Submitted by Purnawan Kristanto on

Pakaian favorit Kirana, anakku adalah jeans. Hampir setiap hari dia mengenakan jeans bergantian antara celana pendek, celana panjang atau rok jeans. Dulu, ketika belum punya jaket jeans, dia selalu menolak jika dikenakan jaket jika keluar dari rumah. Namun setelah dibelikan jaket jeans, dia malah minta sendiri untuk dikenakan jaket jeans kesayangannya. Sayangnya dia hanya punya satu jaket jeans. Akibatnya ketika jaket itu masih basah karena dicuci,dia menjadi ngambek dan uring-uringan. Maka ketika pergi ke Jakarta, kami gunakan kesempatan itu untuk mencari jaket jeans di Pusat Grosir Cillilitan (PGJ). "Kamu pilih yang mana?" kataku saat sampai di PGJ. Kirana meneliti jaket-jaket yang dipajang di sebuah kios. Dia menggelengkan kepala. Artinya tidak ada yang pas dengan keinginannya.Kami laku berputar-putar kesana-sini, tapi tidak menemukan yang pas. Lalu tiba-tiba Kirana berkata kepada Mamanya, "Ma, Kirana mau jaket yang ada bulunya." Kami agak kaget, soalnya selama ini dia merasa geli dan tidak suka dengan bulu. Meski perempuan, dia enggan bermain dengan boneka yang berbulu. Jika melihat ada bulu kemoceng yang copot, maka dia akan berteriak-teriak minta tolong untuk menyingkirkan bulu ayam itu. Eh, sekarang dia malah minta dibelikan jaket yang ada bulunya. Apa nggak salah, nih. "Benar, Kirana minta dibelikan jaket yang ada bulunya?" tanya istriku untuk menegaskan. Kirana mengangguk. Maka kami pun menuju kios yang menjual jaket jeans berbulu. Begitu sampai, Kirana aku suruh memilih model yang disukainya. Dia langsung menunjuk jaket yang ada bulunya di bagian leher dan ujung lengannya. Warnanya pink! Aduuuh, nduk! Pilihanmu warnamu kok norak banget, sih! "Ini saja ya, yang bulunya berwarna putih," bujukku. Menurutku model dan warnanya lebih elegan. "Nggak mau. Kirana mau yang ini saja," katanya sambil mencoba jaket pinik itu. "Yang ini bulunya lebih halus," kata istriku untuk mendukung pilihanku. Namun Kirana menggeleng. Pilihannya tetap tidak berubah. Ya sudah, kami pun membayar jaket jeans pink berbulu. Dalam perjalanan pulang, jaket itu dikenakan Kirana dengan bangga dan percaya diri. Kami justru yang sedikit malu, karena menjadi pusat perhatian di pusat perbelanjaan itu. Photobucket Lalu tiba-tiba suara batinku berkata, "Kamu itu bagaimana sih? Kamu tadi menyuruh anakmu memilih sendiri. Tapi begitu anakmu menentukan pilihannya, kamu menolaknya. Itu namanya tidak konsisten." Ah, betul juga. Kalau aku memberi kesempatan kepada anakku untuk memilih, mestinya aku juga harus konsekuen dong. Kalau tidak, ya jangan menyuruhnya untuk memilih. Orang dewasa itu kadang merasa benar sendiri dan tidak mau mendengar suara anak. Kita menganggap anak-anak itu belum mampu berpikir kritis dan belum dapat membuat keputusan yang baik. Mungkin anggapan itu ada benarnya. Tapi kalau kita tidak pernah memberi kesempatan kepada mereka untuk membuat keputusan, darimana mereka bisa mendapatkan kemampuan itu kalau tidak belajar sejak dini? Sepanjang keputusan itu tidak menyangkut prinsip dasar iman dan tidak membahayakan hidupnya, maka kami akan berusaha memberi kesempatan kepada anak untuk menentukan pilihannya sendiri. Inilah pelajaran yang didapat dari anakku.

Baca juga:

Pelajaran dari Anakku [1]

Submitted by erick on Tue, 2008-10-07 23:50
Permalink

he he he..... jadi malu sendiri!!!!
wahai orang tua, dengar hai dengar!!!!
wahai bloggers, baca dan bacalah...... he he he,....

Submitted by guang ming on Wed, 2008-10-08 03:32
Permalink

anak memang juga punya hak untuk memilih apa yang disukainya sepanjang masih bisa ditolerir harganya dan juga tidak merusak karakternya..

Alkitab sering membuatku banyak bertanya dan sering tidak mendapatkan jawaban yang pas

Submitted by clara_anita on Wed, 2008-10-08 14:45
Permalink

Dear Pak Pur,

Menjadi orang tua memang susah ya Pak. Ada sekolah guru; ada pula sekolah untuk jadi penerbang . Demikian pula untuk pekerjaan lain. Tapi tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua yang baik. Padahal menjadi orang tua adalah tanggung jawab yang sulit. Salah asuh sedikit jadilah anak rapuh ^_^.

Salam buat putrinya yang cantik ya pak.

GBU

anita

 

Submitted by Purnawan Kristanto on Wed, 2008-10-08 18:52

In reply to by clara_anita

Permalink

Terimakasih bu Clara....

Betul bu... kebanyakan kita memang masih gagap ketika menjadi orangtua baru. Kita belajar cara pengasuhan dari orangtua kita. Celakanya, kalau orangtua kita memberi model yang keliru, maka 'dosa' ini akan menurun kepada kita sebagai orangtua.

Saya rasa ini peluang pelayanan baru. Belum banyak orang Kristen yang menekuni pelayanan untuk memberikan panduan tentang Parenting. Sejauh yg saya tahu, yang serius menekuni bidang ini adalah kak Julianto Simanjuntak dengan LK3-nya.

Wawan

Submitted by sembilan on Wed, 2008-10-08 15:11
Permalink

@ clara, anda betul

tidak ada sekolah 'formal' untuk menjadi orang tua, tapi lingkungan dan pergaulan pun bisa menjadi sekolah non formal untuk kita sebagai orang tua.  Saya sedang belajar untuk bisa 'bijak' menurut hai-hai dimana kita bisa bijak dengan mengambil pengalaman dari org lain, dibandingkan 'pintar' dg pengalaman sendiri.

"buat anak kok coba2" hehehe...

pak wawan, salam buat keluarga

Submitted by alfian on Sun, 2009-02-08 20:49
Permalink

Itu foto anaknya ya? Imut, cantik, dan tidak salah pilihannya itu...

Anak seusia dia sangat mengedepankan emosi kita membuat suatu pilihan/keputusan. Itu sebabnya, sebagai makhluk yang lebih rasional, kita sebagai orangtua harus bisa memahami emosi si anak ketika ia memutuskan (atau menolak memutuskan) sebuah pilihan.

Rasionalitas kita tidaklah dimaksudkan untuk mendominasi atau mendikte emosi si anak, apalagi sampai meniadakannya. Karena, jika itu yang kita lakukan, maka justru kita menjadi tidak rasional bahkan menjadi lebih emosional dari si anak. (Dan, pastinya akan terlihat kekanak-kanakan...)

Adalah panggilan kita sebagai orangtua untuk mendampingi emosi si anak tanpa harus emosional. Dengan demikian, pada waktunya si anak perlahan tapi pasti akan tumbuh dan belajar tentang rasionalitas dari orang-orang terdekatnya.

Tuhan memberkati..!

 

I love my autistic son, Kefas!