Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Oleh-oleh dari Bali
Saya merasa sangat beruntung mendapat kesempatan mengikuti Pelatihan Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Betapa tidak, pelatihan ini mendatangkan langsung Ronald Binion dan Amanda Maddock dari Amerika Serikat. Ronald adalah pemain boneka pada acara Lazy Town produksi Nickelodeon (diputar oleh Global TV) dan Amanda adalah pemain boneka yang pernah terlibat dalam produksi Lazy Town dan Sesame Street.
Saya mengikuti pelatihan itu sebagai utusan dari Gerakan Kemanusiaan Indonesia di Klaten. Lembaga yang diinisiasi dan didukung oleh sinode am GKI ini bertugas memberikan bantuan darurat pada saat terjadi bencana. Ada 22 orang yang mengikuti pelatihan ini. Di antaranya berasal dari Jesuit Refuge Services, Serikat Anak Merdeka Indonesia (Samin)-Yogya, Tanda Baca-Yogya, Kogami-Padang, World Vision, Greenhand, Dolphin (Sulawesi Tengah), Perkumpulan Masyarakat Penanganan Bencana-Kupang, CBDRM NU-Jakarta, Surf Aid-Mentawai dan Nias, Bibi Bulak-Timor Leste, Cartas Czech-Aceh, Cordaid-Medan dan GFS-Aceh.
Pelatihan yang dilaksanakan selama 7 hari ini mengagendakan tiga materi utama yaitu:
1. Pelatihan Dasar Pertunjukan Boneka.
Pembawa materinya berasal dari No String, sebuah LSM yang menggunakan boneka sebagai sarana pendidikan anak-anak di negara berkembang tentang "life-saving" dengan menggunakan pendekatan budaya lokal. (Lebih lengkap di http://www.nostrings.org.uk/).
No String sukses memakai metode ini untuk kampanye anti ranjau darat di Afganistan.Tidak tanggung-tanggung, No String mendatangkan Ronald Binion dan dan Amanda Maddock dari Amerika. Ron adalah seniman boneka dari New York selama 10 tahun. Dia telah berpengalaman sebagai pemain boneka di sejumlah produksi acara TV seperti Crank Yankers (Comedy Central), Lazy Town (Nickelodeon/MTV) dan dinominasikan Emmy Award untuk program Wubbulois World of Dr. Seuss.
Selama lima tahn, Ron juga pernah menjadi perancang dan pembuat boneka di Jim Henson Company (Muppet Show).Sedangkan Amanda adalah pemain boneka utama di acara The Book of Pooh, Bear in the Big Blue House, Lazy Town dan Magic Tent. Dia juga menjadi asisten pemain boneka di acara Between Lions dan Sesame Street.
Selama tiga hari kami dilatih dasar-dasar pertunjukkan boneka, baik itu bermain sendiri maupun tandem (satu boneka dua pemain). Boneka yang digunakan adalah sejenis boneka pada program Muppet Show.
2. Pelatihan Community Based Disaster Management (Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat)
Dalam pelatihan ini kami mendapat banyak informasi tentang cara-cara menghadapi. Mulai dari Persiapan, Saat Terjadi dan Sesudahnya. Kami mendapat sebuah kit yang cukup lengkap memuat detil-detil apa yang harus dilakukan untuk menyiapkan diri jika terjadi bencana. Pada dasarnya, materi ini dirancang bagi kelompok-kelompok masyarakat supaya mereka bisa mengantisipasi segala kemungkinan bahaya bencana. Sebagai contoh, ada kelompok masyarakat dilatih untuk membuat Peta Bahaya (Hazard Map), yang berguna untuk mengenali potensi bahaya/bencana di sekitar mereka, dan juga membuat jalur evakuasi ketika bencana itu terjadi.
Dalam kit ini juga sudah disediakan form-form yang dapat langsung dipakai oleh posko kemanusiaan jika terjadi bencana. Contohnya, form Permintaan Pencarian Orang Hilang. Dalam bencana besar, biasanya ada banyak orang yang hilang. Form ini sangat berguna untuk mencatat secara detil ciri-ciri yang hilang. Selain itu, kami juga mendapat materi film dalam format DVD tentang bencana: Tsunami, Gempa, Gunung Meletus, Banjir dan Peace Building. Film yang masing-masing berdurasi 8 menit ini berisi cerita boneka tentang apa yang seharusnya dilakukan ketika bencana tersebut terjadi. Filmnya sangat menarik. Pengambilan gambarnya di Amerika, disulih suara di Indonesia, tapi settingnya Indonesia.
3. Pelatihan tentang Peace Building
Materi pelatihan dibawakan oleh Taka Gani dari Jesuit Refugee Services. Kami mendapatkan dasar-dasar tentang Peace Building, khususnya tentang Peace Education. Pelatihan ini kemudian diramu dan disajikan di depan anak-anak SD 8 dan SD 13, Sanur. Selama dua jam, kami memutar 3 film (Gempa, Tsunami dan Peace Building), berinteraksi dengan anak-anak menggunakan boneka dan membagikan komik. Hasilnya, anak-anak sangat antusias mengikuti acara ini sampai selesai. Bahkan orangtua yang menjemput anak-anak ikut menontonnya.
Materi pelatihan ini sangat bermanfaat bagi siapa saja. Gempa di Sumatera (Bengkulu) sekali lagi mengingatkan kita bahwa kita hidup wilayah cincin api (ring fire). Seluruh wilayah Indonesia sangat rawan terhadap bencana. Itu sebabnya, kita perlu waspada dan menyiapkan diri.
Sayangnya, gereja protestan masih kurang berminat terhadap hal-hal ini. Saya salut dengan rekan-rekan dari gereja Katholik. Mereka tidak hanya mengkhotbahkan tentang bencana, tetapi langsung mengambil tindakan.
Jika Anda rindu menyiapkan jemaat dan masyarakat sekitar Anda untuk menghadapi bencana, saya dengan senang hati akan membantu.
Untuk membaca catatan dan melihat foto pelatihan ini, silakan log on ke blog saya http://purnawan-kristanto.blogspot.com
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- 5833 reads
sudah seharusnya...
mungkin pelatihan itu dapat ditembuskan proposalnya ke sekolah-sekolah Pak... saya rasa akan banyak yang tertarik... sudah seharusnya masyarakat Indonesia sadar bahwa kita hidup di Negeri 1001 Bencana... kita yang harus menolong kita... bukan pihak asing yang terlebih dahulu... saya agak sedikit kesal dengan lambannya gerak pemerintah dalam menghadapi bencana... bagaimana kalau tiba-tiba ada lebih dari 1 bencana dalam bulan yang berdekatan... sungguh negara kita salah urus...
BIG GBU!
Jangan lagi berharap pada pemerintah
------------
Communicating good news in good ways
Setuju Pak
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
Gereja Kerdil Indonesia
Belasan tahun yang lalu, bukan sebagai pengurus, tetapi dianggap preman, maka saya diajak dalam rapat Majelis untuk membahas sistem penyaluran dana beasiswa untuk anak-anak tidak mampu. Saat itu, saya masih kuliah di jurusan Akuntasi. Saya menghadiri rapat dengan membawa data-data kemampuan ekonomi seluruh jemaat gereja kami. Walaupun ada beberapa jemaat yang memiliki kemampuan ekonomi ala kadarnya, namun menurut saya, anak-anak mereka tidak perlu diberi beasiswa. Yang harus dilakukan oleh gereja adalah menggerakkan jemaat agar membantu usaha keluarga-keluarga tidak mampu tersebut sehingga mereka dapat membiayai anak-anaknya.
Contoh, ada sebuah keluarga petani, yang hidup dari menanam sayuran dan memelihara seekor sapi. Masalah petani tersebut adalah, dia terpaksa menjual sayur dengan harga murah kepada para pedagang di pasar dan susu sapinya tidak laku. Saya mengusulkan agar gereja menggerakan para jemaat untuk membeli sayur dan susu dari petani tersebut dengan harga pasar.
Ada seorang guru SD, dia mengajar di SD negeri dengan gaji pas-pasan, walaupun tidak memiliki motor, namun hoby mengkutak-katik motor. Saya mengusulkan agar gereja menggerakkan jemaat agar memberi pinjaman kepada guru tersebut agar dia dapat membeli sebuah motor sehingga dia dapat nyambi ngojek dan membuka bengkel motor dan menggerakkan jemaat agar menjadi palanggan bengkelnya.
Ada sebuah keluarga, sang istri adalah seorang guru SD, namun suaminya menganggur. Saya mengusulkan agar gereja menggerakan jemaat untuk menddorong suami pengangguran itu bekerja apa saja agar dapat memperolehpenghasilan.
Menurut saya, dengan melakukan hal itu, maka dana beasiswa dapat disalurkan kepada kaum miskin lainnya yang benar-benar tidak mampu. Saya lalu mengajukan beberapa nama anak-anak yatim yang butuh bantuan.
Usul saya itu ditolak mentah-mentah, karena menyalahi prosedur dan anak-anak yatim yang harus dibantu itu tidak memenuhi syarat karena mereka bukan orang Kristen.
Saat itu saya masih muda dan sombong, saya menggebrak meja dan menjuluki gereja saya sebagai Gereja Kerdil Indonesia dan berjanji hanya akan menjadi pengurus di gereja kalau saya diangkat menjadi ketua majelis. Lalu menjalankan program saya itu tanpa bantuan gereja. Petani tersebut akhirnya mampu membeli tanah sendiri dan menambah jumlah sapinya. Guru itu menjadi tukang ojek dengan motor pinjaman dari saya, saat ini dia sudah memiliki beberapa motor ojek dan membuka bengkel murah untuk melayani tukang ojek. Suami guru SD itu pada dasarnya memang orang malas, dia menganggur hingga hari ini sementara anak-anaknya sekolah dengan beasiswa dari gereja.
Beberapa tahun kemudian, adik saya duduk sebagai majelis, dengan kemampuannya dia mampu menggerakkan majelis untuk menyalurkan beasiswa kepada kaum miskin bukan orang Kristen.
Hingga saat ini, sudah beberapa kali saya diminta untuk menjadi anggota majelis, namun gagal, karena saya selalu mengajukan syarat untuk diangkat jadi ketua majelis.
Lima tahun terakhir ini saya mencoba agar dilakukan seminar tentang narkoba dan HIV/AIDS serta seminar tentang cara mendidik anak-anak di gereja denominasi saya. Walaupun selalu ditolak mentah-mentah, namun saya masih berharap suatu saat usul saya itu diterima dan dijalankan. Untuk mengantisipasi hal itu, saya dan adik-adik saya pun mendirikan panti rehabilitasi narkoba. Hingga saat ini sudah beberapa gereja yang bilang kami sombong, karena kami kekeh jumekeh taat pada pemikiran bahwa Yesus Kristus mati di atas kayu salib untuk menyelamatkan dunia, bukan hanya orang-orang Kristen.
Pak Purnawan, belasan tahun yang lalu saya pernah mengejutkan lomba cerita guru sekolah minggu denominasi gereja saya dengan gaya bercerita saya. Seharusnya saya menjadi juara, namun didiskualifikasi karena penampilan saya saat itu, jean belel, kaos oblong iklan kunci pintu dan rambut gondrong. Para juara saat itu adalah peserta yang tampil sesudah saya. Ketika acara berakhir, mereka menghampiri saya dan bilang, bahwa cara saya mengajar mengilhami mereka , maka merekapun lalu tampil meniru gaya saya.
Pak Purnawan, menurut saya, pengetahuan anda harus ditularkan kepada para guru sekolah minggu, sebab merekalah yang menetukan arah Gereja Kerdil Indonesia kita.
nb.
Saya suka melihat gaya anda menggerakkan boneka, mengingatkan saya pada Pak Tino Sidin dan pak Raden.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena merasa sudah tahu
Nyari beasiswa di sini aja
What Is The Question?
Waktu kuliah, saya punya seorang teman, dia jauh lebih senior dari saya. Kemana-mana dia selalu membawa sticker dengan tulisan "Jesus is The Answer!" dan menempelkannya di mana-mana. Kepada siapapun dia selalu menyatakan bahwa Jesus is The answer. Setiap kali persekutuan, dia pasti ngotot minta diberi kesempatan untuk ngomong di depan, dan themanya selalu sama, Jesus is the answer.
Suatu hari, beberapa orang teman yang nampaknya tidak tahan lagi dengan perilaku teman tersebut, menyerahkan sejumlah uang yang menurut mereka hasil urunan kepadaku untuk menghadapi teman tersebut. Setelah memikirkannya beberapa hari, saya lalu mendesign sticker untuk ditempel dan traktat untuk dibagi-bagikan. Tulisannya adalah. If Jesus Is The Answer, So What Is The Question?
Karena Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
The Question is.......................
I say "The Question is problems, curiosity and stupidness of human being."
GBU ALL
Jesus Love Me and You
Setahu saya
Nyari beasiswa di sini aja
Buat hai hai: Saya salut
------------
Communicating good news in good ways