Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Pak, Bantu Ibu Ya

ms. hanni's picture

Suatu hari, saya bertemu dengan seorang teman lama di dunia maya. Lalu kami mengobrol lewat Yahoo! Messenger. (Ah, saya selalu kagum dengan teknologi chatting ini. YM membuat saya bisa mengontak teman-teman di berbagai belahan dunia dengan mudahnya. Ck ck ck…)

Tak lama, teman pun bercerita tentang istrinya.

Saya : kenapa ?

Teman : istri gua sering ngomel kalau gua pulang. Stress kale di rumah terus ngurus anak-anak.

Saya : sama dong, gua jg dulu gitu.

Lalu saya pun teringat masa lalu. Tujuh tahun lalu, saya pun sibuk mengurus dua balita saya di rumah. Karena saat itu saya tinggal di perantauan, praktis tidak ada keluarga besar yang membantu saya. Teman saya sehari-hari hanya Engkar (baca:Engkar, pembantuku), beberapa ibu-ibu tetangga, tukang sayur, tukang nasi uduk, dan tukang martabak kesukaan saya (kesukaan saya adalah martabaknya, bukan tukangnya). Stresskah saya ? Ya iya atuh. Kalau dituliskan, cerita stress ini bisa satu buku. Waktu itu, saya belum memasang koneksi internet jadi saya tidak bisa berekspresi di sabdaspace.

Seiring berlalunya waktu, saya belajar bahwa ada masa untuk segala sesuatu. Saat anak-anak masih batita tentu saja saya banyak diam di rumah. Saat anak-anak prasekolah, mulailah saya memperluas pergaulan di sekolah. Saat anak-anak masuk sekolah, saya juga ikut sibuk sekolah. Mulai dari mengajar, menyiapkan bekal, mengantar les, dlsb. Anak saya yang kelas 1 sd saja pulang jam 12.30 dengan tas yang hanya mampu dibawanya dengan cara diseret-seret. Kebayang kan beratnya sekolah saat ini ? Tapi saat anak-anak bersekolah, puji Tuhan, saya punya waktu untuk belajar blogging. Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Pengkhotbah 3 : 1

Dan, satu hal penting, waktu saya melihat ke belakang, saya melihat keindahan di setiap tahapan kehidupan saya walaupun saya melaluinya dengan peluh dan air mata.IA membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Pengkhotbah 3 : 11a

Lalu saya menganjurkan teman lama itu untuk memasang koneksi internet di rumahnya. Menurut pengalaman saya, yang membuat saya stress di rumah bukan rutinitas sehari-hari yang menuntut saya menghabiskan waktu di rumah, tapi karena ketiadaan sarana untuk saya mengaktualisasikan diri. Mungkin internet dapat membantu berekspresi. Waktu itu, teman berkilah, tidak ada komputer di rumah. Pernah ada, tapi tidak pernah dipakai, jadi teman menjualnya. Lagipula, istrinya tidak berlatar belakang pendidikan komputer.

Ah, sedih hati saya membaca jawabannya. Ini namanya pembodohan perempuan, saya jawab. Saya selalu ingin menjadi perempuan di Amsal 31. Seorang istri yang cakap, seorang ibu yang siap, dan seorang perempuan yang mengaktualisasikan dirinya sendiri.

So, ibu-ibu, bangkitlah ! Banyak hal baik yang bisa diperoleh, dibagikan, dan dilakukan dalam dunia maya. Ibu senang memasak ? Blog ini mungkin menginspirasi Anda. Atau ibu ingin belajar bahasa Inggris ? Juga bisa. Mencari sesuatu ? Google jawabannya. Chatting dengan saya ? Hayu atuh. Coba lihat di sini, ini blog buatan seorang ibu yang masih baru dalam dunia blogging. Dan masih banyak yang dapat dipelajari dan dikembangkan di internet (kaum bapak mungkin lebih tahu).

Saya tidak tahu berapa jumlah kaum ibu pemakai internet. Atau berapa persentase ibu-ibu yang rajin blogging di sabdaspace. Tapi saya yakin, jumlahnya akan bertambah banyak, karena kaum ibu adalah kaum yang mau belajar, apalagi ditambah support dari sang suami. Ya, kan, Pak ?

__________________

jofie's picture

Setuju aja..

Iya setuju..
asalkan jangan mpe keasyikan ngeblog atau browsing mpe pekerjaan rumah berantakan smua en jgn mpe lupa ngurus anak juga, namanya juga ibu rumah tangga kewajiban pertama mengurus rumah tangga harus didahulukan donk, tul ga bapak2?
Purnomo's picture

Bu Hanni, blognya bagus

Membaca keribetan Ibu ketika 2 anak masih balita, bagaimana bila Ibu membuat segmen baru di Sabdaspace ini mengenai hal itu?

Di gereja saya sering mendengar mereka yang jadi ibu kebingungan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang cepat pada diri baby-nya. Pernah seorang ibu mengeluh anaknya susah makan. Ia mendapat nasihat untuk mengukus parutan temu ireng dicampur tempe busuk. Airnya diminumkan kepada batitanya. Saya yang mendengar nasihat itu menganjurkan untuk tidak memakai tempe busuk karena tempe busuk jaman dulu dengan yang sekarang beda sekali. Yang sekarang betul-betul busuk. Seminggu kemudian ia mengatakan resep itu manjur.

Ketika saya ada di sebuah toko obat, sepasang pasutri muda mencari obat cacing untuk bayinya yang baru berumur 13 bulan. Tetapi obat cacing yang ada untuk bayi berusia 2 tahun. Iseng saya tanya mengapa ia yakin bayinya cacingan. Tidak suka makan, kata si bapak. Saya katakan anak seusia itu lidahnya mulai “canggih”. Jadi lebih baik menu lauknya diubah-ubah, misalnya bakso, soto, cap cay, pu yung hai. Obat cacing itu yang sedang ia timang-timang itu bisa dipakai dengan dosis minimum dibagi dua. Tetapi jangan diberikan, kecuali si anak sering menggaruk pantatnya sambil menangis.

Cerita-cerita seperti di atas pasti banyak Ibu miliki.

Sharing dong di sini.

Btw, saya setuju dengan komen Jofie, “ngeblog ya ngeblog tapi jangan lupa yang di dalam box”.

ms. hanni's picture

thank you

Terima kasih untuk komentar2nya, Pak.

Kalau soal segmen baru di sabdaspace, itu bukan kapasitas saya, walaupun saya setuju juga kalau ada segmen khusus untuk kaum ibu.

Pengalaman saya tentang mengurus anak tidak begitu banyak, Pak. Anak saya kan cuma 2, tapi kalau banyak ibu yang sharing, baru banyak ceritanya. Makanya, saya menulis blog ini untuk mengajak ibu-ibu berpartisipasi di dunia maya ini, dan mengajak bapak-bapak untuk mendorong ibu-ibunya. Anda sudah mengajak Ibu, Pak ?

Tapi saya setuju kalau soal susah makan, banyak kasus dimana anak-anak lebih suka makanan orang dewasa. Anak saya juga susah pisan makannya. Dia baru mau makan umur 2 tahun setelah mencoba menu favorit ayahnya, .....pete goreng

O, ya, terima kasih juga 'warning' nya untuk tidak melupakan tugas utama ibu.

Dan, terima kasih lagi, komentar Anda menyulut semangat saya.

 

 

 

 

 

__________________