Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

buku harian

anakpatirsa's picture

DEAR DIARY

Waktu membereskan kamar, mataku melirik buku harian tahun 1996. Teringat kampung halaman, aku duduk di lantai, membacanya sekilas. Ada cerita yang kuingat lagi, cerita tentang adik yang juga teman berantem. Aku sedikit malu dengan tulisan "Dear Diary" yang menjadi pembuka. Panggilan "Ry" juga benar-benar memerahkan muka. Tetapi tidak apa-apa, semua orang pernah menjadi remaja.

anakpatirsa's picture

BUKU HARIAN LIANA

Satu persatu pelayat menyalaminya. Mereka menunjukkan duka dengan pakaian yang lebih hitam dari jubah nenek sihir. Anak, menantu dan cucu berderet di samping gundukan tanah, menyambut tangan-tangan yang tidak berani menyunggingkan senyum. Badoi tidak bisa membohongi dirinya sendiri, ia tidak begitu sedih. Sebagai suami yang barusan kehilangan istri, mukanya memang harus kelihatan sedih. Tidak begitu sulit, di infotainment, penyanyi dangdut yang hanya bisa pamer pantat pun bisa mengeluarkan air mata buaya. Apalagi ia yang otaknya ada di kepala. Tetapi ia tidak harus seperti itu, ia hanya perlu menahan senyum setiap kali menyambut uluran tangan.