Apa Kabar Kawan?

Apa kabar kawan? Republik sudah banyak berubah sejak terakhir kita bertemu. Anak muda sekarang berjuang bukan dengan batu tapi lewat lip-sync lagu. Dulu kita nyoret tembok, sekarang mereka ngeblog. Dulu kita cuma tulis tangan di potongan kertas kecil untuk jadi selebaran, kini mereka bebean. 

Apa kabar kawan? Apa sudah jadi orang rumahan? Atau masih keliling gang kumuh, niitip-nitip jualan perubahan?

Tadi aku ketemu si anu. Dia sekarang jadi guru. Sepatunya tetap tipis, rambutnya tetap bau matahari. Ada juga kami ngobrolin si itu, yg katanya ada di negara tetangga. Bikin kaos. Katanya kaos sudah jadi bahasa kelas dunia.

Apa kabar kawan? Apa masih ingat anak FE yang ditembak mati di depan ruang senat di hari yang betul-betul apes itu? Kita kehabisan botol dan bensin hingga terpukul kalah hingga ke ruang-ruang kelas.

Apa kabar kawan? Apa masih kaget-copot-jantung tiap dengar letusan petasan? Apa masih mual-mual jika mencium bau daging gosong?

Apa kabar kawan? Apa masih ingat saat kita lari pontang panting memanjat tembok belakang wisma? Padahal truk tentara yg parkir di halaman depan, ternyata mau mengangkut rombongan mahasiswa kemping? Kakiku terkilir dan tanganmu kena kawat duri. Tembok memang sialan. Kawat duri juga sialan. Berapa kali kita lompat tembok dan apes? Inget waktu si gila itu nabrakin mobilnya ke barisan polisi? Lalu kita asal lompat tembok, dan kamu nyaris patah leher diterkam anjing penjaga kedutaan? Aku untung karena yang aku lompati ternyata tembok rumah orang. Dapet teh manis, baju ganti kemeja kenzo asli dan roti. 

Apa kabar kawan? Perpus kita sudah tutup. Buku-buku yg kita kumpulkan itu sudah dikarung masuk gudang. Warung gudeg itu juga sudah lama tutup. Tapi di seberang jalan ada warung baru. Namanya spesial sambal. Aku sering ke sana di akhir pekan. Kalau kau sempat, mampirlah kapan-kapan.