Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Manusia Tanpa Koordinat
"Lho, pak, kok dicuci?" seru Mbak Endut, asisten rumah tangga kami, terkaget-kaget. Mungkin dia pikir aku lagi kumat.
"Kotor," jawabku singkat sambil terus mengucurkan air dari keran bak cuci piring.
"Nanti rusak lho, pak."
"Emang sudah rusak," kataku.
Hal pertama yang biasanya aku tanyakan pada orang-orang yang kutelepon adalah, "Lagi ada di mana?", atau kalau kami sudah kenal dekat cukup dengan satu kata, "Posisi?". Jawaban mereka seringkali akan menentukan materi dan durasi pembicaraan. Hal itu membuat mereka juga berlaku demikian untuk mengawali pembicaraan denganku di telepon.
Jangan menelepon sambil berkendara. Itu pelajaran pertama yang kudapat dari kejadian ini.
Pelajaran yang kedua, jangan parkir mobil sembarangan, apalagi di tepi selokan.
Walaupun aku merasa kemampuanku menyetir mobil sudah di tingkat terampil, aku hampir tidak pernah mau bertelepon sambil menyetir, kecuali untuk urusan yang penting dan mendesak. Biasanya aku akan mengabaikan semua panggilan telepon yang masuk ketika sedang berada di belakang kemudi.
Sebuah panggilan telepon kuterima saat perjalanan pulang. Dari adikku yang masih tinggal bersama ibu. Itu yang membuatku mengangkat telepon. Kupikir barangkali ada berita penting dari kampung halaman, lagipula sudah beberapa minggu aku tidak pulang menengok ibu. Ternyata dia hanya menanyakan kabar kami, sepertinya dia kangen ingin ketemu keponakan-keponakannya. Setelah selesai menerima teleponnya, tidak sadar aku meletakkan hape di pangkuanku. Karena agak terburu-buru dan kupikir hanya sebentar saja singgah ke rumah, kuparkir mobil di tepi jalan, persis di atas selokan. Begitu aku turun, terdengar suara "byurrr..." dari selokan dibawahku.
Aku segera tersadar. Itu hapeku! Asem tenan..., kok aku bisa lupa ada hape di pangkuanku tadi.
Aku langsung berjongkok, lalu merogohkan tanganku ke dalam air bercampur lumpur di selokan itu. Setelah kudapatkan, segera kuangkat dan kulihat bentuknya sungguh memilukan. Hapeku basah berlumuran lumpur kehitaman, tercium bau selokan yang sangat menyengat.
Setengah berlari aku masuk ke dalam rumah. Kubawa hape yang bersimbah lumpur selokan itu ke dapur. Kulihat layarnya sudah mati. Langsung kubuka penutupnya, kulepas baterainya, kucabut kartu simnya, lalu kucuci sampai bersih di bawah kucuran air keran bak cuci piring.
Menurutku hape ini sudah tak akan tertolong lagi. Aku hanya berharap mudah-mudahan memori phonebook-nya masih bisa diselamatkan. Tentu tidak pantas membawa hape dalam kondisi kotor dan bau ke tukang servis. Dulu sebelum ada hape, aku bisa menghapal puluhan nomor telepon. Tapi sekarang otakku sudah dimanja dengan phonebook, jadi malas untuk menghapalkan walau hanya beberapa nomor saja dari ratusan nomor ber-digit 10 sampai 12.
Kukibas-kibaskan hape yang sudah kucuci bersih itu untuk menghilangkan sisa air yang masih menempel. Karena isteriku tidak punya hair dryer, aku bingung bagaimana cara mengeringkan hapeku. Akhirnya aku hanya meletakkannya di atas kulkas. Kupikir tempat itu agak hangat, mudah-mudahan bisa kering.
Tiga hari sudah rangkaian hape itu kuletakkan begitu saja di atas kulkas. Dan dalam tiga hari itu aku sama sekali tak membawa hape. Teman-temanku menjulukiku 'Manusia Tanpa Koordinat'. Mereka tak bisa lagi bertanya, "Lagi ada di mana?" atau "Posisi?". Mereka tak tahu di mana keberadaanku ketika mencoba menghubungiku, karena sebelum bertanya mereka sudah mendapatkan jawaban otomatis, "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi."
'Beberapa saat' itu maksudnya ternyata adalah tiga hari. Hari ke-tiganya, iseng-iseng kupasang rangkaian hape itu dan kunyalakan. Hasilnya sungguh di luar dugaan. Hapeku menyala! Langsung kucoba fungsinya satu per satu.
Fungsi panggilan, bagus.
Fungsi media player, oke.
Fungsi kamera, mulus.
Semua fungsi aplikasi termasuk browser, lancar.
Kalau melihat kondisinya waktu kuangkat dari selokan, hape ini pasti sangat bersyukur padaku karena aku tidak langsung membuangnya ke tempat sampah.
Selain dua pelajaran di atas tadi, ada tambahan pelajaran yang ke-tiga, yaitu manfaatkan fungsi kulkas secara maksimal juga sebagai penghangat atau pengering hape yang basah.
ss09082010
salam hangat,
rong2
- ronggowarsito's blog
- Login to post comments
- 3693 reads
@Rong blog bagus..
Anda melakukan hal yang tepat, kebanyakan dari pemilik HP yang kecemplung got ataupun kebasahan oleh air adalah mencoba memeriksanya dengan menyalakan dalan keadaan basah, bisa ditebak akhirnya bukan? HP tersebut langsung matot, alias mati total.
Minyak Urapan
Kalau semua usaha sudah Gatot alias Gagal Total, maka olesilah dengan minyak urapan
------------
Communicating good news in good ways
hahaha.....
R:Kalau melihat kondisinya waktu kuangkat dari selokan, hape ini pasti sangat bersyukur padaku karena aku tidak langsung membuangnya ke tempat sampah.
sekarang kenyataan siapa yg bersyukur? kamu khan hehehehe.... ga jadi keluar duit buat beli hp baru....
tp ngomong nomong ajaib juga yah....
Kerjakanlah Keslamatanmu dengan takut dan gentar...
penting juga
@sandi: Satu hal lagi, ternyata punya hair dryer di rumah itu penting juga. Setelah kejadian itu, saya jadi kasihan melihat isteri saya mengeringkan rambutnya yang basah habis keramas pakai kipas angin. :)
@wawan: Seandainya saja semua masalah beres dengan minyak urapan ya, wan... Ada cerita tentang hape tidak bisa dipakai buat nelpon. Sudah dicek di tukang servis ngga ada yang rusak. Sudah didoakan, ditengking dari segala macam roh teritorial, bahkan sampai diolesin minyak urapan masih tidak bisa juga. Ternyata setelah diisi pulsa, baru deh, bisa buat nelpon. Hahaha...
@billy: Saya selalu mencoba bersyukur dalam segala hal. Saya bersyukur bisa selamat sampai di rumah meski nyetir sambil terima telepon. Saya juga bersyukur karena hanya hape yang kecemplung selokan, bukan saya sekalian. Tapi kalau perihal tidak jadi keluar duit buat beli hape baru, seharusnya isteri sayalah yang paling bersyukur. Saya sih tau beres saja, tinggal tunjuk hape yang saya mau, wong yang bayarin isteri saya (biarpun barangkali itu uang dari saya juga, hehehe...).
salam hangat,
rong2
Me like
Gw suka deh ma tulisan Mas Rong2.. rasanya hati ringan membacanya :-)
“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi