Ketika berbicara mengenai rasio, kita akan menghadapi batas-batas pengertian yang membuat kita semakin jelas maupun semakin bingung. Apalagi ketika dikaitkan dengan iman dan wahyu Allah. Beberapa teolog menyatakan bahwa iman Kristen adalah rasional, namun orang Kristen bukan seorang Rasionalis, dalam arti menilai kebenaran berdasarkan standar rasio semata-mata. Ada yang melampaui rasio, yang tidak mungkin dijangkau oleh prinsip pemikiran manusia. Ada yang hanya dapat dipahami oleh iman. Berarti Iman lebih mendalam dari rasio. Iman memang tidak meniadakan rasio, tapi iman melampaui rasio. Bagaimana dalam dan jauh melampaui? Kita tidak tahu, karena bagaimana kita tahu? Kalau kita sudah tahu, berarti Iman=Rasio. Karena tidak tahu, maka itulah iman. Iman=Percaya. Percaya=tidak akan mengerti semuanya. Karena mengerti itu memerlukan rasio. Karena iman melampaui rasio, maka pasti percaya juga melampaui. Maka itu berarti, percaya adalah sebagian mengerti, sebagian tidak mengerti akan Firman. Kalau anda tidak mengerti, cukup percaya. Tetapi lebih baik mengerti sekaligus percaya. Kalau begitu, sesudah kita percaya, apakah perlu pengertian yang benar? Semua kita pasti setuju. Lalu apakah ketika kita percaya, kita tidak pakai rasio? Semua kita pasti tidak setuju. Kalau tidak pakai rasio, bagaimana kita mengerti Yesus mati menebus kita? Kalau tidak mengerti, apakah kita bisa percaya? Jadi percaya=rasio? Percaya melampaui rasio? Ataukah percaya mendahului rasio? Inilah sekelumit hubungan rasio, iman dan kebenaran.
Apa itu rasio? Secara sederhana rasio=akal budi. Rasio=masuk akal. Rasio=dapat dipahami. Rasio=dapat dimengerti. Akal budi memerlukan prinsip pemikiran. Akal budi memerlukan presuposisi kebenaran. Tanpa dasar presuposisi ini, akal budi adalah NOL. Tidak ada apa-apanya. Karena itulah rasio manusia berbeda dengan rasio hewan. Apakah hewan berpikir dengan presuposisi kebenaran? Rasio selalu berkaitan dengan kegiatan berpikir. Ada yang membagi rasio menjadi rasio berpikir, rasio merasa (kehendak), rasio bertindak. Ada juga yang membagi rasio menjadi rasio murni, rasio moral-penilaian dan rasio praktis. Ada yang juga membagi menjadi rasio pikiran dan rasio hati. Pikiran ada pemikirannya sendiri, hati juga ada pikirannya tersendiri. Sering rasio tidak dapat memahami apa yang terjadi di dalam hati. Kita tidak membahas ini terlalu dalam, karena memerlukan studi yang lebih intens.
Saya pribadi memandang rasio sebagai bagian TERPENTING dari manusia yang menentukan segenap arah hidupnya. Rasio adalah keseluruhan dari jati diri manusia. Rasio adalah kesadaran manusia dalam melakukan proses berpikir, berkehendak dan bertindak. Meskipun rasio selalu berkenaan dengan proses berpikir, tetapi rasio juga berkenaan dengan penilaian dan pertimbangan moral dan kehendak manusia. Tidak ada kehendak tanpa pertimbangan pikiran. Tidak ada tindakan tanpa pertimbangan pikiran. Rasio selalu berpresuposisikan pemikiran akal budi yang dapat memahami sesuatu. Manusia diciptakan untuk berpikir. Manusia diciptakan dengan presuposisi bahwa rasio adalah dasar keberadaan manusia. Mempertentangkan rasio dengan kehendak dan perasaan adalah sama seperti mempertentangkan Alkitab dan Kristus sendiri sebagai pribadi. Apakah Alkitab=Firman? Jika Firman adalah Kristus, maka apakah Alkitab=Kristus? Tanpa Firman Allah (=Alkitab), kita tidak mungkin mengenal Yesus Kristus sekarang. Tetapi apakah Allah dapat mengutus AnakNya tanpa wahyu Firman? Bukankah Allah dapat langsung menjadi manusia tanpa perlu penyataan sejarah bangsa Israel? Wahyu firman adalah dasar rasio. Tanpa itu, kita tidak mungkin memahami wahyu pribadi. Alkitab adalah presuposisi untuk mengenal akan Kristus. Tetapi Kristus adalah presuposisi untuk mengenal Allah Tritunggal (=sejati). Presuposisi Firman adalah Kristus. Presuposisi rasio adalah Firman ( Wahyu ). Dan presuposisi wahyu Allah adalah Allah sendiri.
Apakah rasio bertentangan dengan Firman? Apakah Firman yang telah dinyatakan mesti dimengerti dari iman? Apakah iman bertentangan dengan rasio? Apakah rasio tidak akan mampu memahami semua Firman Allah? Apakah iman Kristen adalah berkenaan dengan supra-rasio? Apakah kita memerlukan suatu pengertian yang melebihi rasio untuk dapat beriman kepada Allah? Apakah rasio kita hanya bisa memahami SEBAGIAN dari wahyu Allah sedangkan SEBAGIAN lagi harus dipahami berdasarkan supra rasio yang diilhami Roh Kudus? Menyatakan bahwa untuk memahami Firman, memerlukan suatu “rasio” yang melampaui rasio itu sendiri adalah seperti seseorang yang menyatakan bahwa semua pandangan yang bertentangan dengan dia adalah tolol dan bodoh. Itu berarti Dialah penentu kebenaran. Yang lain yang tidak sepaham itu tolol dan bodoh. Tidak mau diuji dan tidak mau menguji kesaksian rasio sendiri maupun orang lain adalah suatu pendirian yang melawan prinsip kebenaran.
RASIO dan WAHYU
Tanpa PENYATAAN, fungsi rasio adalah omong kosong. Tanpa wahyu, rasio hanyalah satu istilah yang absurd. Tanpa Kebenaran, rasio hanyalah suatu alat tanpa manfaat. Apa yang mau dimengerti oleh rasio tanpa ada kebenaran dan wahyu? Saya sudah pernah menyinggungnya sedikit
disini dan
disini. Rasio selalu ber-RELASI dengan OBJEK penyataan. Rasio selalu mempunyai relasi KELUAR. Mengapa? Karena rasio manusia adalah rasio CREATED. Rasio manusia dicipta. Garis pisahnya jelas. Rasio manusia adalah turunan rasio Allah. Manusia adalah gambar rupa Allah. Yesus sebagai Allah yang dinyatakan adalah Gambaran sempurna peta teladan manusia. Peta teladan inilah yang akan disempurnakan sesuai gambaran Allah yang menyatakan diriNya. Sebagai peta teladan Allah, bukan berarti manusia akan berpikir SAMA seperti Allah. Tetapi itu berarti, manusia harus berpikir dalam relasi dengan gambaran wahyu Allah. Dialah Firman. Dialah Kristus. Kristus adalah Rasio Allah. Rasio kita harus diarahkan kepadaNya. Tinggallah di dalam FirmanKu, kata Yesus. Itu berarti Firman adalah gambaran cermin wahyu yang harus dimengerti manusia. Itu juga berarti Firman adalah penentu kebenaran rasio. Sekaligus sebagai start awal dan akhir dari rasio manusia. Karena itu, rasio manusia dilimitasi. Itulah LIMITED rasio. Rasio manusia disebut terbatas bukan karena TIDAK MUNGKIN memahami penyataan Allah. Rasio manusia disebut terbatas karena tidak mungkin berdiri sendiri terlepas dari wahyu. Pemahaman ini penting, karena kita sering mengganggap bahwa rasio manusia TIDAK MUNGKIN memahami wahyu Allah. Manusia dapat memahami wahyu, tetapi tidak mau mengakuinya dan bahkan menentang ( =menindas ) wahyu Allah. Firman Allah JELAS sebagai penyataan, tetapi yang terjadi dalam sifat dosa manusia adalah manusia mendirikan rasionya sebagai kebenaran. Rasio manusia menggantikan wahyu Allah. Manusia berkata : Tidak ada Tuhan. Manusia berkata : Saya tidak perlu kebenaran di luar saya. SAYA adalah KEBENARAN. Ketika itulah rasio manusia disebut POLUTED. Terpolusi oleh kuasa dosa. Jadi rasio manusia dalam memahami kebenaran selalu akan menghadapi tantangan polusi ini. Inilah yang membuat manusia menentang Allah. Itulah yang membuat rasio manusia tidak tepat sasaran. Dosa yang diperbuat manusia mempunyai dasar rasio yang jelas. Manusia berdosa ketika rasionya tidak mengakui wahyu Allah dan ingin menjadi Rasio Allah. (=menjadi sama seperti Allah).
Kriteria kebenaran rasio dan wahyu
Penyataan Allah adalah JELAS. Penyataan Allah DAPAT dipahami oleh rasio. Allah tidak akan menyatakan wahyuNya kepada manusia jika itu tidak dapat dipahami oleh manusia. Manusia berdosa bukan karena tidak menggunakan rasionya. Manusia berdosa bukan karena tidak dapat mengerti supra-rasio. Yang terjadi di dalam keberdosaan manusia adalah manusia menindas wahyu kebenaran. Rasio manusia menentang wahyu Allah. Rasio manusia ditegakkan menjadi otonomi kebenaran yang independent TERLEPAS dari wahyu kebenaran Allah. Masalah terbesar bukan terletak pada standar atau kriteria kebenaran antara rasio dan wahyu. Allah yang menciptakan rasio manusia. Rasio manusia harus berpikir sesuai standar kebenaran yang diwahyukan. Meskipun rasio terbatas, tetapi keterbatasannya tidak mempunyai suatu KETIDAKMAMPUAN memahami standar kebenaran dari Allah. Menyatakan rasio manusia tidak dapat memahami seluruh Firman, berarti merendahkan wahyu Allah. Ketika Allah BERFIRMAN, itulah Wahyu Firman yang dapat dimengerti oleh manusia. Ketika Alkitab selesai dikanon, itulah Wahyu Firman yang dapat dan harus dimengerti oleh rasio manusia. Allah tidak akan menyatakan kebenaranNya untuk sesuatu yang TIDAK MUNGKIN dipahami manusia. Bukankah Allah menyatakan wahyuNya kepada manusia dan bukan binatang? Apabila demikian, apakah Allah bermaksud bahwa FirmanNya ada yang dapat dipahami manusia dan ada yang tidak mungkin dipahami manusia? Bukankah ini adalah pernyataan yang menggelikan rasio manusia? Kalau seandainya wahyu Allah dapat dimengerti, apakah dengan demikian maka ada manusia yang mengerti keseluruhan Firman sampai detail-detailnya? Ataukah ada manusia yang mempunyai pengertian yang SAMA PERSIS dengan pengertian SEMUA rasio Allah ketika mewahyukan kebenaranNya?
RASIO dan KEBENARAN
Meskipun kebenaran itu harus dapat dimengerti rasio manusia, mengapa tidak ada SATU pengertian yang dapat menyatukan pandangan setiap orang percaya? Mengapa harus ada suatu perbedaan pengajaran (doktrin) dan denominasi gereja? Bukankah kebenaran itu SATU? Bukankah itu juga berarti pengertian akan kebenaran juga SATU? Disini selain kita menghadapi dilema
satu-banyak kembali, tetapi kita juga harus menyadari bahwa rasio mempunyai kelemahan karena limitasinya dan kondisi polusinya. Dua kelemahan terbesar adalah masalah waktu dan kesalahan memahami. Kebenaran dapat dipahami rasio manusia, tetapi sering kali manusia belum memahami dengan benar pada suatu zaman. Dengan kata lain, ada suatu kesalahan dalam memahami kebenaran. Selain itu, kadang masalahnya adalah waktu. Masa dulu dan masa sekarang terjadi begitu banyak pergeseran pemahaman. Ini bukan artinya kebenaran adalah relatif ( berganti sesuai zaman ). Ini adalah karena sesuatu hal (misalnya otoritas dan tekanan), maka kebenaran tidak dipahami menurut zaman tertentu. Zaman reformasi Luther dan Calvin adalah zaman penegakkan kembali kebenaran yang tidak dipahami oleh kaum awam percaya.
Lalu apakah dengan demikian rasio pemahaman kita harus disatukan dalam pengertian kebenaran yang Tunggal? Bukankah ini adalah pekerjaan yang mustahil? Ini terpulang kepada bagaimana kita memahami fungsi rasio kita dalam memahami kebenaran. Ini juga tergantung kepada apakah kita ingin mendirikan rasio kita sebagai kebenaran. Tetapi dalam semangat Reformed, rasio kita harus selalu ditujukan dan ditundukkan kepada wahyu Firman. Kita harus selalu menguji rasio dengan kebenaran firman. Kalimat ini tentu disetujui oleh hampir setiap umat percaya. Tetapi yang sering terjadi adalah rasio kita bukan diuji dalam lingkaran kebenaran Firman, tetapi kita mendasarkannya kepada otoritas pemahaman rasio lain. Kita mengganggap bahwa komentar para ahli adalah standar terakhir dalam pengujian suatu pernyataan kebenaran. Kita mengganggap bahwa rasio doctor teologia adalah rasio mutlak dalam memahami kebenaran. Kebenaran memang tidak memerlukan saksi dari manusia. Tetapi karena kebenaran diwahyukan SEBAGAI presuposisi rasio manusia, maka kebenaran mesti diteguhkan oleh saksi rasio. Itulah mengapa Yesus sendiri menyatakan bahwa perkataanNya diperkuat oleh saksi. Tetapi rasio dari manusia tidak pernah menjadi kebenaran itu sendiri. Saksi adalah saksi. Saksi tidak akan menjadi objek dari yang disaksikan. Seorang saksi harus berpresuposisikan kebenaran. Karena itulah saksi di pengadilan disumpah di bawah kuasa kebenaran. Hanya kebenaran dapat bersaksi tentang diriNya sendiri. Itulah perbedaan antara Yesus dan Yohanes Pembaptis sebagai saksi kebenaran. Yesus bersaksi atas DiriNya sendiri. Yohanes bersaksi atas Yesus sebagai kebenaran.
Yohanes 1:7-8 ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu.
Yohanes 5:31-34 Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar. Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes dan ia telah bersaksi tentang kebenaran;
tetapi Aku tidak memerlukan kesaksian dari manusia, namun Aku mengatakan hal ini, supaya kamu diselamatkan.
Yohanes 8:14 Jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Biarpun Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, namun kesaksian-Ku itu benar, sebab Aku tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi. Tetapi kamu tidak tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi.
Yohanes 8:17 Dan dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah;
Yohanes 8:18 Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku."
Para teolog reformed ( termasuk kita sendiri) sendiri sering kali terjatuh dalam kesalahan prinsip rasio ini. Bahkan cenderung memutlakkan suatu definisi atau istilah teologis sehingga menjadi PENENTU AKHIR segala pertimbangan teologis dari rasio manusia. Akhirnya tidak jarang kita akan mendengar kata-kata : Sesat, bidat, heretic keluar secara serampangan dan sembarangan tanpa adanya pengujian yang teliti dari pemahaman yang dianggap “sesat” tersebut. Orang Kristen sering mengganggap dirinya adalah saksi kebenaran SEKALIGUS adalah kebenaran itu sendiri. Semua penentu kebenaran adalah istilah teologis yang telah disepakati bersama. Semua penentu kebenaran adalah kutipan para ahli yang telah diakui bersama. Kalau tidak sepakat dengan para ahli, maka yang menjadi penentu adalah rasio saya. Orang Kristen, khususnya reformed sering terlena oleh teologi Sistematika tetapi melupakan teologi Biblika. Dari zaman Calvin sampai Budi Asali, sistematikanya memang begini. Istilahnya sangat akurat. Tidak boleh digugat. Bahkan jika ada bukti dari Biblika, maka selalu harus diuji oleh Sistematika. Itu berarti Rasio menjadi penguji Firman. Bukan Firman sebagai penguji Rasio. Ini berarti Firman tunduk kepada rasio. Ini berarti Sistematika di atas Biblika. Pemahaman demikian berbahaya, sebagaimana kita bisa melihat pertarungan di SS mengenai pemahaman suhu “sesat” Hai-hai oleh beberapa blogger yang mengaku reformed. Orang yang tidak menguji dirinya sendiri tidak akan tahan uji. Rasio yang tidak diuji oleh Firman adalah rasio yang berpotensi menentang kebenaran.
Alkitab harus dimengerti dan diteliti oleh rasio orang percaya secara terus menerus sepanjang zaman. Pengertian yang benar adalah dasar dari iman Kristen. Pengertian yang benar akan Firman akan menjadi penuntun dan batas untuk menguji semua pengertian yang salah dan menyimpang. Tetapi pengertian yang benar berbeda dengan MERASA benar. Alkitab harus terus dipahami, bukan dengan dasar pendapat para ahli, tetapi dengan dasar Alkitab sendiri. Alkitab harus menjelaskan Alkitab sendiri. Prinsip sola scriptura adalah prinsip penundukkan rasio atas wahyu. Semuanya dimulai dan diakhiri dalam Wahyu. Rasio hanya bisa memahaminya. Setelah itu, kebenaran akan memerdekakan kita. Amin
+1
bukan makanan ringan nih, harus dicerna pelan2 sambil istirahat sesekali, biar gak tersedak... tapi benar2 bergizi :)
@ Vanti..
Bro Vanti, Menurut anda dalam praktek kehidupan kita sehari2nya, apakah Iman dan rasio harus berimbang?.
Karena saya melihat ada aliran2 gereja yang hanya mengandalkan Iman dalam melakukan sesuatu hal tanpa disertai dgn logika rohani mereka. misalnya dalam soal penyembuhan, penglihatan, dsb. atau ada juga gereja yang terlalu terikat pada dokrin cognitive yang menganggapnya sebagai kebenaran.. Thank's
GBU
Huanan
Huanan, Iman dan Rasio
Huanan, Iman dan rasio merupakan dua hal yang sering dipertentangkan. Apakah iman tidak melibatkan rasio? Saya tidak setuju. Bahkan iman melibatkan keseluruhan rasio. Tapi apakah Iman=rasio? Ini merupakan pertanyaan yang sulit. Alkitab tidak pernah menentang fungsi rasio. Meskipun Allah menentang hikmat manusia, tetapi itu adalah hikmat yang menentang kebenaran. Manusia mendirikan hikmat kebenaran sendiri. Gereja yang terlalu menekankan pasifnya rasio, adalah gereja yang perlu diwaspadai. Gereja yang terlalu menekankan bahwa rasio manusia=kebenaran, adalah gereja yang perlu diwaspadai.
Saya pernah menghadiri sebuah kebaktian pendeta Morris Cerullo yang ketika akan berkhotbah, memerintahkan semua orang meletakkan Alkitabnya di bawah kursi, kemudian hanya boleh mendengar dia, karena dia langsung dipimpin oleh Roh Kudus. Seketika itu, saya sudah tidak respek terhadap apa yang dikatakannya.
Garis tegasnya jelas : Rasio dipakai untuk memahami dan tunduk kepada wahyu kebenaran. Rasio manusia TIDAK PERNAH menajdi kebenaran INDEPENDENT. Jika kita mengganggap doktrin kita adalah kebenaran MUTLAK, maka ketika itulah rasio digunakan dalam potensi menentang kebenaran, yaitu mendirikan kebenaran rasio sendiri. Lalu apakah gereja tidak boleh menekankan doktrin karena doktrin akan memecah belah gereja? Tentu ini bukan kesimpulan yang rasional. Gereja tanpa doktrin adalah sama seperti orang kristen tanpa Roh Kudus. Gereja yang tidak mendasarkan pada doktrin adalah gereja yang paling berbahaya. Masalahnya apakah doktrin gereja didasarkan atas rasio yang tunduk pada prinsip Sola Scriptura? Sekedar mengklaim doktrin tertentu, apalagi memakai istilah teologis untuk memutlakkan pandangannya, akan berpotensi memutlakkan dirinya sendiri. Inilah bahaya yang harus diwaspadai oleh kaum terpelajar kristen, khususnya yang mengemban amanat menegakkan kebenaran doktrin. Alkitab harus menjadi start awal dan akhir semua pertimbangan rasio kita.
Untuk pertanyaan anda, masalah terbesar bukan KESEIMBANGAN antara iman dan rasio, karena bukan soal iman-rasio yang seimbang, tetapi masalahnya adalah apakah kita terus menerus melatih rasio kita untuk TUNDUK dan TAAT kepada Firman Wahyu? Itu berarti sampai kapanpun selama kita menjadi orang Kristen, gunakanlah rasio secara bertanggung jawab. Gunakanlah rasio untuk belajar dan menerapkan Firman. Lalu gunakanlah rasio untuk menjadi saksi Kristus. Roh Kudus diutus untuk memimpin orang percaya kedalam kebenaran. Itulah iman. Itulah perbuatan yang dihasilkan dari iman dan semuanya adalah hasil pembinaan rasio yang terus menerus diuji dalam Firman. Ketika rasio kita tunduk, ketika itulah kita akan mengerti apa itu iman.
Mengenai kesembuhan dan penglihatan, memang sering merupakan modus operandi beberapa hamba Tuhan untuk mencari kemuliaan diri sendiri, bahkan keuntungan besar. Apakah itu berarti kita harus menghina semua klaim kesembuhan dan penglihatan karena bertentangan dnegan rasio? Atau kita harus menerima dengan pasrah karena ini berkaitan dengan iman? Kita tidak harus menerima atau menghina, tapi kita harus menguji. Ujilah setiap roh. Rasio kita tetap harus terjaga dan waspada terhadap segala penipuan rohani. Karena itu, tidak pernah orang percaya harus menghentikan fungsi rasionya supaya dia bisa beriman. Itu omong kosong. Kalau kita tidak mengalaminya, bagaimana mengujinya? Ujilah dengan Firman Wahyu. Apa yang diajarkan oleh Firman? Itu semuanya memerlukan rasio yang dipimpin oleh Roh. Omong kosong kalau hamba Tuhan menyatakan bahwa jangan membatasi Tuhan dengan rasio. Atau iman memerlukan suatu rasio yang "lain" yang lebih tinggi tingkatannya. Itu semua dikatakan oleh hamba Tuhan setelah dia menimbang dengan rasionya. Kita tidak pernah bisa membatasi Tuhan dengan rasio, jadi tidak perlu kuatir. Mengapa jadi orang kristen tidak boleh pintar? mengapa jadi orang kristen tidak boleh menantang semua rasio yang menentang kebenaran Allah? Orang kristen yang tidak memakai rasionya adalah orang kristen bodoh yang akan terus dibodohi oleh ilah zaman.
Semoga jawaban saya membantu
Thank's
Thank's for your comment bro !
Huanan
Daniel, silakan dinikmati...
Daniel, terima kasih untuk apresiasinya... Tulisan ini hanya remah2 dari pengujian kebenaran, semoga anda dapat menikmatinya....
takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan
kemaren sore, pas gue mau pulang kantor, tiba2 ada yang nyapa gue di YM.
"urgent dan penting, sebentar aja", katanya.
"ok, make it short, karena gue mau pulang", bales gue.
"apa istilahnya bagi orang yang percaya Tuhan tapi tidak beragama?"
"huh? apa yah... agnostic theism maybe? atau dalam lingkup kristen, maybe singkatnya adalah unchurched", jawab gue.
"hmm, nanti gue googling kalo gitu, tapi bisa lo kasih hint sedikit apa itu?"
... setelah ber-bla-bla-bla sebentar dia bertanya lagi...
"kenapa lo percaya bahwa Yesus adalah Tuhan? dari mana kepercayaan itu datang?", tanya orang ini.
"hmmm... itulah dasar dari semuanya and yet, gue ga tau datangnya dari mana. 'itu' udah ada dari sononya dan dari titik 'itu' lah gue mempelajari, melakukan pilihan, dan jadi seperti gue sekarang ini"
"bagaimana kalau 'itu' ternyata salah dan Yesus bukanlah Tuhan?"
"kalau sampai begitu, maka gue akan join gank nya paulus dan meratapi kesialan kami, bahwa kami ternyata adalah orang paling tolol dan sial"
"... jadi maksud lo adalah lo mendasarkan semuanya pada 'itu'?"
"kira2 begitulah..."
"... bukankah itu sedikit bodoh?"
"bukan sedikit bodoh, tapi memang bodoh :-)"
"kenapa kamu kelihatannya senang menjadi bodoh?"
"well itu kelihatannya bagi kamu, tapi bodoh disini adalah karena merasa beruntung, gue merasa semua yang gue dapatkan sekarang adalah keberuntungan sebab sebenarnya gue ga layak untuk mendapat itu semua. selain itu, dengan menjadi bodoh seperti ini, ga ada yang dirasa perlu untuk dipertahankan... semua boleh berubah dan diubah, hanya satu yang nggak... si 'itu'... mau apapun yang terjadi, Yesus adalah Tuhan"
"andai ternyata Dia bukan Tuhan nanti gimana?"
"balik lagi.... andai pengandaian lo bener, maka gue sial karena menginginkan Yesus menjadi Tuhan..."
"as simple as that?"
"yup, u got it? gue bener2 harus pulang nih..."
"no, gue jadi makin pusing... tapi gue ngerti pandangan lo"
@Nis
Alkitabiah banget!!
------------
Communicating good news in good ways
+2
ikutan setuju sama pak Wawan!
kenapa lo gak jadi pendeta aja, Nis?
dual mode
kalo jadi pendeta, lawan bicara gue ga akan berani nyapa gue dan nanya2 begituan niel... menurut gue, ada area dimana pendeta bisa didengar dan ada area dimana yang bukan pendeta lah yang akan didengar. masing2 ada porsinya sendiri2.
well itu jawaban seriusnya....
jawaban ala gue adalah: "niel, please, jauhkan gue dari pencobaan itu" :-)
alergi (dikit)
belakangan gue rada alergi dengan kata2 "alkitabiah", hehehehe.... tapi kalo dari wawan sih nggak alergi koq, thx :-)
@Nis dan daniel ....
Jadi pendeta dengan bidang specialisasi LSD yang tidak alkitbiah namun Alamiah.
Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.