Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

KORUPSI, KOLUSI, KOK ELU SIH ?

Tante Paku's picture

     ZAMAN dahulu kala penjajah mengangkat kekayaan bangsa kita untuk dibawa ke negerinya. Kekayaan negeri ini dikuras ratusan tahun, toh tak habis-habis juga, betapa kayanya sebenarnya bumi Indonesia ini, cuma kita tak menyadari bahwa sebenarnya kita  MAMPU mensejahterakan rakyatnya dari sabang sampai merauke. Sayang, orang-orang pintar bangsa ini lebih suka menjadi penyeleweng. Mereka pilih berkolusi untuk mengeruk kekayaan dengan tanpa perduli tujuan mulia bangsa ini. Kolusi yang menuju korupsi menjadi wabah hebat yang keliwat-liwat amit-amit jabang cindil, sampai bisa MEMISKINKAN rakyat dengan dahsyat.

     Dalam bahasa rakyat, KORUPSI adalah suatu tindakan yang melanggar peraturan demi keuntungan diri sendiri. Dalam bidang ekonomi, jasa, pendidikan, hukum dan agama bisa dipengaruhi dengan uang. Korupsi memang merugikan secara material, namun bisa juga merugikan secara batiniah. Contohnya, seseorang gembar-gembor Pancasila, UUD'45 dan segala macam kebaikan dengan bumbu penyedap AYAT-AYAT SUCI dalam ALKITAB, tetapi hidup dia sendiri tidak seperti yang diucapkannya, artinya sama saja bisa dikatakan KORUPSI IDEOLOGI.

     Korupsi memang penyakit dari abad ke abad yang mampu menjelajah dari benua ke benua. Sering orang yang korupsi "kecil-kecil"an menampik teguran dengan alasan bahwa atasannya melakukan hal yang sama. Bila atasan ditanya, dijawab bahwa atasan yang lebih tinggi daripadanya juga melakukan hal yang sama. Anak-anak sekolah juga sering mendustai orangtuanya, mengatakan sekolah minta iuran ini itu padahal cuma digunakan beli pulsa alias foya-foya.

     Kelihatannya KORUPSI dan DUSTA selalu beriringan kayak rel. Menilik dari bahasa kamus, kata KORUPSI  berarti JAHAT, BURUK, MENGUBAH, MENYELEWENG. Mengapa berdusta? Karena ada sesuatu yang salah, yang hendak disembunyikan, yang menguntungkan diri sendiri. Lalu mengapa kita korupsi? Ada NIAT JAHAT dalam HATI untuk mengalihkan, menyelewengkan sesuatu demi keuntungan dirinya sendiri. Ia ingin mengubah yang baik menjadi tidak baik, menjadi menyimpang dan sebagainya.

     Konon, kata beberapa tokoh, di Indonesia ini segalanya BISA DIATUR. Nyatanya semua proyek "korupsi" pun dapat berjalan dengan lancar. Hampir di semua instansi, semua dana yang tersedia tersalur sesuai dengan anggaran dan perencanaan. Pembukuan rapi, komplit-plit dengan fakta, faktur, kuitansi dan resi, tanpa ada selisih satu sen pun. Andaikata terjadi suatu ketidakcocokan atau kekeliruan, maka dengan sikap bijaksana sang atasan akan menyuruh para stafnya untuk mengatur agar semuanya beres.

     Perbuatan korupsi di negeri ini biasanya berjalan SESUAI SOPAN SANTUN dan ADAT KETIMURAN yang PENUH PENGERTIAN, penuh SIKAP TENGGANG RASA, dengan dilandasi gaya MANAJEMEN SILATURAHMI yang penuh KASIH.

     Banyak pejabat tinggi yang memaklumi bila para bawahanya membuat laporan ABS atau ASAL BAPAK SENANG yang memang menyenangkan baginya. Sang atasan pun juga perlu melakukan pengawasan dengan cara ABS yang berarti  ASAL BAWAHAN SENANG. Sama singkatannya, sama pula makna yang tersirat, meskipun kepanjangannya tersurat berbeda. Yang penting atasan dan bawahan sama-sama bisa mempertahankan sumber-sumber kesejahteraan itu.

     Inti daripada DEMOKRASI adalah KETERBUKAAN. Kesediaan untuk menyampaikan dan menerima aspirasi. Kalau aspirasi tidak diterima ya berarti tidak ada keterbukaan. Karena aspirasi itu bukan hanya kritik. Bisa pembaharuan, bisa gagasan baru, usulan-usulan baru dan sebagainya. Tapi, orang yang sudah enak menyimpang itu apa mau dikritik? Kalau TIDAK MAU DIKRITIK konsekuensinya HARUS tidak menyimpang lagi.

     Keterbukaan di Indonesia ini seolah-olah sebagai ungkapan setengah hati. Artinya bisa bicara keterbukaan tetapi kalau dikritik tidak mau. Padahal inti keterbukaan adalah KRITIK SOSIAL. Bila kritik bisa diterima, orang akan berjalan pada sistem nilai yang benar. Akibatnya, tidak ada korupsi, tidak ada kesenjangan, tidak ada keresahan.  KETERBUKAAN itu utama sekali dalam pemberantasan korupsi.

     DEMOKRASI PANCASILA yang katanya NGONO YO NGONO NING OJO NGONO, nyatanya dijalankan bukan demi kepentingan rakyat. Adanya KPK yang dibentuk pemerintah sedikit banyak bisa menangkap jejak koruptor dan hasil korupsinya. Sebagian dapat dikembalikan kepada negara, sebagian ada yang "menguap".

     Korupsi sepertinya sudah menjadi kanker yang akar-akarnya mengganas ke segenap penjuru tubuh. Usaha-usaha untuk menyembuhkan penyakit tersebut memang ada, namun pada akhirnya hanya mencari kepentingan diri sendiri dan asyik dengan bagaimana membuat orang segan pada dirinya. Semua penuh dengan motivasi egois yang setajam pecahan kaca. Para hamba hukum di negara hukum dan negara demokrasi ini lebih memilih berkata benar secara politis DARIPADA mengatakan kebenaran.

     Sering kasus korupsi merepotkan, yang diusut dan yang mengusut bila mau berkata JUJUR pasti sama-sama terlibat. Bagaimana memberantas korupsi kalau setiap bertemu oknumnya sama-sama berkata :  "Kok Elu sih?"

     Sekali lagi penyakit kita dalam memberantas segala korupsi ialah INKONSISTENSI dalam menjalankan HUKUM. Kita tidak konsisten karena menyadari sepenuhnya bahwa kalau kita konsisten, diri kita pun bisa KENA BATUNYA.

     Dalam pemerintahan baru ke depan, sedikit demi sedikit, semoga saja TINGKAH LAKU, SIKAP HIDUP, KEJUJURAN para PEJABAT, WAKIL RAKYAT dengan seperangkat kekuasaanya mampu melaksanakan AMANAT HATI NURANI RAKYAT dengan sebaik-baiknya. Jadi bila mengusut kasus KORUPSI, KOLUSI dan NEPOTISME tidak perlu takut disapa :

     "KOk eLU SIh?"

 

Semoga  Bermanfaat  Walau  Tak  Sependapat

    

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

kardi's picture

Koq guwe sih? untuk instropeksi diri....

@Tante paku, menarik tulisannya mengenai penyakit bangsa qita,  dibiarkan lama,jadi uda kronis hingga susah penyembuhannya. Sekarang KPK dan polisi sedang berbenturan terkait masalah ini,padahal harusnya mereka bekerja sama menangkap para koruptor itu.

Pertanyaan yang ditujukan kepada diri sendiri, "koq guwe sih ?" akan membuat lebih berhati-hati lagi dalam bertindak , dalam bidang apapun. Perubahan yang dimulai dari diri sendiri akan berdampak positif bagi lingkungan dan sekitarnya.Saya jadi ingat FT tentang perintah "Terang dunia", kota yang terletak diatas gunung tidak akan tersembunyi. Dimana karakteristik terang adalah jalannya lurus, tidak berbelok-belok, kemudian juga stabil, tidak byar-pet atau redup. Jadi bila kita jadi terang ,makasegala kegelapan sirna, termasuk korupsi, dimulainya dari diri kita yang hidup jujur dihadapan Tuhan dan sesama. Amin.