Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Odong-odong
Inilah pekerjaanku tiap pagi, ternak teri. Seorang sahabat berkomentar, itu namanya "loper susu" sambil "berinvestasi".
Dan pagi itu urusan ternak sudah selesai, tinggal dilanjutkan dengan urusan teri.
Aku melirik jam di dashboard.
06:55 AM.
Santai saja.
Masih banyak waktu karena jalan di kota ini memang tak pernah macet. Tiga puluh meter lagi lampu merah. Kulihat istriku yang duduk di sebelahku tengah sibuk membuka-buka tasnya. Aku tahu apa yang sedang dicarinya.
“Kan ada recehan di situ,” kataku sambil menunjuk laci di antara kedua jok kami.
“Kalo mau ngasi tuh yang niat dong, jangan duit recehan sisa kembalian,” sahutnya.
Aku terdiam.
Dua lembar uang ribuan sudah ada di tangannya.
"Ngasih segini ngga akan membuat kamu jatuh miskin," lanjutnya.
"Ngasih segitu juga ngga akan membuat dia jadi kaya," balasku.
Isteriku melotot, aku terbahak.
Kuturunkan kaca jendela pelan-pelan.
-o-
Belasan tahun yang lalu.
Kami masih di Jakarta waktu itu.
Malam minggu.
Berangkat nonton sama pacar yang sekarang jadi istriku.
Naik mikrolet dari Pasar Minggu ke arah Kampung Melayu.
Di sepanjang perjalanan seorang anak kecil lengkap dengan “kecrekan”nya bernyanyi-nyanyi tak jelas sambil berjongkok di balik pintu mikrolet. Sesudah selesai mengumpulkan recehan dari beberapa penumpang termasuk dariku, dia bergegas turun.
Sesampainya di Mal Kalibata, kami langsung beli tiket nonton. Film diputar setengah jam lagi. Sambil menunggu kami turun ke bawah, niatnya mau ngisi waktu sambil main game koin. Lagi asik main game, pacar mencolek lenganku. Matanya melirik ke arah seseorang yang juga lagi asik main game di mesin sebelah. Aku mengikuti pandangan matanya dan... Astaga, itu kan anak kecil yang tadi ngamen di mikrolet? Tampil meyakinkan, lengkap dengan “kecrekan” yang dikalungkannya di leher, anak itu terlihat mengendalikan permainannya tanpa mempedulikan keadaan di sekitarnya.
“Samber gilaaaap...!” umpatku perlahan.
Sejak saat itulah, bila bertemu anak jalanan, pengamen, atau pengemis aku harus berfikir sejuta kali untuk memutuskan apakah akan mengasihani mereka atau tidak. Bila nantinya kuputuskan untuk mengasihani mereka, aku kembali harus berfikir dua juta kali lagi untuk memutuskan apakah akan memberi mereka sedekah. Aku tahu, terlalu banyak berpikir membuatku sedikit bertindak, bahkan tidak bakal bertindak apa-apa. Itulah sebabnya aku akan berpikir tiga juta kali atau paling tidak sepertiganya saja, karena keputusannya sudah dapat dipastikan sebelumya. Meski begitu seiring berjalannya waktu, hingga saat ini kejadian menyebalkan itu sedikit demi sedikit tidak lagi mempengaruhiku untuk kembali berbelas kasihan pada mereka.
“Mereka sudah kupredestinasikan untuk menerima belas kasihan dan kemurahanku,” candaku suatu saat pada isteriku.
“Tapi freewill mereka sempat membuatmu tak mengasihani mereka lagi, bahkan menghukum mereka semua,” balasnya.
"Memang sempat begitu, tapi kemudian aku menyesal sudah menghukum mereka. Aku tidak mungkin bisa mengingkari ketetapanku atas mereka," sergahku tak mau kalah.
Kami berdua tertawa, walau sebenarnya tak ada yang harus ditertawakan.
-o-
“Lho, mana orangnya?” tanya isteriku sambil celingukan mencari sang target, membuyarkan lamunan dan membuatku ikut mengedarkan pandangan mata.
“Tuh, lagi duduk di balik tiang lampu merah,” jawabku.
“Kok dia ngga ke sini ya?”
“Kayaknya tadi dia udah liat kita. Kirain mau ke sini ambil jatah, eh malah ngumpet…”
“Malu kali, ya. Soalnya hampir tiap hari kita kasih terus,” ujar isteriku sambil menyelipkan uangnya ke dalam laci. "Yo wis yen ora gelem, nih buat bayar tol aja," katanya.
Lampu hijau sudah menyala. Kaca jendela kututup kembali, melaju pelan-pelan. Orang itu menatap kami dari balik tiang lampu. Kami balas menatapnya.
Dia mengangguk.
Tersenyum ragu-ragu, mungkin kuatir kami tak membalas senyumannya.
Sementara kami menjauh, kulihat dari kaca spion dia beranjak kembali ke posisi strategisnya menunggu nyala lampu berganti merah.
Rupanya pengemis tadi masih menyisakan sedikit perbincangan di antara kami.
“Dengan dua tangan buntung gitu kira-kira dia masih bisa kerja nggak ya?” tanya isteriku.
“Ya tetep bisa, lah... Cari kerjaan yang ngga pake tangan.” jawabku.
“Iya, tapi apa…?”
Aku terdiam sejenak.
“Odong-odong.” Itu jawaban yang tiba-tiba terlintas di pikiranku.
“Kok…?”
“Odong-odong kan digerakkan pake kaki, tinggal genjot aja. Lagipula dia masih punya lengan buat megangin setang.”
“Kira-kira berapa ya harga odong-odong?” tanyanya sesaat kemudian.
Pura-pura tak mendengar, aku menambah volume OST fragmen kami pagi ini.
Aku sedang tak ingin menanggapi antusiasmenya.
Sengaja.
Bisa panjang urusannya nanti.
-sekian-
salam hangat,
rong2
salam hangat,
rong2
- ronggowarsito's blog
- Login to post comments
- 9241 reads
I like odong odong
Salam kenal ronggo.
Saya senang odong odong, karena anak saya suka naik odong odong sampe 10 lagu.
Dipare pare, odong odong timingnya berdasarkan lagu, per lagu dihargai 1000 rupiah tiap kali naik odong odong.
Saking lamanya anak saya main odong odong, pernah saya tanya istri saya berapa lama Si kecil naik odong odong ? Lalu dijawab SAMPAI PECAH BETIS. Hehehe
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
@jf : noceng dapat 6 lagu
Kalau di sini noceng dapatnya 6 lagu. hehehe... Jangan2 di parepare 1 lagu durasinya 15 menit ya... Hehehe..
Salam hangat,
rong2
salam hangat,
rong2
tulisan yang layak ditunggu2
khotbah yang sungguh bagus.... layak buat ditunggu2 :-)
@Ronggo W
“Mereka sudah kupredestinasikan untuk menerima belas kasihan dan kemurahanku,” candaku suatu saat pada isteriku.
“Tapi freewill mereka sempat membuatmu tak mengasihani mereka lagi, bahkan menghukum mereka semua,” balasnya.
Ronggo, kalo dilihat dari contohmu diatas kayaknya predestinasi dan freewill ngak saling bertentangan yah. yang 1 dilihat dari sisi Tuhan dan 1nya lagi dilihat dari sisi manusianya.
GBU
Huanan
baru sampai di situ
@nis : mudah-mudahan aku tidak sedang mengkotbahi kamu
@huanan : pemahamanku baru sampai di situ
Sekalian mau ngaku dosa nih :
Setelah dibaca lagi kayaknya ada yang gak nyambung.
INTRO : Dan pagi itu urusan ternak sudah selesai, tinggal ...
OUTRO : ..., aku menambah volume OST fragmen kami pagi ini.
Timing yang tidak sinkron bisa mengganggu logika. Lompatan plot di tengah cerita belum tentu mau dijadikan kambing hitam. Semoga Tuhan mengampuni dosaku.
salam hangat,
rong2
salam hangat,
rong2
Pasar Minggu - Kampung Melayu
Seingat saya itu mikrolet 26. Salah ya? Hahaha
Yang saya ingat bus 40, yang sering pecah kacanya akibat tawuran. Seringkali kalo pake 40, saya gak pernah bisa tertidur tiap kali lewat jalur Senen-Kampung melayu. Pernah saya naik mobil melintasi bus tersebut, dari pintu bus ada badan berseragam dan bersimpuh darah, dilempar seperti karung beras dan langsung menghantam trotoar.
Mikrolet 02 dan 04 yang begitu familiar. Metromini ** (saya lupa angkanya) yang kadang saya tumpangi kalo mau berangkat ke sekolah melewati daerah Tebet.
Tulisannya bagus, mengingatkan saya sama tempat2 masa lalu.
Tapi odong-odong itu apa?
"It's not what I think that's important. It's not what you think that's important. It's what God thinks that's important. Now I'm going to tell you what God thinks!" - Chosen people of God
@PB : silakan berimajinasi
PB, silakan berimajinasi...
Odong-odong, sebuah gerobak, bukan gerobak dorong, tapi gerobak genjot, yang dimodifikasi dengan menambahkan payung dan 4 sampai 6 buah "kuda-kudaan" (karena tidak harus berbentuk kuda, yang penting bisa ditunggangi anak-anak), dioperasikan dengan genjotan kaki seperti menggenjot sepeda. Dengan iringan lagu anak-anak, ketika dioperaskan kuda-kudaan ini bergoyang naik turun, mirip carousel tapi tidak berputar. Biasanya anak-anak suka dengan permainan ini, bahkan si kecil menjadikan permainan ini sebagai lauk menemani jam makan sorenya. Hehehe...
Kalo mau tau fotonya, coba googling atau tanya tante paku, dia yang paling suka pakai ilustrasi di blog-blognya. Hihihi...
salam hangat,
rong2
salam hangat,
rong2
@ronggo thanks
Sudah diberikan deskripsinya. Sepertinya saya pernah liat.
Saya nantikan tulisan anda yang lain.
Salam.
"It's not what I think that's important. It's not what you think that's important. It's what God thinks that's important.
Now I'm going to tell you what God thinks!" - Chosen people of God
Odong-odong vs Kereta Kelinci
Zaman dulu kayu masih banyak, permainan kuda-kudaan dengan diberi kaki seperti kursi goyang sangat laku untuk menyenangkan anak-anak.Ada juga yang dibuat dengan bahan rotan. Sekarang masih bisa dijumpai, khususnya di desa-desa atau kalau mau pesan pada pengrajin mainan, masih bisa dibuatkan.
Periode berikutnya, kuda-kudaan sudah ditemani mobil-mobilan atau bentuk binatang lain, tapi kalo mau menaiki harus memberi makan dulu dengan koin khusus yang dijual pengelolanya, ada yang butuh 1 koin atau 2 koin baru goyang atau berputar. Tapi untuk mainan ini harus mendatangi pusat perbelanjaan atau Mal.
Kini, untuk menaiki permainan tersebut, kita tidak perlu membawa sang anak ke pusat perbelanjaan, permainan tersebut justru yang mendatangi daerah-daerah, masuk ke setiap gang. KIDDIE RIDE ini sekarang populer disebut ODONG-ODONG, dengan sejumlah modifikasi, ditempatkan di atas kendaraan jenis becak, bermacam bentuk menyerupai bianglala yang ada di DUFAN, ada yg berbentuk mobil, pesawat, motor, binantang dengan ukuran mungil, cukup dengan uang 1000 rupiah, anak-anak bisa menikmatinya sambil mendengarkan lagu-lagu yang diputar. Lagu ini biasanya dipakai juga sebagai hitungan waktu.
Biasanya setiap becak minimal memiliki empat buah mainan, sebagai penggerak masing-masing tunggangan memanfaatkan dinamo. Tukang odong-odong harus mengayuh pedalnya untuk memutar dinamo. Konsepnya hampir mirip dinamo spd onthel, cuma odong-odong sang tukang mengayuh tanpa becaknya melaju. Kalo mainannya penuh, tentu semakin berat mengayuhnya.
Yang membuat saya berpikir, siapa penemu odong-odong ini? Pastilah rakyat yang kreatif tanpa perlu bukti hak paten, namun bermanfaat mengurangi pengangguran juga.
Odong-odong tidak melaju sendirian, ia punya pesaing berat yaitu KERETA KELINCI, sama-sama bisa masuk ke gang-gang di perumahan atau pedesaan. Cuma bentuknya jelas berbeda, daya tampung penumpang dan ongkosnya juga berbeda. Yang sama, keduanya menyenangkan hati anak-anak.
Gambar di atas ini, anak yang nangis itu panggilannya RONG-RONG, konon nangisnya karena sandalnya jatuh enggak ada yang mengambilkan.
Demikian, sedikit informasi.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
sendal jepit
Huahahahaha... lol
Gimana ngga nangis, tante. Aku kan takut turun sendiri.
Liat tuh, si Iik yang duduk di sebelahku malah asik nggaya di depan kamera.
Lentin yang duduk di belakangku juga cuma ngeliatin aja. Katanya, "lu sih, pake sandal jepit. Kayak gue dong, pake sepatu. Gak mungkin lepas kan..."
Lho, itu tukang odong2nya kok mukanya ketutup sih? Jangan2 anakpatirsa udah ganti profesi ya...
Hahaha... Pis all!
salam hangat,
rong2
salam hangat,
rong2