Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
FNLTNL: Keajaiban Kasih Karunia Tuhan (1)
Oleh: John Adisubrata
BUKAN SALAH IBU MENGANDUNG
‘Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.’ (Mazmur 139:13-14)
Pernahkah di dalam mengarungi tantangan arus kehidupan yang sering penuh perjuangan sulit untuk dipahami oleh daya pikiran, kita mencari sesuatu yang dapat kita kambing-hitamkan sebagai penyebab segala kegagalan dan penderitaan yang harus kita alami? Tidak jarang tuduhan tersebut kita lontarkan dalam bentuk gerutuan akan semua perasaan kekurangan-kekurangan yang kita miliki, seperti tabiat, sikap, tingkah laku, dan … yang paling sering, adalah paras dan perawakan tubuh jasmani kita.
Sering kali kita mengingini kesempurnaan karakter, wajah, atau bentuk tubuh sesama, dengan menangisi, yang menurut pendapat kita, merupakan kekurangan-kekurangan yang kita miliki. Padahal, apakah sebenarnya kekurangan-kekurangan tersebut? Kurang cantik? Kurang tampan? Kurang mancung? Kurang tinggi? Kurang tegap? Kurang jantan? Kurang luwes? Kurang wibawa? Kurang sabar? Kurang kaya? Kurang sehat? Bahkan: Kurang ajar? Apakah gerutuan-gerutuan seperti itu merupakan bagian dari berbagai-macam kekurangan-kekurangan lain yang ada di dalam daftar kita?
Marilah kita telusuri sejenak kehidupan seorang anak Tuhan dari kota Brisbane, Australia, agar kita dapat mensyukuri SEMUA kelebihan-kelebihan yang telah Tuhan karuniakan KHUSUS kepada kita. Sekilas hidup pemuda yang hampir berumur 22 tahun ini pasti akan membuat Anda terpesona mengagumi kasih Tuhan, sebab setiap umat ciptaan-Nya harus mengambil keputusan sendiri di dalam menyadari tujuan hidupnya sebagai alat yang sudah dipilih untuk kemuliaan Nama dan Kerajaan Tuhan, apapun keadaannya. Sesuai dengan firman-Nya (Efesus 1:4-5; Galatia 1:15-16), tidak ada seorang pun yang kebetulan lahir, atau hadir di dunia ini tanpa suatu tujuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan sebelumnya. Namanya Nick Vujicic. Ia bermukim di salah satu ‘suburb’ kota Brisbane yang letaknya tepat bersebelahan dengan daerah dimana kami bertempat-tinggal. Karena itu kadang kala kami berpapasan di dalam shopping centre(s) setempat. Pada waktu berhadapan muka dengannya, saya selalu berusaha untuk tidak menatap matanya, bahkan berpura-pura seolah-olah tidak melihatnya, dengan harapan, agar ia tidak merasa sebagai pusat perhatian orang-orang. Saya tidak mengetahui latar belakang Nick sampai pertengahan bulan Oktober 2004 yang lalu, ketika ia diundang untuk pertama-kalinya sebagai tamu terhormat gereja kami, untuk memberikan khotbah diselingi kesaksian hidup yang malam tersebut dapat menyebabkan hati nurani setiap pendengarnya merasa tertegur sekali. Dengan ‘berdiri’ sambil ‘berjalan’ kian kemari di atas panggung tambahan altar gereja, Nick memulai kisah perjalanan hidupnya. Sejujurnya, kami semua mendapat kesulitan amat besar untuk menerima kisahnya, disebabkan oleh karena bakat berkomunikasi yang dimiliki olehnya. Sepanjang penyajiannya ia selalu memperlihatkan sikap positif yang mengagumkan, dan karena orangnya kocak sekali, para hadirin mau tak mau tertawa terpingkal-pingkal pada waktu mendengar dan menyaksikan tingkah lakunya, meskipun bola-bola mata mereka terlihat lembab digenangi oleh airmata. Terus terang saja, malam itu saya sendiri tidak dapat memutuskan tindakan yang harus saya lakukan, apakah saya mau menangis, atau … haruskah saya ikut tertawa dengan jemaat yang lain? Memperhatikan wajah mudanya yang amat tampan untuk pertama-kalinya, saya dapat melihat sinar kedewasaan di dalam Kristus yang berkilauan terang terpancar keluar dari dalam dirinya, melalui wajah tersenyum-simpul berlesung pipit yang dapat menyentuh dan menimbulkan rasa haru di dalam hati. Dengan mempergunakan kefasihan bakat yang sangat mengherankan, Nick mengingatkan kami semua, bahwa kita sebagai umat-Nya, tidak seharusnya menggerutu atas perasaan kekurangan-kekurangan yang kita miliki, tetapi selalu memakai segala kenyataan kelebihan-kelebihan karunia Tuhan, untuk melaksanakan amanat agung-Nya. Pada masa pertumbuhannya sebagai anak seorang pendeta sebuah gereja tradisional di Melbourne, Australia, Nick merasa bahwa doa-doanya tidak pernah mendapat jawaban dari Tuhan. Sedari kecil ia harus tabah menghadapi berbagai-macam tantangan, baik di sekolah maupun di tempat-tempat umum. Saat itu ia tidak bisa mengerti, mengapa Tuhan mengijinkan ‘hal-hal seburuk itu’ menimpa hidupnya. Ia berpikir: “Jika Tuhan mengasihi aku, mengapa Ia membiarkan diriku menanggung penderitaan sebesar ini?” Seringkali ia mempertanyakan keberadaan Tuhan, terutama mengenai kebenaran kasih-Nya. Nick lahir di kota Melbourne, pada tanggal 4 Desember 1982. Seruan: “Puji Tuhan!” adalah kata-kata yang tidak pernah keluar dari mulut ayah, atau keluarganya, pada saat Nick menghirup udara segar untuk pertama-kalinya di atas ranjang rumah sakit. Umumnya, ibu-ibu yang baru saja melahirkan selalu mempunyai keinginan untuk segera memeluk dan mencium bayi-bayi mereka seketika itu juga. Tetapi hal itu tidak terjadi pada saat kelahiran Nick! Penuh kekecewaan, ibunya langsung memerintahkan para perawat rumah sakit untuk membawa Nick keluar dari dalam kamarnya. Mereka sekeluarga amat tertegun melihat keadaannya. Bahkan dokter-dokter di situpun terpana, tidak dapat menerangkan kepada mereka, sebab-musabab medis kelahiran Nick yang amat berbeda dengan kelahiran bayi-bayi lain pada umumnya. Seluruh keluarga, dan juga jemaat gereja yang digembalakan oleh ayahnya tidak bersukacita, tetapi malah bersedih hati atas kehadirannya di dunia. Mereka menangis tersedu-sedu, pada waktu ayah Nick menyuruh pamannya, pada acara ibadah di hari Minggu sesudah kelahirannya, untuk membacakan di atas altar Yohanes 9, ayat 1 dan 2. Pamannya berusaha untuk mengerjakan permintaan ayahnya, tetapi di balik sedu sedan jemaat yang hadir di situ, sepatah katapun tidak dapat keluar dari dalam mulutnya. Seperti keluhan-keluhan Nick semenjak kecil, mereka bertanya-tanya: “Jika Tuhan Mahakasih, mengapa Ia mengijinkan hal seperti ini terjadi, dan justru menimpa keluarga orang-orang Kristen yang hidup penuh pengabdian?” Mula-mula ayah Nick memperkirakan, bahwa anaknya ini tidak akan dapat bertahan hidup lama. Tetapi ternyata Nick membuktikan kepada mereka semua, bahwa meskipun keadaannya seperti itu, ia adalah seorang bayi yang sehat bagaikan bayi-bayi lain pada umumnya. Kenyataan tersebut menyebabkan mereka menjadi bimbang dan kuatir sekali, ketika mereka mulai memikirkan masa depan Nick. Pada saat itu tantangan terbesar bagi iman keluarga pengikut Kristus yang setia ini adalah … meragukan kedaulatan Tuhan di dalam setiap perkara. Melalui waktu berbulan-bulan lamanya penuh genangan tetesan-tetesan airmata kesedihan yang tak terlukiskan, mereka terus mempertanyakan ‘nasib’ hidup mereka kepada Tuhan. Sampai akhirnya Roh Kudus memberikan wahyu khusus untuk menyadarkan mereka, bahwa dari awalnya Ia sudah memperlengkapi mereka sekeluarga dengan suatu iman yang teguh, kebijaksanaan dan keberanian di dalam menghadapi masa depan tak menentu yang harus mereka lalui bersama-sama. Ketika Nick memulai pendidikannya di sekolah, ia selalu berusaha untuk ‘hidup’ seperti anak-anak yang lain, meskipun dari awalnya, ia harus menghadapi penolakan-penolakan, ejekan-ejekan, bahkan gertakan-gertakan teman-teman sebayanya. Kasih yang murni disertai dukungan moral kedua orang tuanya saja, yang akhirnya dapat membantu membentuk sikapnya, sehingga ia mampu menghadapi dan memenangkan masa-masa sulit penuh perjuangan tersebut. Perlahan-lahan teman-teman di sekolahnya mau menerima Nick seperti apa adanya, sebagai salah seorang pelajar yang setaraf di antara mereka. Dan tidak lama sesudah itu, Tuhan mulai memberkatinya dengan mengirimkan banyak sahabat-sahabat baru, yang dapat menemani dan menghibur dia dari rasa kesepian, dan penolakan-penolakan yang pernah diderita oleh Nick sebelumnya. Di sekolah minggu gereja ayahnya, Nick belajar, bahwa Tuhan selalu mengasihi dan memelihara semua orang. Tetapi pikiran kanak-kanaknya mempertanyakan ajaran tersebut, yang menurut pendapatnya, melihat nasib dan keadaannya sendiri, sukar untuk dapat dipercayai begitu saja. Apalagi ayat Alkitab yang mengatakan, bahwa ia dilahirkan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, seperti tertera di Kitab Kejadian 1:26. Ia mempertanyakan keseriusan dan kebenaran firman tersebut. Nick menyadari, bahwa di antara semua teman-temannya, dirinya sendiri yang tampak paling janggal, begitu janggal, membuat ia merasa sedih dan putus asa sekali. Menjelang peralihan umur belasan tahun, Nick mulai kehilangan gairah hidupnya. Benak pikirannya mendapat serangan depresi berat yang amat menguatirkan semua anggota keluarganya. Karena merasa dirinya benar-benar tidak berharga, terutama melihat bahwa sepanjang hidupnya ia akan selalu menjadi beban bagi semua orang di sekelilingnya, Nick percaya, jalan keluar yang terbaik untuk mereka semua adalah … jika ia secepatnya pergi meninggalkan dunia yang fana ini! Nick berhasrat untuk mengakhiri semua penderitaan tersebut, dengan mengakhiri hidupnya dalam usia amat dini! (Bersambung) FNLTNL: Keajaiban Kasih Karunia Tuhan (2) RANCANGAN KASIH KARUNIA
- John Adisubrata's blog
- 5518 reads
Berkat Terselubung!
Cacat ("orang yang berbeda") bukanlah produk gagal Tuhan, pandangan Dunia tentang pribadi ideal (gagah, tampan, langsing, putih, cantik) seolah membuat cacat menjadi buruk dan tidak berharga. Namun saya bersyukur karena Allah ternyata bukan asal menciptakan atau salah cetak. Ada rencana indah, dibalik setiap kepedihan dan kelemahan kita yaitu membuktikan bahwa Allah Ada dan menunjukan kuasanya atas apa yang dunia tidak mungkin atau sulit lakukan. Kemampuan untuk mengasihi & menerima keadaan diri sebagai mana adanya, juga semangat berjuang menjadi seorang yang berguna adalah berkat yang mampu memberi semangat/menyembuhkan orang lain.
Semangat!!