Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Kepahitan Hidup dalam Sebutir Bola Pingpong di Selangkangan
Hampir pukul sembilan malam. Anak-anak baru saja tidur.
"Mau pakai gula nggak?" tanya isteriku yang sedang membuatkan kopi untukku.
"Setengah sendok teh saja," jawabku sambil mendekatinya.
Aku meringis. Sambil tertatih-tatih kubawa sendiri secangkir kopi itu ke teras depan rumah.
Isteriku ngomel, "Makanya, wis tuwa ora usah pethakilan."
"Ini bukan masalah umur. Teman main banyak yang seumuran, malah ada yang lebih tua. Pak Haji aja ikut main."
"Itu teguran dari Tuhan."
"Bukan. Ini murni kecelakaan."
"Ngeyel."
"Biarin."
"Bertobatlah."
Aku tidak akan bertobat, kataku dalam hati. Permainan itu sangat menyenangkan, sayang kalau ditinggalkan.
Aku diam saja, percuma beresponsoria dengan isteriku. Tidak akan mengurangi rasa sakit yang sekarang sudah menjalar sampai ke ubun-ubun.
Selangkanganku terkilir waktu bermain futsal tadi pagi. Bola umpan yang terlalu melebar tidak terjangkau oleh kakiku. Jatuh dengan posisi yang tidak tepat membuatku menggelepar di depan gawang. Keluar lapangan terpincang-pincang, harus dipapah dua orang.
Kupikir cederaku tidak akan separah ini. Olesan minyak tawon dan sedikit balsem tidak banyak membantu. Siang hari sakitnya malah makin menjadi. Ada pembengkakan sebesar bola pingpong mengganjal selangkangan, tepat di lipatan paha. Tidak hanya itu, bekas cedera engkel kaki karena olahraga yang sama tiga tahun yang lalu sekarang terasa sakit lagi. Sudah hampir dua tahun aku berhenti berolahraga, baru mulai lagi malah sudah cedera.
Kopi sudah berkurang separuh. Aku masih mencari posisi duduk yang nyaman, sekedar mengurangi rasa sakit yang terus menyerang.
Deru sepeda motor butut yang berhenti di depan pagar rumah mengalihkan perhatianku. Seseorang turun, melepas helm, dan melongokkan kepalanya dari balik pagar.
"Assalamualaikum," sapanya.
Perawakannya sedang, berjenggot, dan botak. Rambut yang tersisa di kepalanya sudah memutih.
"Waalaikumsalam," balasku.
Aku mencoba berdiri sambil berpegangan pada sandaran kursi.
Tanpa disuruh orang itu membuka pagar yang memang tidak terkunci.
"Nama saya Taufik, pak," katanya sambil mengulurkan tangannya. Kusambut uluran tangannya sambil meringis menahan sakit.
"Pasti panjenengan yang jatuh waktu main futsal tadi pagi, ya?" tanyanya sambil tersenyum ramah.
Tanpa menunggu jawaban dariku dia melanjutkan, "Saya disuruh ke sini sama Pak Paulus. Katanya panjenengan perlu dipijat urut."
Aku baru ingat, tadi siang aku membatalkan janjiku bertemu dengan Paulus gara-gara cedera ini. Lalu dia bilang akan mengirim tukang pijat urut ke rumah. Kupikir dia bercanda, ternyata serius. Semoga orang yang dikirimkannya padaku ini benar-benar ahli.
"Oh..., iya pak. Mari silakan masuk," ujarku, "Kita langsung ke ruang tengah saja."
"Maaf, pak. Saya datang malam-malam begini."
"Ngga apa-apa, pak. Pasti lagi banyak pasien ya?" tanyaku sedikit berbasa-basi.
Pak Taufik tersenyum mengiyakan sambil membantuku berbaring di atas karpet di depan televisi.
"Wah, ini memang harus segera diurut, pak," katanya setelah kuperlihatkan bola pingpong di selangkanganku.
"Kalau dibiarkan nanti sembuhnya lama," lanjutnya, "Langsung mulai saja ya, pak."
"Monggo."
Dia mengeluarkan sebuah botol dari tas kecilnya yang kumal. Menuangkan isinya ke telapak tangan, lalu mulai merapal mantera. Sepertinya mantera itu berbahasa Arab.
"Saya berdoa bagi kesembuhan panjenengan," katanya ketika melihatku menunggu.
"Amin. Saya juga akan berdoa bagi kesuksesan bapak," sahutku.
"Amin," dia tersenyum sambil memulai pijatan demi pijatan yang membuatku mengerang-erang kesakitan.
Isteriku keluar dari kamar.
"Yang diurut satu saja, pak. Yang dua lagi jangan. Itu punya saya," goda isteriku.
"Hehehe... Saya tahu, bu," Pak Taufik terkekeh.
"Sudah, jangan berisik," tukasku, "Sana bikinin teh buat Pak Taufik saja."
"Habis ini saya juga mau dipijat ya, pak. Kayaknya enak dipijat sebelum tidur," seru isteriku dari pantry sambil menyeduh teh.
"Iya, bu," sahut Pak Taufik.
Akhirnya selesai juga sesi penyiksaan itu. Lumayan juga, sakitnya sudah berkurang. Sakit di kepala malah sudah hilang. Benar-benar mujizat.
"Kapan saya harus dipijat lagi, pak?" tanyaku.
"Terserah panjenengan saja. Tiga atau empat hari lagi kalau sudah terasa mendingan panjenengan boleh panggil saya."
Lalu tibalah giliran isteriku.
"Sakit, bu?" tanya Pak Taufik.
"Enggak, pak."
"Biasanya orang sudah kesakitan kalau saya pijat begini."
"Sakit begini sih belum apa-apa, pak. Saya sudah terbiasa disakiti."
"Ibu ini bisa saja, hehehe..."
Aku pura-pura tak mendengar.
Ah, isteriku, sedemikian pahitkah hidupmu bersamaku?
SS19102010
salam hangat,
rong2
- ronggowarsito's blog
- Login to post comments
- 11566 reads
Pahit,Rong!
Aku pura-pura tak mendengar.
Ah, isteriku, sedemikian pahitkah hidupmu bersamaku?
Rong.... makanya kalau minum kopi jangan kepahitan,..kalo cuma setengah sendok sama aja minum bir hitam,..pait,....kalau pahit, nantinya jadi ' kepahitan' dan akhirnya hidupmu akan pahit,...xixixi
note,...anda berarti memang sudah pengkopi hampir berat,...kalo udah super berat, ga pake gula,...duh,....smile kalo minum kopi ga pake gula mending minum air putih aja,....-)
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
@smile
Smile, saya sudah kerasukan roh kecanduan kopi. Dulu sebelum ada vonis dokter saya bisa minum 4 gelas sehari. Sekarang ini sebenarnya saya nekad aja nerusin hobi ngopi, cuma dikurangi jadi 1 gelas, atau 2 gelas kalau lagi sakaw berat hehehe..
Menurut saya menikmati kopi yang benar seharusnya memang tanpa gula. Biar pahitnya terasa. Katanya, menikmati kepahitan membuat orang selalu bersyukur dalam menerima sekecil apapun kebahagiaan.
Sesekali cobalah menikmati kopi tanpa gula. Bila tidak nyaman dengan pahitnya, bisa ditemani kue kering atau donat j-co beraroma kapucino :)
salam hangat,
rong2
rong, sayangnya tidak sambil
Rong-Rong :Menurut saya menikmati kopi yang benar seharusnya memang tanpa gula. Biar pahitnya terasa. Katanya, menikmati kepahitan membuat orang selalu bersyukur dalam menerima sekecil apapun kebahagiaan.
jika dilihat secara philosophi memang tepat.
Tapi orang ngopi itu memang berbeda beda. Smile saat ngopi ga mikirin lain lain, cuma rasanya saja,....soalnya saat ngopi itu ga sambil merenung dan mengkhayal...
-)
udah pernah dicoba,..karena terpaksa....ga enak disuguhi orang, cuma disruput sedikit sekali,...paitnya.....pait tenan....enak yang agak manis.....-)
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
Rong-rong ternyata ahli pijat.
@purnomo
Hehehe, itu dulu, mas pur. Waktu itu enteng karena yang dipijat masih kecil dan langsing. Sekarang sudah 'ndaging', jadi butuh tenaga ekstra. Bikin capek dan males.
Sekarang isteri saya suka iri kalau saya lagi iseng mijat anak2 sebelum mereka tidur.
salam hangat,
rong2
True Story.
Hi Rong!
Dulu waktu kaki si Van terkilir karena jatoh, kata Shin She, ga boleh di urut. Penjelasannya, karena itu akan membuatnya semakin bengkak.
Waktu Min jatoh (berkali-kali), mama juga sibuk pesenin, ke Shin She kalo disurut di urut, kita pergi saja. Jadi kalo ke Shin She, Min cuma minta tempel obat, dari yang panas (karena dimasak langsung di kompor), atau yang adem kaya Gel.
Engsel Min bergeser karena terpleset, akibat dari lari sekencang-kencangnya karena papa ngajakin Eskrim-an bareng. Ada genangan air. Meluncur dah. Engsel di pinggul bergeser. Pas sadar, sudah seminggu, dan otot maupun engsel sempat sudah "keras" karena setelah jatoh tetep mandi air dingin. Akhirnya untuk jalanpun musti jinjit terpincang-pincang.
Ke shin she, terjadi pertumpahan air mata, dan ogah di urut.
Semoga ga jatuh lagi.
Get well soon, Rong!
@minmerry
Min min, memang bukan yang bengkak yang dipijat. Bahaya, bisa cedera permanen. Kemarin saya diurut mulai dari betis, paha, pinggul, pinggang, sampai punggung. Tapi efek pijatannya langsung kena di selangkangan.
Begitu juga cedera engkelnya, yang diurut hanya telapak kaki, betis, dan daerah sekitar yang bengkak saja.
Dan sekarang bengkaknya sudah hilang. Karena saya kurang beriman, makanya hari sabtu nanti saya sudah bikin janji buat dipijat lagi. :)
salam hangat,
rong2
Tanda cinta adalah tahan disiksa pasangan
Lalu tibalah giliran isteriku.
"Sakit, bu?" tanya Pak Taufik.
"Enggak, pak."
"Biasanya orang sudah kesakitan kalau saya pijat begini."
"Sakit begini sih belum apa-apa, pak. Saya sudah terbiasa disakiti."
"Ibu ini bisa saja, hehehe..."
http://www.sabdaspace.org/kamu_ngaco
"Bila kebenaran harus mengalah kepada watak, itu membuat orang tersiksa" kata my bojo, yang tak ku mengerti arah pembicaraannya, nyambung kemana, OOT
"Iya sih" jawabku asal meng-iyakan
"Sama dengan kita" lanjut my bojo
"Weekkks, sama dengan kita?"
"Iya, tidak tahukah kamu? bukankah aku sering mengalah pada watakmu?
"Loh-loh, kamu tersiksa?" tanyaku
"SANGATt" jawabnya tanpa ekspresi
"Hmmm.."
"Bukankah disiplin itu baik dan benar? dan itu harus mengalah pada watakmu yang slodeh, itu membuatku tersiksa tahuuuuu!!!"
Istri Ronggo terbiasa disakiti Ronggo.
Suami Joli tersiksa sama Joli.
Dari sini saya menarik kesimpulan bahwa tanda cinta itu adalah tahan disiksa pasangan. Apa benar begitu? Bwa ha ha ha.
@sf
Teorinya begitu. Tapi praktiknya harus dijalani sendiri.
Jadi kapan nih...? Hehehe.
salam hangat,
rong2
Kalau teorinya begitu sih mendingan jangan praktek
Kalau teorinya begitu sih mendingan jangan praktek. Saya kan bukan sadomasochist.
Kalo belum praktik memang ga
Kalo belum praktik memang ga bakal tau, asyiknya 'menyiksa' dan nikmatnya 'disiksa'.
salam hangat,
rong2
tukang pijit kerik
SF : Istri Ronggo terbiasa disakiti Ronggo, Suami Joli tersiksa sama Joli..
SF, ni yang joli cerita-in baru satu sisi yang menyiksa, yang nikmat-nya belum di cerita-in :)
hal pijit-kerik joli paling jago, tapi ni pasien khusus hanya untuk my bojo :)
bener kata ronggo, kalau mijit jangan pijit pas yang sakit, tetapi mengurut jalur-jalur yang terhubung dengan otot yg bermasalah. Bila punggung kejepitnya mas Paul kumat bisa tiap malam dan pagi dipijit-nya. Baru stop ketika M23 bilang "nggak boleh dipijit loh"
hal kerik, juga jago, meski tekanan kuat tapi nggak sakit, itu karena cara teknik pegang benggol koin-nya pas.
Kalau Joli kumat manja-nya, nggak mau gratis pijitnya, mesti ganti-an :)
Asik kan???
Rong-rong :
Lalu tibalah giliran isteriku.
"Sakit, bu?" tanya Pak Taufik.
"Enggak, pak."
LOh istri juga di pijit pak Taufik Tho??
gak risi ??
@joli, kenapa risih?
Kenapa risih? Saya dan isteri saya yakin Pak Taufik profesional dalam menjalankan tugasnya. Dipijatnya juga ngga pake acara buka baju segala, kok.
Andai tukang pijatnya lelaki yang masih muda, isteri saya juga belum tentu mau ikutan minta dipijat. Lha wong milih dokter kandungan aja dia maunya harus yang perempuan hehehe...
salam hangat,
rong2
Pedas enyaak
Mas Rong2 mah gak risih soalnya Pak Taufiknya gak ganteng seh kaleee.
Coba kalo Pak Taufik seganteng Bang Clooney ato Bang Pitt wah mana mungkin dia rela istrinya ikutan dipijat :-) hahahaha
Ngemeng2 soal menyakiti dan disakiti, rumah tangga kalo hepi terus malah boring. Enakan kalo sekali-kali ada perang mulut ato muka ngambek biar RT ada pedas-pedasnya dikit.
Apalagi kalo ngomongi masalah ranjang, wah makin pedas malah makin aseek :-) hahahaha
“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi