Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Mewariskan Iman [1]
Ketika kita menyimak berita terungkapnya pelaku bom Bali II, kita menyaksikan keheranan orangtua pelaku bom diri atas perbuatan anak kandungnya. Mereka tidak menduga anaknya bisa berbuat senekad itu. Sebagai contoh Misno. Sehari-harinya dia dikenal sebagai seorang yang pendiam dan rajin membantu orangtua. Sejak kecil Misno rajin membantu orangtuanya di sawah. Beberapa tahun terakhir Misno juga sering mengirimkan uang kepada orangtuanya dan sangat sayang pada para keponakannya.
Akan tetapi apa hendak dikata. Pertemuan Misno dengan Nurdin M., Top ternyata mengubah arah hidup pemuda pendiam ini. Bagaimana ini bisa terjadi? Menurut pengakuan Misno dalam sebuah rekaman VCD, motivasi dia melakukan pengeboman bunuh diri adalah supaya bisa masuk ke dalam Sorga. Ketika VCD ini diputar, beberapa ulama menolak terhadap keyakinan Misno.
Dari kisah Misno, kita bisa menarik sebuah pelajaran tentang perlunya dasar-dasar keyakinan iman yang benar dan kokoh. Misno mengalami perubahan hidup yang drastis setelah mendapatkan indoktrinasi dari Nurdin M., Top yang konon memang memiliki kelihaian di bidang urusan mencuci otak. Meski begitu, setiap orang memiliki kehendak bebas. Dia punya kemampuan untuk menentukan keputusan untuk menerima atau menolak pengaruh orang lain. Setiap orang yang memiliki prinsip moral dan dasar keimanan yang teguh, tidak mudah diombang-ambingkan oleh gelombang pengaruh dari luar dirinya.
Dalam kehidupan kerohanian, Iblis selalu mondar-mandir di sekililing kita. Ia seperti singa berjalan ke sana kemari, yang mencari kesempatan untuk memangsa kita. (1 Petrus 5:8). Serangan itu bisa berupa apa saja. Bisa berupa tekanan fisik, seperti gangguan dan intimidasi. Atau berupa iming-iming jabatan atau uang. Bisa juga berupa tekanan dari pasangan hidup yang tidak seiman. Atau yang lebih halus, dengan pengajaran-pengajaran yang seolah-olah kristiani, padahal tidak. Dalam keadaan seperti ini, rasul Petrus memerintahkan supaya kita harus selalu waspada dan siap siaga.
Bagaimana caranya? Rasul Petrus berkata: "Lawanlah dia dengan iman yang teguh." Bagaimana cara memiliki iman yang teguh? Tidak ada cara instan untuk memiliki iman yang teguh. Untuk membangun iman, kita membutuhkan proses yang panjang. Lebih baik lagi jika iman ini mulai ditabur, disemai dan dipupuk sejak dari kecil.
Setelah membebaskan bangsa Israel dari tanah Mesir, Allah memberikan hukum Taurat kepada bangsa Israel melalui Musa.
“ Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.” (Ulangan 6:6-9)
Dalam ayat ini, Israel diperintahkan supaya berusaha sekuat tenaga dan dengan memakai segala keahlian yang ada, supaya penyataan kehendak Tuhan ini dihayati oleh generasi mendatang. Kata-kata seperti "duduk" . . . "dalam perjalanan" . . . "berbaring" . . . "bangun" menunjukkan segala kegiatan sehari-hari kita: dari pagi sampai malam, selama jam kerja maupun jam istirahat.
Ayat 8-9: Pada mulanya perintah ini dimaksudkan secara simbolis. Maksudnya supaya taurat Tuhan menjadi pedoman yang mengendalikan segala kegiatan tangan dan memantau segala pandangan mata; hendaklah taurat mengatur pergaulan dalam Rumah Tangga, dan segala kegiatan perdagangan, politik dll.
Akan tetapi lama-kelamaan bahasa kiasan ini dilaksanakan secara harfiah: Bangsa Israel membuat kotak-kotak kecil yang terbuat dari kulit (disebut tefillim). Kemudian diisi beberapa dengan tulisan dari ayat-ayat Taurat, lalu diikat pada tangan dan dahi. Kotak yang dipasang di dahi dibagi menjadi empat ruang masing-masing memuat Keluaran 13:1-10 (Ketetapan tentang anak Sulung; Hari raya Roti tidak Beragi), Keluaran 13:11-16 (Allah menuntun umat-Nya), Ulangan 6:4-9, dan Ulangan 11:13-21 (ketaatan mendatangkan berkat, ketidaktaatan mendatangkan kutuk). Kotak-kotak inilah yang disebut "tali sembahyang" dalam injil Matius 23:5.
Sedangkan perintah "menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu" dilakukan dengan menempelkan mezuza,-- sebuah kotak kecil dari logam--, pada tiang pintu rumah (sebelah kanan). Isinya sama seperti "tefillim"
Praktik seperti ini dikritik dengan keras oleh Yesus. “ Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang.” (Matius 23:5) Tuhan Yesus tidak menolak ayat dalam kitab Ulangan ini. Yang Dia tentang adalah perilaku umat Israel yang tidak memahami makna yang sesungguhya dalam ayat tersebut.
Rasul Paulus menegaskan bahwa anak-anak perlu diajar dan dinasihati untuk takut pada Tuhan. Dia menulis “ Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Efesus 6:4)
Kata "membangkitkan" jika disimak dalam bahasa Yunani juga memiliki arti "menimbulkan rasa kecewa atau amarah". Dengan demikian bila diungkapkan dengan kata-kata yang lain menjadi, "jangan menyakiti anak-anakmu atau menanamkan watak amarah di dalam mereka." Hal ini serupa dengan saihat rasul Paulus kepada jemaat di Kolose: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.”
Ini tidak berarti bahwa para Bapak/Ayah diperintahkan supaya tidak pernah membuat anak-anaknya menjadi marah. Maksud sesungguhnya adalah, supaya para Bapak/Ayah tidak terlalu keras sehingga membuat anak-anak menjadi sakit hati.
Sedangkan kata 'didiklah' berasal dari kata Yunani --ektrepho. Kata ini hanya ditemukan dia kali dalam Alkitab. Kata yang satunya ada di dalam Efesus 5:29: “ Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,” (Efesus 5:29)
Kata trepho berarti menyediakan makanan. Kata ini digunakan Yesus ketika dia mengatakan pada kita bagaimana Bapa Surgawi memberi makan burung-burung di udara, Juga digunakan dalam Kisah 12:20, ketika orang Tirus dan Sidon menghadap raja Herodes untuk membicarakan tentang bahan makanan mereka. Kata itu juga digunakan dalam Lukas 4, dikatakan bahwa Yesus kembali ke Nazaret tempat Ia dibesarkan.
Dengan demikian, maksud ayat ini adalah supaya para orangtua menyediakan makanan yang diperlukan anak-anak untuk bertumbuh besar. Tidak hanya makanan jasmani, tetapi juga makanan rohani. Sedangkan kata nasihat berasal dari kata--nouthesia-- yang berasal dari kata nous yang artinnya pikiran dan tithamiyang artinya mengumpulkan. Secara harfiah, kata ini bisa diterjemahkan sebagai mengumpulkan pikiran. Kata ini juga diterjemahkan dengan "memperingatkan". Kata ini mengandung maksud bahwa para orangtua bertanggungjawab untuk mengumpulkan kebenaran firman Tuhan ke dalam pikiran dan hati anak-anak mereka.
__________________
------------
Communicating good news in good ways
Belum ada user yang menyukai
- Purnawan Kristanto's blog
- 4956 reads
Mewariskan iman
Saya sangat diberkati dengan tulisan ini yang membuka mata rohani saya, karena dibandingkan dengan bahasa aslinya sehingga makna yang ditangkap bisa lebih jelas. Saya akan tunggu pembahasan alkitab lebih jauh lagi, Tuhan Yesus memberkati. Sebagai orang tua mewariskan iman kepada Yesus Kristus jauh lebih berharga dari warisan harta dunia sebanyak apapun, karena sifatnya yang kekal.
Puji Tuhan
Puji Tuhan....karena tulisan saya ada manfaatnya. Ini menambah semangat saya untuk menulis. Terimakasih untuk dukungannya
------------
Communicating good news in good ways