Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Untuk Orang Terpenting Dalam Hidupku
Di awal tahun ini, apresiasi kuberikan kepada orang terpenting di dalam hidupku. Dia adalah “garwo”-ku, belahan jiwaku, my better half. Dia adalah pelabuhan terakhir di dalam hidupku. Dia adalah orang yang mengenalku luar dan dalam. Dia adalah suamiku.
Tetapi, tunggu…sebelum aku bisa mengatakan bahwa dia adalah orang terpenting di dalam hidupku, aku harus melewati jalanan yang terjal: 10 tahun masa pacaran+pertunangan dan 18 tahun pernikahan.
Pada awal pernikahan, aku sempat bertanya-tanya apakah dia benar-benar menyintaiku. Pasalnya, suamiku ini selalu membiarkan aku mengatur hidupku sendiri. Dia tak pernah mengatakan aku harus begini atau begitu; suatu hal yang membuatku merasa tak berharga di matanya.
Dia tak berkata, “Setelah menikah, kau harus berhenti bekerja.” Maka aku melanjutkan bekerja di sebuah perusahaan pengembang. Ketika aku hamil muda, dia tak berkata, “Berhentilah bekerja, jagalah bayi kita dan jagalah dirimu.” Maka aku terus bekerja. Dan ketika kehamilanku berada pada bulan ke 8, aku pun berhenti bekerja atas keputusanku sendiri. Pada saat anakku lahir, dan aku memutuskan untuk menjadi ibu yang tinggal di rumah, itu pun tak pernah dimintanya. Sewaktu aku pelan-pelan belajar terbang meninggalkan sarangku, dan melihat-lihat apa yang terjadi di luar sana; dia pun tak pernah melarangku.
Apakah dia menyintaiku? Apakah aku cukup berarti buatnya? Mengapakah dibiarkannya aku mengatur jalan hidupku sendiri? Jika dia peduli, seharusnyalah dia memberikan pendapatnya.
Setelah melewati jam-jam panjang yang melelahkan dan menyakitkan dalam upayaku memahami jalan pikirannya, akupun menitikkan air mata haru. Dia tidak mengaturku karena dia ingin aku menemukan sendiri fitrahku di dalam pernikahan kami. Dia mengajariku bahwa keputusan terbaik adalah keputusan yang kuputuskan sendiri, tanpa tekanan namun keluar dari pemahamanku yang sejati.
Suamiku membantuku menemukan diriku sendiri. Di awal tahun 2011 ini bisa kukatakan bahwa aku ini seorang istri yang beruntung, seorang ibu yang bangga dan seorang perempuan yang berbahagia. Bukan karena aku tinggal di dalam sangkar emas dan makan dari piranti perak, namun karena aku tinggal di sarang yang biasa saja namun aku diberi kebebasan untuk menatanya sendiri.
PS:
Ini adalah salah satu dari serangkaian tulisanku yang lain mengenai apresiasiku kepada beberapa orang. Aku ingin mengatakan bahwa selalu ada orang-orang lain di mana kita berutang sehingga kita sampai kepada hari ini.
"I do not try to dance better than anyone else. I only try to dance better than myself." - Mikhail Baryshnikov, ballet dancer
- martha pratana's blog
- Login to post comments
- 3842 reads
@martha pratana, dua menjadi satu.dengan dasar kasih Kristus
@martha pratana suatu pencapaian yang baik, dua menjadi satu, dengan dasar kasih Kristus. Beda yang terjadi dengan my wife, tahun pertama perkawinan, saya sudah suruh berhenti bekerja, dia bilang nanti aja kalau sudah punya baby,. Setelah punya baby,mama mertua melarang berhenti bekerja, kan ada mama yang merawatnya, sayang karirnya sedang menanjak. Sampai perlu tenaga baby sitter takut mama mertua kewalahan, karena muncul baby kedua setelah 2 tahun perkawinan. Dengan support dari mama mertua dan mami (orang tua saya), my wife terus bekerja, dan sampai sekarangpun masih tetap bekerja. Ada plus-minus bila mertua tinggal serumah dan puji Tuhan keluarga saya masih langgeng setelah 20 tahun usia perkawinan,dan mama mertua sudah dipanggil pulang ke rumah Bapa, karena dasar perkawinan adalah kasih Kristus. Mau menerima segala kekurangan dan menutupinya dengan kelebihan masing-masing.
Hmmmm....mba martha
@li-chian9 dan @ Kardi
Setiap situasi dan kondisi dalam perkawinan berbeda-beda kasus per kasus.
Yang saya sharing-kan adalah satu kasus yang saya alami.
saya percaya, setiap kasus memiliki jalan keluarnya masing-masing.
"I do not try to dance better than anyone else. I only try to dance better than myself." - Mikhail Baryshnikov, ballet dancer
martha, so true...
pertama kali (setelah menjalani hidup bersama dalam pernikahan selama beberapa tahun) "tulang rusuk gw yg hilang" bilang bhw gw adalah org terpenting dalam hidupnya, bahkan lebih penting dari ayah ibunya, gw merasakan bangga bercampur tanggung-jawab yang besar yg gak pernah gw bayangkan. di satu sisi gw merasa itu pernyataan bodoh, bagaimana bisa seseorang menjadikan org yang baru dikenalnya dalam hitungan tahun jari tangan lebih penting daripada org yang melahirkannya dan memeliharanya selama dua puluh tahun lebih?
di sisi lain, gw tahu itu adalah pernyataan yang hanya bisa dikeluarkan oleh org yg sangat cerdas. bagaimana tidak ? ketika dia berjanji di depan banyak saksi menerima gw sbg org yg akan menjaganya dalam suka dan duka hingga 'maut memisahkan kita', itu adalah keputusannya utk mengizinkan gw sbg partner dalam perjalanan di bumi ini. itu juga pernyataan kesediaan utk menjadikan gw sbg org yg akan mengenali raga, emosi dan rohaninya secara 'luar dalam', lebih dalam dari siapapun yang pernah mengenalnya.
perempuan-perempuan yg menjadikan suaminya sebgai org terpenting dalam hidupnya layak dijadikan sebagai org terpenting dlm hidup suaminya. cinta, hormat dan kesetiaan kiranya tak pernah meninggalkan perempuan-perempuan hebat seperti itu.
------- XXX -------
@guestx
tulang rusukmu agaknya sedang memraktekkan "...meninggalkan ayah dan ibunya..."
itu bukan perkara mudah dan harus dilakoni serta dihayati sampai maut memisahkan.
(wew...ngeri...so, may God help us all!)
"I do not try to dance better than anyone else. I only try to dance better than myself." - Mikhail Baryshnikov, ballet dancer
@Martha: Membagi cinta...
Ada kerabat saya, dimana sang suami begituuuu cintanya pada sang istri, sampai-sampai si anak jadi agak terabaikan. Bagi sang suami, kalau si anak ribut sedikit dengan ibunya (biasa toh, ibu dengan anak perempuan), sering si anak dipojokkan dengan sikap yang kurang pantas, seakan-akan si anak menjadi ancaman bagi sang belahan jiwa. Begitu juga dengan sang istri. Sedikit saja si anak mengungkapkan emosi terhadapnya, langsung diadukan ke sang suami, layaknya sang anak seorang perusuh.
Mohon maaf kepada mbak Martha dan semua kekasih SS.. Sang anak di atas merupakan teman dekat saya. Saya iba sekali dengannya. Dia sayang sekali terhadap orangtuanya. Tapi hidupnya tertekan lahir batin, hanya gara-gara cinta sepasang kekasih yang kebablasan.. Saya sungguh tersentuh membaca blog mbak Martha. Benar-benar ungkapan cinta kasih yang tulus, dari istri kepada suami tersayang. Tetapi moga-moga (dan saya percaya), tidak seperti keluarga kerabat saya itu..
(...shema'an qoli, adonai...)