Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Dear Diary 1 - Bersepeda
Satu hari, saya dengan teman saya waktu itu membangun ramp kecil terbuat dari papan triplek panjang (tapi sempit) disanggah dengan beberapa batu bata (minimal setengah meter tingginya) di ujung satunya.
Teman saya mencobanya duluan. Melihat dia begitu asiknya menikmati 'terbang' walau tidak sampai sedetik, membuat saya tak sabar ikutan mencobanya. Saya memasang ancang-ancang dari jauh, lalu menggoes sekencang-kencangnya, dan tibalah saya ke ramp tersebut. Bunyi roda sepeda memukul ramp tersebut pun terdengar keras, dan dalam sekejap saya mengudara. Kendali sepeda tiba-tiba jadi ringan, saya pun mendarat dan banyak yang bertepuk tangan. Well, that's the theory...
Berhubung belum pernah melakukan 'sepeda lompat' setinggi ini, dan belum bisa mikir, saya akhirnya terjerembab ke aspal. Saya tidak tahu saat itu kalau kendali sepeda harus precisely searah dengan arah mendarat. Karena kendali sepeda yang berubah ketika mengudara, alhasil, aspal depan rumah pun mengkoleksi koyakan kulit saya lagi. Entah berapa banyak koyakan kulit dan darah yang saya donasikan ke jalan aspal di perumahan sejauh ini.
Alasan lain yang membuat saya suka bersepeda, mungkin karena saya tidak perlu berkompetisi. Sejak dulu saya paling benci olah raga kompetisi, apalagi yang berbentuk tim, seperti bola basket, sepak bola, de es be. Mungkin karena badan saya yang kurus ceking ini selalu dijadikan bahan tertawaan di pelajaran olahraga di sekolah. Ketika ada tes untuk pelajaran bola basket, guru olahraga saya waktu itu sampai menaruh saya di tim wanita. Entah karena niat baik, takut saya terluka dengan tim lelaki, atau karena sengaja mau mempermalukan saya supaya saya 'toughen up'. Apapun niatnya, saya masih ingat kalau saya memang menikmati bermain di tim wanita. Bukan, bukan karena saya bisa pegang sana-sini, tapi karena pada takut sama bola, saya jadi sering dapat bola. Kalau bermain dengan tim lelaki, saya hanya bisa tengok kanan-kiri, berharap tidak ditubruk dan diinjak-injak pemain lain. "Ini memang lepel gue", ingat saya.
Di kota yang saya tinggali sekarang, bersepeda menjadi kegiatan yang lebih menyenangkan lagi. Lajur-lajur khusus sepeda bertebaran dimana-mana. Dibanding Jakarta, saya bisa bersepeda ke banyak tempat tanpa takut disambar motor atau truk. Ketika saya bekerja di kota, saya bisa naek sepeda dengan nyaman walau jaraknya 20km dari tempat tinggal saya. Sesampai di kantor, saya bisa mandi, dan merasa segar untuk sepanjang hari. Tak perlu kopi berpuluh-puluh cangkir.
Sayangnya di tempat kerja saya yang baru bersepeda cukup sulit. Sejauh ini saya belum punya nyali untuk bersepeda 60km round trip, ditambah dengan summer breeze yang luar biasa kencangnya. Kalau saya bisa menempuh jarak 20km dibawah 50 menit, biasanya dengan angin sekencang ini bisa jadi 60-70 menit, itu juga megap-megap. Apalagi 60km round trip? Ah, saya harus mulai latihan lagi, Tour de France aja ratusan kilo naik gunung.
- Rusdy's blog
- Login to post comments
- 3509 reads
suka
aku suka tulisan (seperti) ini: ringan, personal, bite size chunk, mengembalikan sense of blog ke situs ini...
Perih
Rasanya perih jika kulit terkoyak aspal. Saya juga ingat tuh masa2 dulu. Di kulit juga ada kenangannya hahaha. Kalo inget sekarang paling tersenyum. Good 'ol days :)