Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Humor: Copy and Paste (2)

John Adisubrata's picture


MENUDUH DENGAN KASIH
 
Jika Anda memperhatikan penggunaan kata-kata atau kalimat-kalimat di dalam setiap paragraf artikel humor Tiga Orang Misionaris yang saya tulis pada waktu itu (tahun 2000), Anda bisa melihat, bahwa meskipun sudah terjadi sedikit perubahan yang positif di pihak saya sebagai seorang penulis, ciri-ciri khas yang menggambarkan karakter-karakter tulisan saya di sana masih tetap tampak jelas sekali sampai sekarang.

Perhatikanlah artikel dengan judul yang sama, yang telah disisipkan di dalam buku kumpulan ceritera-ceritera pendek, yang diterbitkan di Yogyakarta [Humor: Copy and Paste (1)]. Kendatipun ejaan dan bahasanya sudah diperbaiki, ciri-ciri khas saya di dalam menulis, merangkai kata-kata atau kalimat-kalimat yang terbaca di sana masih tetap transparan, sebab artikel itu sudah dikutip dengan persis sekali. Tidak ada kalimat yang dirubah, tidak ada yang ditambahkan, hanya beberapa kata yang tidak perlu dipergikan. Bagi Anda yang pernah membaca satu atau beberapa artikel saya yang lain, tentu Anda bisa segera melihat persamaan yang saya maksudkan tersebut.
 
Dua contoh yang paling menyolok: Saya sering menggunakan kata ‘tersebut’ di dalam kalimat-kalimat yang saya tulis sebagai sinonim kata ‘itu’, yang saya ketahui, jarang sekali dilakukan oleh penulis-penulis lainnya. Terpengaruh oleh pendidikan luar, saya juga selalu memakai tanda kutip (‘) yang mengapit sebuah kata atau kalimat, jika saya ingin menegaskan sesuatu, atau mengekspresikan sarkasme melaluinya. Untuk tujuan yang sama, tanda kutip seperti itu tidak dipergunakan di Indonesia, melainkan tanda kutip (“).
 
Kira-kira pertengahan tahun 2004, saya mengedit sedikit artikel humor Tiga Orang Misionaris dengan memperbaiki ejaan dan mengubah kalimat-kalimat percakapan yang dilakukan di ‘sorga’ oleh kedua misionaris tersebut. Kendatipun bahasanya masih tetap belum sempurna, versi tersebut sempat ditayangkan, kali ini dengan persetujuan saya, oleh salah satu situs Kristen yang cukup besar di Indonesia. Versi itulah yang masih ada sampai sekarang di beberapa websites Kristen lainnya, termasuk situs-situs gereja dan para bloggers di Indonesia. Ditayangkan persis sekali, meskipun kadang kala ada yang diubah sedikit, seperti ... Kalimantan diganti menjadi Afrika, atau beberapa perubahan kecil lainnya.
 
Inilah versi kedua (tahun 2004) yang saya ‘copy and paste’ seperti apa adanya dari arsip PC saya:
 
TIGA ORANG MISIONARIS
 
Tiga orang misionaris dari Eropah telah masuk ke pedalaman Pulau Kalimantan beberapa puluh tahun yang lalu. Mereka ditangkap oleh sebuah suku terasing disana, yang menolak Injil Tuhan Yesus Kristus. Seketika mereka diadili dan akan dijatuhi hukuman mati.
 
Tetapi Sang Raja pada hari itu telah mengalami hal-hal yang mujur dan menyenangkan hatinya. Oleh karena itu, ia ingin memberikan kepada mereka bertiga kesempatan amnesti, tetapi hanya, jika mereka bisa memenangkan suatu pertandingan aneh, yang dikaryakan khusus untuk keselamatan mereka.
 
Raja itu memerintahkan mereka untuk masuk ke dalam hutan di pedalaman Kerajaannya, untuk mendapatkan sepuluh buah-buahan yang sejenis.
 
“Untuk apa buah-buahan itu?” bertanya misionaris yang ketiga.
 
“Nanti akan saya terangkan, jika waktunya tiba. Ingatlah, jangan ada di antara kalian bertiga yang mencoba untuk melarikan diri, karena hutan itu selalu berada di dalam pengawasanku!” sabda Sang Raja kepada ketiga misionaris tersebut, sebelum mereka berangkat pergi melaksanakan tugas mereka.
 
Tidak lama kemudian dua orang dari ketiga misionaris tersebut tiba kembali untuk menghadap Sang Raja. Yang seorang membawa sepuluh buah mangga, sedangkan yang lainnya membawa sepuluh buah jambu air.
 
Tetapi anehnya, yang seorang lagi tidak tampak datang bersama-sama mereka, entah ia sedang berada dimana?
 
Sang Raja segera melaksanakan pertandingan karyanya tersebut dimulai dengan kedua misionaris yang sudah hadir di
sana.
 
Pertandingan yang amat sederhana!!
 
Misionaris pertama .... harus dilempari dengan kesepuluh buah mangga yang telah ditemukan olehnya sendiri. Jika ia dapat menyembunyikan rasa sakit pada saat dilempari dengan buah-buahnya sendiri, dan ia dapat berdiam diri tanpa mengeluarkan SUARA apa pun, maka ia akan selamat!
 
Lemparan demi lemparan dimulai. Sebenarnya ia ingin segera berteriak “Aduh!!” karena kesakitan, namun perkataan itu selalu tertahan di dalam mulutnya. Tetapi pada lemparan yang terakhir, buah mangga yang besar dan amat ranum itu tepat mengenai keningnya, sehingga getah tercampur air sari mangga tersebut mengalir turun merembes memasuki kelopak matanya, menimbulkan rasa nyeri dan sakit di dalam bola matanya. Tanpa dapat menahan refleksinya lagi, ia berteriak!
 
Kalahlah misionaris yang pertama, dan ia langsung dihukum pancung oleh Sang Raja.
 
Tibalah giliran misionaris yang kedua, yang membawa sepuluh buah jambu air, untuk dilempari dengan buah-buahan yang ditemukan olehnya sendiri tersebut.
 
“Oh, yang ini ‘mah enteng banget! Aku tidak akan perlu berteriak, sebab aku khan engga bakalan ngerasain sakit oleh lemparan jambu-jambu air yang ringan itu!” Pikirnya dengan tenang. Ia merasa yakin sekali, bahwa ia pasti akan memenangkannya.
 
Lemparan-lemparan keras sekuat tenaga dari jambu-jambu air yang ringan itu tidak mengakibatkan rasa sakit apa pun terhadap dirinya. Dengan tenang ia berdiam diri, bahkan menerima semua lemparan-lemparan tersebut dengan wajah yang tersenyum-simpul penuh keyakinan!!
 
Tetapi pada lemparan yang ke delapan, ... mendadak dia tertawa terbahak-bahak tanpa dapat dikendalikan olehnya lagi.
 
Oleh karena ‘suara’ tersebut, diapun segera dinyatakan gagal di dalam pertandingannya, dan langsung menerima hukuman mati sesuai dengan perjanjian Sang Raja!
 
Dan tentu saja, ... pada akhirnya kedua misionaris-misionaris tersebut masuk ke dalam Sorga.
 
Ketika mereka bertemu muka, bertanyalah misionaris pertama kepada yang kedua: “Eh, kenapa elu jadi ‘ngikutin gue mati, nih? Bukankah buah-buah jambu air yang dilemparkan ke tubuh ‘lu itu engga bakalan membuat ‘lu sakit ataupun menjadi geli? Kenapa sih, elu kok ‘ndadakan tertawa keras kayak ‘gitu?”
 
Jawab misionaris yang kedua: “Iya, .... ‘emang dugaan elu bener! Tetapi ‘gimana yah, ... ‘abis gue khan lagi ‘ngeliatin teman kita tuh, tenang-tenang muncul dari dalam pinggiran ‘utan, berat-berat ‘ngegondol
DUREN gede-gede banget, sepuluh biji! Eh, .... bangga lagi!! Siapa yang bisa tahan, bung?!”
 
John Adisubrata
Oktober 2004
 
Versi terakhir Tiga Orang Misionaris (tahun 2008) yang saya tampilkan di blog SABDA Space belum lama ini, berasal dari versi yang saya lampirkan di atas. Sebelumnya saya perbaiki lagi bahasa dan cara-cara penyampaiannya untuk menghindari kejanggalan jalan ceritera yang masih tetap tampak di
sana.
 
Keberadaan buku yang memuat artikel tulisan saya tersebut baru saya ketahui, ketika menerima e-mail dari rekan seiman di sini yang memperingati tentang issue tidak enak yang menyangkut nama baik saya sebagai salah satu blogger di SABDA Space. Ialah yang menganjurkan, agar saya menjelaskan keadaan yang sebenarnya, karena ia sendiri pun juga ikut menjadi tidak yakin, apakah saya seorang plagiator atau bukan. Setelah beberapa hari melakukan penyelidikan di internet, saya mengambil keputusan untuk menulis komentar yang akhirnya berubah menjadi artikel bersambung ini.
 
Saya menyadari, bahwa saya tidak perlu membela diri, karena saya tidak melakukan suatu hal yang illegal di dunia internet atau sengaja melanggar peraturan yang sudah ditentukan di sini. Tetapi di lain pihak, saya ingin menghentikan rumours yang tidak mengenakan hati tersebut, dengan menjelaskan kasus ini dari sisi seorang yang telah dinyatakan bersalah tanpa menjalani suatu proses pengadilan yang fair.
 
Melalui penjelasan ini saya ingin menjamin, bahwa seperti setiap artikel lainnya yang ada di SABDA Space, saya juga sudah menggunakan waktu untuk menulis artikel humor Tiga Orang Misionaris tersebut, dan ... bukan mencuri atau membajak hak-hak orang lain dengan seenaknya!
 
Saya juga menyadari, bahwa tentu ada kisah-kisah lain yang mirip dengan kisah yang saya ceriterakan melalui artikel humor tersebut, karena ... sesuai pernyataan Pengkhotbah, di dunia ini tidak ada yang baru! Yang sudah ada - pernah ada, dan yang sekarang ada - akan ada lagi! Tetapi di dalam hal ini … issue-nya bukan itu, melainkan pembajakan karya orang lain yang sudah dituduhkan kepada saya, suatu tindakan yang jelas sekali dilarang di SABDA Space.

Semoga penjelasan ini berkenan di hati Anda sekalian. Maaf, jika ada kata-kata yang terbaca kurang bijak. Terus terang saja, saya masih tetap berusaha untuk mempraktekkan 1 Korintus 13, meskipun kadang-kadang, tanpa sadar, saya gagal melakukannya.
 
Tuhan memberkati selalu. 
 
Syalom,
 
John Adisubrata
November 2008
jesusfreaks's picture

KEJUJURAN TIDAK TERBANTAHKAN

Saya rasa kejujuran tidak terbantahkan. Selama bro JA jujur, tidak ada yg perlu dikhawatirkan. Biarlah mereka yang tidak jujur merenungkan perbuatan mereka, dan merasa malu hati.

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

desfortin's picture

Menurut Anda apa JF?

Oya Bung JA, tidak perlu khawatir kalau anda bukan plagiator.

Cuma sdr. JF

Can i ask you?

Menurut anda manakah yang paling tidak terbantahkan,

Kejujuran atau kebenaran?

Maaf sekedar nanya aja.

Menurutku kebenaran tak pernah bisa terbantahkan

tapi kejujuran bisa.

Maksudnya???

Ya pikir aja sendiri?

__________________

[*LET'S B' HUMBLE, KEEP ON LEARNING
AND BE TEACHABLE ABOUT THE TRUTH*]