Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Perselisihan (sarlen)

Perselisihan
Dipublikasi Artikel blog by sarlen

Sebagai balasan terhadap kasihku mereka menuduh aku, sedang aku
mendoakan mereka. Mereka membalas kejahatan kepadaku ganti kebaikan dan
kebencian ganti kasihku. (Mazmur 109 : 4 – 5)
Ada sejumlah orang yang menyikapi perbedaan pola pandang antara mereka
dengan orang lain, melalui upaya membangun opini publik, yang
diciptakan
sebagai sebuah keinginan untuk membenarkan keputusan yang telah diambil
atau pernyataan yang pernah mereka ucapkan, meskipun mereka sadari,
kalau keputusan atau pernyataan itu merupakan sebuah kesalahan,
layaknya
menyakiti hati serta perasaan orang lain.
Ketika upaya untuk melukai hati dan perasaan orang lain terjadi, sebuah
perselisihan antara dua pribadi yang bertentangan sikap, terkadang
sulit
untuk bisa dihindari agar tidak terjadi. Bahkan, dalam beberapa
peristiwa, perselisihan yang terjadi, berakhir dengan sikap permusuhan
pada pihak-pihak yang berselisih.
Pada situasi atau keadaan tertentu, sebuah perbedaan pendapat diantara
dua orang, sangat dimungkinkan berakhir dengan adanya perselisihan,
apabila masing-masing pihak tidak mencoba untuk menahan diri untuk
mengungkapkan hal-hal yang diluar konteks logika berpikir manusia yang
seharusnya, atau mengucapkan hal-hal yang bisa menyakiti agar tidak
menimbulkan pertentangan sikap diantara mereka yang berbeda pendapat.
Dalam kondiri atau keadaan tertentu, memang tidak dapat dihindari kalau
seseorang bisa membuat sebuah keputusan yang bertentangan dengan
kebesaran hati nurani, lalu membiarkan dirinya terbawa arus emosi.
Pada dasarnya, sebuah perselisihan memang menghadirkan suatu keadaan
yang tidak menyenangkan bagi pihak-pihak yang sedang mengalaminya.
Kondisi yang biasanya dirasakan adalah :  adanya amarah, adanya rasa
kesal, kecewa, dan sedih.
Sejumlah karakter manusia yang muncul kalau diri seseorang dalam posisi
tertekan tersebut, apabila tidak disikapi dengan bijaksana, akan
menimbulkan keadaan dimana masing-masing pihak dianggap telah mencoba
bertindak untuk saling menyudutkan, meskipun apabila diinginkan, adanya
niat baik bisa mendamaikan hati serta pikiran pada masing-masing pihak.
Sebagai bagian dari kelompok masyarakat terdidik, menyakiti hati dan
perasaan orang lain, bukanlah suatu keadaan yang bisa dibenarkan,
apalagi kalau pernyataan tidak menyenangkan itu diungkapkan sebagai
upaya untuk merendahkan orang lain. Marah boleh, memaki-maki, jangan.
Masyarakat intelektual seharusnya tahu bagaimana cara menempatkan diri,
terutama untuk tidak memposisikan adanya suatu tindakan untuk menyakiti
hati serta perasaan orang lain sebagai sebuah langkah untuk menciptakan
rasa nyaman bagi diri sendiri.
Nabi Yeremia mengatakan, meskipun seseorang telah memiliki pengetahuan
sangat baik akan isi Firman Tuhan, namun masih sangat dimungkinkan
kalau
sejumlah anak Tuhan, masih mampu bertindak untuk melukai hati dan
perasaan orang lain tanpa ada sikap menyesal.
Pada beberapa pribadi manusia, tidak adanya sikap menyesali perbuatan
yang telah menyakiti hati dan perasaan orang lain, bahkan ditunjukkan
dengan membangun opini publik, terutama kepada individu atau kelompok
masyarakat tertentu yang dianggap bersahabat namun mereka tidaklah
mengetahui dengan baik bagaimana kondisi atau permasalahan yang
sesungguhnya terjadi.
Adanya upaya membangun opini publik tersebut dilakukan, tidak lain
adalah untuk  mendapatkan dukungan moral maupun rasa simpati dari
orang
lain, dimana akumulasi dari besarnya dukungan serta rasa simpati
tersebut, dianggap sebagai sebuah pendapat yang bisa dipakai sebagai
sebuah argumentasi untuk melegalkan adanya perbuatan tidak menyenangkan
yang telah dilakukan.
Sebuah kepahitan yang telah ditancapkan, telah menghalangi adanya suatu
niat, untuk menjaga baiknya sebuah hubungan komunikasi, karena sikap
egois lebih mengemuka dibandingkan sebuah keinginan untuk menyelesaikan
masalah.
Harmonisasi keadaan tidak tercipta, karena adanya upaya pembenaran atas
sesuatu hal yang salah. Besarnya keinginan maupun ego pribadi manusia
untuk selalu bisa merasa nyaman dalam setiap langkah kehidupan,
(meskipun tidak diucapkan) telah menjadi alasan pokok, kenapa
nilai-nilai pembenaran dihadirkan.
Pembenaran merupakan sebuah sikap yang bertentangan dengan prinsip
kebenaran, karena ada kecenderungan, pernyataan bernada pembenaran,
dinyatakan sebagai dalih untuk membenarkan sebuah perbuatan salah.
Dalam sejumlah peristiwa, nilai-nilai pembenaran dinyatakan untuk
menutupi adanya kelemahan yang timbul karena tidak terpenuhinya
sejumlah
keinginan mendasar, yang dinilai sangat berpotensi untuk mengendalikan
keadaan, namun kini disadari, telah berubah menjadi tidak lagi nyaman
dan menghadirkan tekanan besar dari pihak luar.
Semakin didegradasikannya nilai-nilai kebenaran oleh adanya sejumlah
pernyataan yang mendukung adanya argumentasi untuk maksud pembenaran,
diakui atau tidak, memang telah menciptakan kondisi yang tidak nyaman
kepada diri seseorang yang telah mengeluarkan statement untuk maksud
pembenaran tersebut.
Oleh karena itu, suatu kualitas pemikiran tertentu dibangun agar sebuah
pengakuan rasa bersalah, tidak harus diucapkan atau dinyatakan. Pada
saat itu terjadi, seseorang telah berhasil membiaskan permasalahan dan
mencoba untuk melupakannya.
Masalahnya, banyak orang yang cenderung lebih memilih untuk menikmati
keadaan tidak nyaman, karena diri mereka enggan untuk mengakui adanya
sebuah kesalahan.
Dalam kondisi atau keadaan tertentu, perbuatan melukai hati dan
perasaan orang lain itu memang tidak dapat dihindari.
Kondisi ini dapat terjadi oleh karena 2 hal : ingin melindungi suatu
kepentingan yang lebih besar, atau karena kekuatan sikap egois
cenderung
lebih mendominasi benak pikiran seseorang. 
Adanya suatu kepentingan tertentu, serta adanya suatu pemikiran yang
dilandasi sikap egois, memang mampu membuat seseorang menyampaikan
pernyataan yang tidak menyenangkan, termasuk didalamnya, keluarnya
ucapan yang bisa menyakiti hati dan perasaan orang lain.
Konsep berpikir demikian, merupakan sebuah contoh yang ingin
mengatakan, bahwa sebaik apapun karakter dan kepribadian seseorang,
masih sangat dimungkinkan kalau seseorang itu akan sanggup untuk
bertindak tanpa perasaan.
Situasi itu seharusnya bisa dihindari terjadi apabila salah satu
ataupun masing-masing pihak menyadari, kalau perselisihan yang ada,
tidak akan membuat masalah selesai dan konflik tidak berkembang pada
adanya upaya untuk saling menyakiti satu dengan yang lainnya.
Tidak ada perselisihan yang berakhir dengan kedamaian, apalagi kalau
setiap pihak tetap berupaya untuk membangkitkan amarah maupun rasa
kesal
orang lain, karena besarnya keinginan untuk mempertahankan pendapat,
hal-hal prinsip, atau ego dari dalam diri salah satu maupun
masing-masing pihak.
Segala sesuatunya masih bisa dikompromikan, dan seluruh perbedaan
pendapat masih bisa dicarikan solusi untuk mendapat titik temu
pemecahan
permasalahan.
Setiap pribadi manusia harus menyadari, kalau kebenaran itu adalah
sesuatu hal yang harus tetap dinyatakan dan selayaknya terus dijadikan
sebagai sebuah konsep berpikir benar, dalam situasi maupun keadaan
apapun.
Patut pula untuk diingat, bahwa apapun alasan-alasan yang dikemukan
untuk maksud pembenaran, tidak akan mendorong suatu keadaan menjadi
lebih baik, namun tetap berada pada posisi saling bertentangan.
Gunakan nurani untuk berkata benar, karena sesungguhnya, hati nurani
tidak pernah bergairah untuk berpikir maupun membenarkan adanya
tindakan
untuk melakukan sesuatu hal yang salah.
Dendam… Haruskah diri seseorang menggelorakan bara api dendam
didalam hatinya kepada orang lain, yang sesungguhnya telah banyak
membantu diri seseorang tersebut untuk dapat merasakan adanya kehidupan
yang lebih baik dari sebelumnya?
Tidak, sekali-kali pun, jangan… Janganlah kita membiarkan bara
sekam menjadi api yang berkobar-kobar hingga akhirnya kita sendiri
harus
mengalami kesulitan untuk memadamkan kobaran api itu.
Hiduplah dalam perdamaian. Janganlah masing-masing kita, biarkan diri
ini berselisih dengan orang lain. Jangan biarkan emosi memenuhi hati
dan
benak pikiran kita. Dan jangan biarkan, kata-kata yang bisa menyakiti
hati serta perasaan orang lain, mengalir dari mulut kita.
Hentikan segenap kepalsuan yang dinyatakan karena adanya pemikiran
untuk maksud pembenaran suatu hal atau keadaan yang salah dan pernah
kita lakukan, karena tidak ada kebenaran didalam setiap upaya
pembenaran.
Sekarang, bila keadaan itu telah terjadi, berdamailah, hentikan
perselisihan dengan saling bermaaf-maafan, karena tidak ada guna
memendam rasa amarah atau kekesalan di dalam hati.
Kiranya Tuhan yang teramat baik, menolong kita untuk menjalani
hari-hari dalam hidup ini, untuk bertindak benar serta tidak
menimbulkan
perselisihan dengan orang lain, apapun bentuknya.
Tuhan memberkati kita semua.
Teriring salam dan doa saya,
.Sarlen Julfree Manurung