Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Pelanggar Hak Cipta?
Ada sedikit insiden di SABDA Space yang saya lihat di halaman atas itu. Sedikit banyak, hal tersebut memang sudah saya pikirkan sejak pertama kali bermain-main dengan milis -- saya baru dua tahun aktif di milis. Apalagi ketika saya menjadi salah satu sasaran pengiriman sejumlah artikel atau tulisan yang tidak jelas juntrungannya.
Isu tersebut, yaitu perihal penghargaan hasil karya orang lain, sebenarnya sudah berkumandang sejak lama. Namun, dasar tidak tahu diri, bangsa kita ini memang sering asal serobot saja. Saya pribadi mengakui, kalau masalah bajak-membajak, saya juga salah satunya. Tanpa bermaksud membela diri, pembajakan yang saya lakukan waktu dulu berkenaan dengan literatur di bidang linguistik yang kelewat susah diperoleh. Sebut saja buku Analisis Wacana karya Brown dan Yule yang menjadi salah satu "kitab suci" kuliah Analisis Wacana. Buku tersebut resminya diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dan diterjemahkan dengan baik oleh I. Soetikno. Tapi karena sampai ke Jakarta sekalipun tidak saya peroleh, mau tidak mau saya bajak dari depan sampai belakang.
Beberapa waktu lalu, Kompas pernah mengangkat berita pembajakan buku-buku pelajaran yang dilakukan sejumlah oknum. Saking kekinya, sejumlah penerbit kabarnya mengaku sempat beritikad tidak akan menerbitkan buku-buku yang dibajak lagi. Sikap yang saya anggap sembrono juga karena ada banyak orang yang masih lebih ingin memiliki buku asli daripada foto kopian.
Di satu sisi, sikap penerbit yang tidak mau mencetak ulang itulah yang sering kali membuat orang-orang seperti saya harus membajak buku-buku terkait. Tentu saja selain pertimbangan harga buku yang mahal. Bagi saya, sikap mereka itu terlalu "angkuh". Wajar saja ilmu jadi susah didapat kalau literaturnya saja sulit diperoleh, bagai mencari manuskrip kuno saja.
Itu masalah dengan dunia literatur tercetak. Bagaimana dengan literatur digital (elektronik)?
Ternyata lebih parah lagi! Milis-milis maupun jaringan pertemanan semacam Friendster saya lihat sebagai media yang tidak menghargai karya orang lain juga. Ada banyak karya tulis yang tidak menyertakan informasi asal-usul yang jelas, yang dilempar ke sana-ke mari dengan seenaknya. Alasannya, artikelnya bagus, bisa memberkati orang lain.
Maksudnya memang terkesan baik. Tapi di belakang itu, sikap tidak menghargai karya orang lain akhirnya dilegalkan lewat konvensi tidak tertulis di antara masyarakat komunitas terkait.
Saya termasuk yang paling benci menerima forward-forward-an tersebut. Apalagi yang isinya menyuruh saya untuk mem-forward lagi kepada orang lain sebagai bukti kasih atau persahabatan. Bagi saya itu sungguh tidak kreatif dan jauh dari kesan personal. Hubungan interpersonal yang dibangun pun tidak akan setebal dan seerat bila menulis sesuatu secara pribadi.
Meski dengan teknologi yang ada sekarang ini bukan tidak mungkin dilacak siapa yang memulai pengiriman tersebut, tapi tetap saja kuncinya hilang: siapa yang pertama menuliskannya? Mending kalau dari awal menyertakan sumbernya. Boro-boro sumber, nama penulisnya pun tidak disertakan sehingga membuat artikel tersebut, sebagus apa pun isinya, tidak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi dijadikan referensi.
Satu hal yang sangat menyedihkan, salah satu kelompok yang aktif melakukan hal tersebut justru berasal dari akademisi -- saya kenal beberapa di antaranya. Mereka yang masih mengenyam pendidikan di bangku universitas, entah sarjana maupun diploma, bahkan mereka yang sudah lulus. Maka saya pun bertanya-tanya, apa yang mereka lakukan ketika belajar teknik penulisan di kampus masing-masing? Bahkan kalau mau jahat, bisa saja saya berujar, jangan-jangan semua karya ilmiah yang dihasilkan atas namanya justru dikerjakan oleh orang lain?
Nah, apakah Anda termasuk pelanggar hak cipta juga? Yang tidak menghargai hasil karya orang lain?
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
- Indonesia-saram's blog
- 6221 reads
Membajak tulisan elektronik
Menurut Anda membajak tulisan elektronik itu seperti apa? Apakah cukup mencantumkan nama penulis dan sumbernya saja sudah bisa disebut tidak membajak? Kalau memang benar demikian berarti ketika saya memfotokopi sebuah buku berarti saya kan tidak membajak? Bukankah di hasil fotokopian tersebut masih tercantum nama penulis dan informasi penting lainnya hehehe
Saya sendiri juga paling sebel dengan gaya forward info yang sering kali tidak di cross check terlebih dahulu kebenarannya. Biasanya di FS sering tuh dapat forward-an kalau FS mau di close hahaha
Nyari beasiswa di sini aja
Membajak untuk Melayani
Membajak hasil karya orang-orang lain dengan kedok ‘pelayanan’ atau tujuan untuk ‘memberkati sesama’, mempunyai arti yang sama dengan mencuri jerih payah orang-orang tersebut bagi kemuliaan diri sendiri.
Pelayanan yang kita lakukan bagi sesama adalah pelayanan yang kita lakukan bagi Tuhan. Tidak ada pelayanan tanpa pengorbanan, baik waktu maupun tenaga.
Raja Daud pernah berkata: “Bukan begitu, melainkan aku mau membelinya dari padamu dengan membayar harganya, sebab aku tidak mau mempersembahkan kepada TUHAN, Allahku, korban bakaran dengan tidak membayar apa-apa.” (2 Samuel 24:24)
Apalagi jika sudah ada artikel ‘warning’ dari pimpinan SABDA Space yang jelas mengatakan, bahwa pengiriman artikel-artikel tulisan orang lain merupakan suatu hal yang terlarang di tempat ini. Baca: Stop Mengambil Tulisan Orang!
Salah satu dari ciri-ciri pelayanan di ladang Tuhan yang benar adalah menghormati kehendak pimpinan yang sudah dipercayakan oleh Tuhan untuk mengatur kita.
Tidak mengindahkan peraturan sama dengan memberontak terhadap kehendak-Nya!
Mencuri dan memberontak adalah dua tindakan dosa yang suatu hari harus kita pertanggung-jawabkan di hadapan Tuhan.
Syalom,
John Adisubrata
Bolehkah saya membajak isi Alkitab?
Bajak-Bajakan
Setahu saya, ada batasan-batasan tertentu sampai kita bisa disebut membajak. Kalau tidak salah, kita masih diperkenankan untuk mengutip bila tidak melebihi satu bab, tergantung kebijaksanaan yang memberi hak tersebut. Lalu ada juga pihak yang mengizinkan penggandaan dengan catatan tidak untuk tujuan komersial. Salah satunya Yayasan Lembaga SABDA para program CD SABDA-nya. Jadi, tergantung juga.
Nah, kalau untuk urusan Alkitab, saya kira masih sah. Kecuali Anda menggandakan isi Alkitab lalu menjualnya lagi -- yang rasanya sudah tentu tidak bakal laku, siapa mau beli Alkitab fotokopi kalau bisa dapat yang asli dengan harga yang mungkin relatif murah.
"Karena bahasa Indonesia dahulunya adalah lingua franca"
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
Pakai KJV aja
Nyari beasiswa di sini aja
Stop membajak...
saya sebenarnya tidak setuju dengan pembajakan... tapi memang kita belum ada payung hukum yang jelas... sementara hukum pun bisa dibeli oleh orang-orang berduit sesuka hati.... saya kuliah dulu memang harus membeli ilmu dari buku bajakan... karena memang harga buku selangit dan saya wong ndeso... fotokopi dari teman yang punya buku... itu pun tidak semua halaman... hanya halaman yang penting saja menurut saya.... jadi saya harus membaca cepat dan berlomba dengan tukang fotokopi yang mau ngopi halaman berikutnya... dvd saya masih beli yang bajakan... yang baru harganya mahal... tapi saya tidak suka membajak tulisan orang lain... sedapatnya saya tuliskan nama, sumber, tahun penerbitan dan penerbitnya... kalau SMS tentang ayat Alkitab.... bajak saja sesuka hati... hehehe...
BIG GBU!
Bajak??
Bajak demi Berkat
Satu hal yang saya tekankan dalam tulisan di sana ialah agar para penyalin menghargai penulis. Meski banyak penulis memberi izin bebas bagi banyak orang untuk menyalin, menggunakan berbagai tulisannya untuk dipakai--sering dengan catatan tidak untuk dikomersialkan, setiap orang yang memakai tulisan tersebut masih harus mematuhi kode etik dengan mencantumkan sumber yang jelas.
Tentang forward-forward-an itu, saya akan menjadi lubang hitam bagi semua informasi yang disebarkan dengan cara demikian. Saya sadar, informasi itu mungkin berguna, tapi saya punya beban untuk tidak sekadar menyebarkan informasi yang tidak bisa dengan jelas dipertanggungjawabkan dari otentisitas maupun objektivitas.
Sebuah kesaksian, bila dioper ke sana-sini tanpa mencantumkan siapa yang memberi kesaksian, akan dianggap sebagai sebuah cerita pendek belaka, sebuah cerita rekaan. Dan kita tahu, cerita rekaan dengan cerita nyata jelas memiliki muatan-muatan yang berbeda. Akibatnya, nilai yang mungkin seharusnya bisa dicapai malah jadi tidak tercapai. Malahan menurunkan derajat dari kesaksian tersebut.
Jadi, kalau mereka memang sudah dan masih akan melakukannya, saya kira kita tidak perlu ikut-ikutan. Berikan apa yang terbaik bagi mereka.
"Karena bahasa Indonesia dahulunya adalah lingua franca"
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
Kadang kala Dosen/pengajar
Padahal kalau mau banyak freeware yang bisa dipakai sebagai alternatif.
Cuma untuk itu kita memang harus mau keluar dari zona nyaman.
Hidup opensource. :D
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
hidup
B a j a k
Kalau tidak ingin membajak, lebih baik kita membuat tulisan / artikel sendiri saja. Kan kita juga diberikan Tuhan hikmat, jadi bila ingin membagikan berkat dengan tulisan lebih baik dari pemikiran sendiri. Daripada mengambil tulisan orang lain. Selain tidak akan disangka membajak, kan kita juga lebih bisa mempertanggung jawabkannya.
GBU ALL
Jesus Love Me and You
Pembajak 'Ignorant'
Mengirimkan artikel forward-an melalui milis berbeda sekali dengan mengirimkan artikel seakan-akan tulisan sendiri ke tempat seperti SABDA Space ini, yang sudah jelas memberikan peraturan tegas untuk tidak mengirimkan tulisan-tulisan orang lain. Apalagi jika mengirimkannya sesudah mengubah judul, sub-heading, inti artikel/kesaksian dengan menambahkan paragraf-paragraf tanpa persetujuan penulis aslinya.
Di milis saya juga menjadi lubang hitam seperti anjuran Indonesia Saram, karena saya men-delete-nya seketika itu juga, setelah menerima artikel-artikel yang itu-itu juga ‘beribu-ribu’ kali!
Di sini berbeda, karena kita tidak bisa menghadapinya seperti di dalam milis. Sekali-dua-kali menerimanya tidaklah menjadi masalah, karena terkadang memang ada orang yang merasa sangat attached dengan artikel orang lain, dan oleh karena itu ingin sekali membagikannya dengan saudara-saudara seiman lainnya, asal saja sumber aslinya dicantumkan secara jelas.
Selain menuh-menuhin tempat, jika hal ini terus menerus dilakukan, bahkan hampir 100% blog-nya diisi dengan tulisan orang-orang lain, padahal sudah diperingati oleh pimpinan, bahkan disindir oleh orang-orang, tetapi tetap tidak mau mengerti saja, saya rasa anjuran terakhir Hai Hai di dalam artikelnya: ‘Bebal’, meskipun menurut dia terdengar kejam, patut diterapkan untuk menghadapi orang ‘semacam’ ini.
Syalom,
John Adisubrata
Bajak... bajakan, bajak sawah
Satu lagi pendapat seorang anak kecil yang tersasar ke dunia orang dewasa dan memberanikan pendapat.
-anak kecil berpendapat, didengarkah?-