahwa dia beruntung  menikah dengan pengacara ganteng nan baik hati sesuai dengan stereotype masyarakat (aspek sosial) Bisa jadi dia tidak bisa melupakan trauma karena pemerkosaan itu (aspek psikologi), kita mungkin memerlukan aspek2 lain yang terkait untuk menimbang dan menarik kesimpulan

Miyabi's picture

@psikologila: soal untung

Bahasa sehari-hari memang penuh fallacy, Makanya saya bilang fallacy itu manusiawi.

"Untung cuma kena kaki, kalo kena kepala bisa mampus."

Yang untung itu harusnya dapet lotre, menang lomba, naik gaji, ditraktir makan-makan. Ketabrak becak, entah patah leher atau cuma lecet di dengkul harusnya bukan untung tapi sial.

Kalau ketemu psikolog ganteng baik hati, untung tidak?

__________________

".... ...."

psikologila's picture

Wakawaka

hahaha... tidak hanya itu, bahasa itu bersifat cair dan tidak tetap. Maknanya berubah-ubah tergantung subyeknya...

Ehm, ketemu psikolog ganteng?! kalau hanya ketemu sih belum untung... ^^

 

-------------------------------------------------------------------------------------

Miyabi's picture

@psikologila: alkitab

psikologila: hahaha... tidak hanya itu, bahasa itu bersifat cair dan tidak tetap. Maknanya berubah-ubah tergantung subyeknya...

 

Alkitab itu disusun dari kata-kata lho, bukan jampi-jampi. Apa Alkitab juga bersifat cair dan tidak tetap?? hehehe

__________________

".... ...."

Rusdy's picture

@MiaB & PB: Dalem Banget

Gileee... dalem banget. Ikutan manggut2 ah biar dikira pinter

Miyabi's picture

anak kecil

ati-ati kecemplung, jangan maen deket sumur

__________________

".... ...."