Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Di Balik Pintu
Sudah awal bulan. Mengawali babak baru dalam pekerjaanku dan istriku. Semenjak istriku mendapatkan pekerjaan di malam hari, aku juga memindahkan pekerjaanku di waktu yang sama. Hal itu tidak kami lalui dengan mudah, harus melewati perbincangan yang memakan waktu berhari-hari. Menimbang-nimbang keuntungan dan kerugiannya. Kalau dia bekerja di malam hari, sementara aku tetap bekerja di pagi hari, maka waktu kami menghabiskan waktu berdua akan semakin berkurang. Belum lagi kalau dihitung ongkos bensin dan berbagai pengeluaran lainnya. Akhirnya kami memutuskan untuk berada di rumah dan bekerja pada waktu yang sama.
Bekerja di waktu malam hari berbeda sekali dengan bekerja di siang hari. Nenek-nenek juga tahu itu, mungkin begitu orang bakal bilang. Lalu kenapa aku menulis kalimat itu? Karena aku mendapatkan kesimpulan itu dengan cara yang tidak mudah. Hal yang sama juga pernah dikatakannya, kesayanganku.
Jarak tempat kami bekerja tidak begitu jauh, hanya sekitar tujuh menit. Aneh memang, sekarang orang mengukur jarak dengan menggunakan waktu. Suatu hari aku pernah bertanya kepada teman kerjaku, berapa jauh jarak antara rumahnya dengan tempat kerja. Jawabannya juga sama. Setengah jam. Ketika aku tanya berapa miles, dia bilang dia tidak tahu. Yang jauh adalah jarak tempat kerja kami dengan tempat tinggal kami. Sekitar empat puluh menit. Tapi kami berdua melihatnya sebagai sesuatu yang menyenangkan. Kami jadi punya waktu lama untuk bisa berbagi rasa selama di jalan.
Waktu kerja kami seperti biasa, dari jam sebelas malam sampai jam tujuh pagi. Di mana-mana biasanya juga begitu, mulai dari toko-toko grocery sampai rumah sakit, mulai dari pompa-pompa bensin sampai penjara.
Sesuatu yang juga menguntungkan bagi kami, walaupun hal ini pernah kami diskusikan beberapa kali. Sistem di dunia ini membuat manusia seperti robot. Ada jam kerja. Ada seragam sekolah. Ada rambu lalu lintas. Semuanya serba diatur dan menjadi rutinitas. Kami agak senang melihat jadwal kerja kami tidak seperti jadwal kerja kebanyakan orang, di mana kebanyakan mulai dari jam sembilan pagi sampai jam lima sore. Jam kerja kantor, istilahnya. Dengan begitu minimal kami bisa menghindari macet semenjak kami memiliki pekerjaan ini. Walaupun ternyata kami juga tahu, mau tidak mau kami adalah bagian dari sistem yang ada karena jadwal kerja kami juga dimiliki oleh ribuan orang lainnya, para pekerja malam. Tidak apa-apa.
Dulu istilah pekerja malam terdengar agak buruk di telinga banyak orang. Orang tua kami juga berpikir begitu. Sewaktu kami memberitahukan mereka bahwa kami bekerja malam, sepertinya mereka tidak begitu senang walaupun mereka tidak terlalu menunjukkannya.
Malam Ini
Setelah mengantarkan istriku ke tempat kerjanya, aku berputar arah menuju ke tempat kerjaku. Tidak jauh. Hanya melewati beberapa blok, dan sekian lusin toko-toko, gedung dan satu dua komplek perumahan. Aku menyukai cahaya neon yang menghiasi jalan. Istriku juga menyukainya. Cahaya neon yang ada di atas gedung, yang ada di depan toko, bahkan cahaya neon yang ada di bawah mobil. Rasanya begitu berbeda. Seperti mengarungi dunia lain.
Apalagi kalau melihat lampu-lampu tersebut dengan diiringi dengan lagu-lagu yang kami gemari. Seperti sekarang, Eurodancer yang dibawakan DJ Mangoo terus menerus berputar sejak kami meninggalkan rumah. Membuat kami semakin bersemangat untuk bekerja.
Gedung bertingkat enam. Agak tinggi. Begitu aku memasukkan kode untuk mematikan alarm dan memperlihatkan tanda pengenal lewat kamera, aku melangkah masuk. Bukan pertama kalinya aku berada di sini. Beberapa tahun lalu aku juga pernah mampir ke sini. Bedanya saat itu siang hari dan ditemani beberapa teman kerja. Sekarang aku melangkah masuk sendirian. Menurut informasi yang aku terima, ada dua puluh pasien yang tinggal di sini dan sepuluh orang staff yang malam ini sedang bekerja, termasuk dokter dan perawat.
Pasien yang ditugaskan ke aku malam ini hanya satu orang. Setelah membaca buku si pasien, termasuk keterangan latar belakang dan informasi mengenai dirinya, aku berkata bahwa aku siap menemuinya. Petugas yang aku ajak berbicara hanya mengangguk, berdiri dan kemudian melangkah. Seakan tahu bahwa aku akan mengikutinya.
Kode akses ditekannya. Lampu alarm di atas pintu kamar si pasien berhenti berkedip. Si petugas membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk. Di balik pintu aku melihat si pasien sedang duduk membaca buku sambil mendengarkan radio. "Nocturnal," bisikku dalam hati. Dia tidak peduli akan kehadiran kami berdua di situ walaupun aku tahu dia mendengar alarm dimatikan dan suara derit pintunya yang baru saja dibuka.
Si petugas melangkah pergi setelah menutup pintu. Aku mengambil kursi yang ada di situ dan memulai percakapanku.
"Boleh aku duduk?" Kataku membuka diri.
Dia menoleh, menatapku dan tersenyum. Dia memutar arah kursinya. Ke arahku. Memberikan gesture kepadaku, menggerakkan tangannya ke arah kursi yang kosong itu.
"Silakan."
Pekerjaan ini adalah pekerjaan standar. Mengisi berbagai paperwork, dan memastikan bahwa dia berada di track yang tepat, alias mengikuti semua prosedur dan program yang telah disediakan untuknya.
Aku belum pernah bertemu dengan pasien ini sebelumnya. Orangnya cukup muda, berusia 45 tahun. Pernah menikah tapi bercerai. Punya dua orang anak dan mereka tinggal di kota yang lain.
Ada lebih dari lima jam aku duduk di situ, berbicara dengannya. Setiap jam petugas yang sama yang mengantarkan aku, memberikan aku break sekitar 15 menit. Aku selingi dengan pergi ke kamar mandi, atau sekedar melangkah keluar gedung, sambil menyeruput kopi yang aku bawa dari rumah. Udara di luar cukup dingin, walaupun sekarang seharusnya sudah hampir memasuki musim panas. Aku tidak mau berlama-lama menghabiskan waktu istirahatku di luar. Situasi di dalam gedung yang kaku tidak membuatku enggan untuk melangkah masuk. Udara di dalam lebih hangat.
Sudah hampir jam enam pagi. Ratusan helai kertas menumpuk yang aku bawa agak berceceran di mejanya. Penuh dengan tulisan-tulisanku. Juga tape recorder yang aku bawa, aku biarkan berada di meja yang sama.
"Lelah?" Katanya kepadaku
"Lumayan." Kataku sambil tersenyum. Raut wajahku ternyata tidak susah terbaca. Mungkin dia juga melihat mataku yang mulai merah karena belum terbisa bekerja malam.
"Saya punya satu pertanyaan untukmu", katanya lagi.
"Silahkan." Kataku sambil membereskan kertas-kertas yang berceceran.
"Bagaimana perasaan anda jika anda tahu bahwa anda akan mati hari ini?"
Pertanyaan yang janggal, tapi sebenarnya sering aku dengar sepanjang aku menjalani pekerjaanku.
Yang membuatku menahan nafas, adalah ketika aku mendengar suara seperti hammer pistol yang ditarik. Aku mendongak sedikit, melihat ke wajahnya. Suara apa itu?
"Fu*k!" Teriakku dalam hati.
Lengan dan tangannya membentuk garis lurus, sejajar dengan keningku. Di ujung tangannya dia menggenggam pistol. Tepat mengarah di antara kedua alis mataku.
Dia tersenyum.
"Bagaimana, pertanyaan saya belum anda jawab," Katanya sambil tetap tersenyum.
Otakku seperti pita kaset.
Berputar.
Satu-satunya aku mengalami hal seperti ini ketika berada di Indonesia. Hanya karena sebuah mobil terhalang oleh mobilku, si pengemudi langsung keluar sambil membanting pintunya.
"Elo mau mati ya!" Teriak si bapak berkulit hitam. Dia menarik pistol yang ada di pinggangnya dan menodongkannya tepat ke arah wajahku.
"P dua" Kataku dalam hati sewaktu melihat pucuk pistol yang diacungkannya. Buatan Pindad.
Untungnya dia langsung melangkah pergi dan masuk ke mobilnya, setelah disadarinya bahwa ada sebagian orang yang melihatnya.
"Tentara bangsat!" Umpat temanku saat itu yang juga ada di dalam mobil.
"Halah, elu beraninya pas dia udah pergi!" Kataku sambil tertawa dan menggelengkan kepala. Dia juga ikut-ikutan tertawa.
Aku menatap si pasien. Mencoba tersenyum.
"Anda ingin aku menjawab apa?" Kataku balik bertanya.
"Jawab saja pertanyaanku." Dia bukan lagi tersenyum, tapi sudah menyeringai.
Aku harus tetap tenang. Jawaban yang salah bisa mengakibatkan nyawa melayang. Itu sudah terbukti berkali-kali, aku dapati di pekerjaanku atau terjadi di kehidupan orang lain. Walaupun aku tahu saat itu, di detik atau menit ke berapa pun, nyawaku bisa melayang di tangannya, tapi aku harus bisa merasakan nafas yang keluar dari hidung dan mulutku. Aku harus bisa merasakannya. Supaya aku bisa tenang.
Tapi di sisi lain, aku sangat kesal. Bagaimana mungkin dia bisa memiliki pistol di kamarnya? Bukankah salah satu protokol yang harus dia lewati adalah body search dan room search setiap tiga kali sehari? Dan ini hari pertama aku bekerja di malam hari. Great!
Aku melihat radionya yang masih tetap menyala dari sejak aku melangkah masuk. Kalau dia mau membunuhku, atau punya rencana untuk membunuh seseorang, dia tidak harus menggunakan pistol.
"Where did you get the piece?" Katanya bertanya kembali. Mempertanyakan sepucuk pistol yang ada ditangannya.
"Sekali lagi engkau bertanya, trigger ini akan saya tarik."
Sayangnya, kamar si pasien ini tidak ada surveillance camera. Biasanya seperti itu, kalau ada pasien yang baru masuk, mereka tidak akan langsung menaruh berbagai protokol yang ada, supaya si pasien bisa beradaptasi pelan-pelan. Dan itu juga harus melewati beberapa pertemuan dan diskusi antara pihak penyedia fasilitas dan si pasien. Birokrasi memang menyebalkan.
Aku mencoba mengingat-ingat semua yang aku sempat baca dibukunya sebelum aku berada di kamarnya ini. Buku yang sangat tebal. Menceritakan soal kelahirannya, kisah keluarganya, diagnosa penyakit fisik dan mental yang dideritanya. Termasuk daily log tentang aktivitasnya yang dicatat dan disimpan sejak dia berada di sini. Aku tidak ingat semuanya. Hanya beberapa bagian penting yang aku sempat baca. Setidaknya yang aku pikir penting. Pikiranku malah kembali ke beberapa jam yang lalu, rangkaian gambar yang memperlihatkan tanganku membolak balik halaman-halaman bukunya. Aku tidak menemukan dan membaca bagian yang menarik perhatianku.
Aku menarik nafas. Pelan dan lambat.
"Bagaimana?" Tanyanya kembali.
Aku menatap matanya. Mungkin akan menjadi mata terakhir yang aku akan lihat di hidupku.
Aku tidak punya pilihan lain kecuali menjawabnya.
"Bagaimana?" Sudah tiga kali dia bertanya.
Aku melirik ke arah langit-langit. Wajah istriku yang sedang tersenyum melekat erat di pikiranku.
"Aku tidak punya istri. Aku tidak senang dengan pekerjaanku sekarang. Aku putus asa selama bertahun-tahun. Jadi kalau anda mau menarik pelatuk itu, silahkan lakukan. Apa yang saya rasakan sekarang dan apa yang saya rasakan kemarin sama saja, tidak ada yang berubah. Jadi apa yang anda akan lakukan sekarang tidak akan mengubah perasaanku."
Aku tidak boleh menarik nafas. Perintahku ke diriku sendiri. Tidak boleh.
Dengan pelan dan pasti, aku menutup mataku.
Tidak ada suara.
Tidak ada gerakan.
Kemudian dengan perlahan dia mengatakan sesuatu.
"Jawaban yang tepat."
Aku membuka mataku.
"Lagipula, senjata ini rusak, tidak bisa dipakai. Tidak ada pelurunya juga."
Dia tertawa terbahak-bahak. Menyerahkan pistol yang ada di tangannya ke arahku. Dengan cepat aku ambil dari tangannya.
Aku menarik nafas. Kali ini nafas yang panjang.
Akhirnya.
Aku melihat jam di tanganku. Sudah jam setengah tujuh lewat sedikit.
"Saatnya aku pulang. Selamat pagi." Kataku sambil tersenyum.
Dia menatapku heran,"Kamu tidak akan memberi nasihat kepadaku? Tidak memakiku? Tidak mengatakan apa-apa tentang apa yang baru terjadi?"
"Buat apa? Kamu toh sudah pernah dengar semuanya itu sebelumnya."
Dia tersenyum. Membiarkan aku melangkah pergi dan menutup pintu.
Sebelum aku melangkah keluar dari gedung itu, aku membuat catatan kecil, rekomendasi untuk menaruh kamera di dalam kamarnya. Dan evaluasi untuk protokol body search dan room search yang sepertinya tidak benar-benar dilakukan dengan serius di tempat itu.
Aku menyalakan mesin mobil. Menyalakan radio. Seperti biasa, aku akan menjemput istriku karena dia juga sudah saatnya selesai kerja. Dan selalu tepat di waktu sekarang ini dia meneleponku. Handphoneku berdering. Suara ringtone yang aku buat khusus untuknya.
"How's work, hon?" Tanyanya seperti biasa.
Aku tersenyum begitu mendengar suaranya. Padahal baru delapan jam sebelumnya dia duduk di sampingku, berbincang-bincang sambil menggenggam tanganku. Tapi kali ini aku sangat merindukan mendengar suaranya.
"Same old, same old, dear. Just another day in paradise."
Selalu jawaban itu yang aku berikan setiap kali dia menanyakan hal yang sama. Aku akan bertemu dengannya lagi dalam waktu sekitar tujuh menit. Membuat aku kembali tersenyum.
- PlainBread's blog
- Login to post comments
- 5512 reads
saya merasa
Saya merasa sepertinya anda menuliskan blog ini buat saya.
Bedanya, saya tidak pernah membawa masuk senjata api (walaupun itu hanya sekedar mainan atau sudah rusak) ke ruangan konsultasi.
Hehehe....
salam hangat,
rong2
salam hangat,
rong2
@Ronggo Terima kasih
Terima kasih sampe bisa merasakan seperti itu.
Saya juga gak pernah bawa senjata api ke ruangan konsultasi, dan gak terlalu setuju kalo pihak sipil membawa senjata api. Love pacifism :)
One man's rebel is another man's freedom fighter
Are u detective?
Bread, jika Min boleh bertanya.... sebenarnya job bread tu apa yah? Kedengarannya serem. Kaya detective. *penasaran mode on*
Ini bukan fiksi khan? Haha.
That means sekarang bread blogging di SS pagi? ^^
@Min kerjaan
Kalo kata bini, kerjaan aku disebutnya "tukang ngobrol plus tukang catet". Hehehe.
Jadi bukan detektif. Dari dulu gak pernah suka sama kerjaan yang pake seragam, bawa pistol. Ngeri.
One man's rebel is another man's freedom fighter
Shooter...
Iya, senjata memang mengerikan...
Aniwe about shooter, Bbaru saja nonton thriller Greys untuk malam ini (butuh sebulan baru muncul DVDnya, Hiks)... Ada shooter masuk ke Seattle Grace Hospital dan menembak salah satu dokter, meneror seluruh rumah sakit. Min merana. Sangat merana. Sepertinya yang tertembak adalah Derek Shepherd. Dan it breaks my heart.
Sanke berusaha menghibur dan mengingatkan itu cuma serial. Tapi, ... Hiks. Hopefully yang tertembak itu bukan Shepherd. Jangan.
Ini thrillernya.
@minm, oh noo
Shepherd = PB ?
hiks..hiks..srlup..(air mata buaya mode on)
Al, bukann... ^^
Alvarez, pasti ga pernah nonton Greys. Haha.^^
Plainbread mah bukan shepherd.
Shepherd tuh di series.
Ceritanya Al,
Shepherd adalah suami Meredith (tokoh utama Greys). Min sangatttt sangaaaaaaaaat suka serial ini karena Meredith (Ellen Pompeo). Dan sangaaaatttt suka penulis naskahnya Shonda Rhimes. Jd, jika dalam episode malam ini Shepherd yang tertembak, maka akan sangat menyedihkan. Karena untuk bersatu, Meredith dan Shepherd, butuh lama banget.. karena banyak masalah, ego, job, trauma dll. Be a doctor not easy, mereka semua adalah dokter. Gitu... Bahkan mereka meritnya sampe di Hospital, saking banyak masalah. Karena takut tomorrow ga akan sempat lagi, banyaknya operasi dan case, mereka buru buru merit di hospital.
Entahlah, (kadang) setiap girls punya cerita kesukaannya. Seperti cinderella, toothfairy atau yang lainnya. Dan punya Min ya Grey's Anatomy. Setelah Harry Potter tamat, Twilight tamat, tinggal Grey's yang selalu Min tunggu.
Syukurlah, beberapa hari yang lalu, karena menyadari "kekosongan" waktu dan kekosongan "hati", sanke pergi ke toko buku dan membelikan Min, Daud-Charles Swindoll.
Duh, jadi cerita panjang lebar nih, Al... Bukan ari mata buaya, haha. Memang cewe kalo nonton gini, mudah menumpahkan air mata. Ga pake gengsi. Haha
Bread : Hope u dont mind, krn Min komen sesuatu yang diluar blog Bread. Excuse Min ya. ^^
Mungkin Min bisa tulis review ttg Greys. Jadi ada temen di SS yang kecanduan juga. Hahahaha.
@Min I don't mind at all
Sayangnya gue gak pernah nonton Grey's walaupun ada temen bilang itu bagus. Dunno. Mungkin lagi gak into TV/movie so much these days.
Yang lebih menakutkan, my fond of reading books udah berkurang akhir2 ini. Dunno why, mungkin karena banyak yang berubah. Dulu suka baca buku, bahkan me and my sanke ketemu di toko buku. Kita berdua punya blog book and movie review -sekarang jarang di update :D - Buku terakhir yang gue baca itu The Kite Runner, but I handed it to her because she loves it more than I do. One day I told her:"There's 2 kinds of book readers: The ones who do it because they wanna brag about it, and the ones who do it because they enjoy it." The later kind is familiar, me and her are part of it. I know you enjoy doing it, too.
Elu bisa get along sama dreamz juga, she enjoys reading books and she's smart as well. Maybe they're right when they say birds of a feather flock together.
So when it comes to recent movies or tv shows, there's not much I can share. Kecuali kalo mo ngobrol soal V for Vendetta, atau Pan's Labyrin, boleh deh :).
One man's rebel is another man's freedom fighter
yang pinter itu plain ^^
gpp la plain katanya kan segala sesuatu ada waktunya, so nikmatin aja klo skrang rada jrang baca buku. Kan jg katanya mo buat buku ... ^^ ...
gw jg skrang ga ngikutin serial lage... min kyakna suka pilem korea jg ya, yayang gw jg suka ehehe...
klo gw kdang suka subjektif baca buku, kalo gw dah doyan ma penulisnya, gw jd otomatis doyan ma smua topik buku2 dia. Pdahal kdang kalo ada topik yang mirip tapi penulisnya beda, gw rada ga tertarik baca huehehe...
yang gw suka ma baca buku, seperti my idol si sagan bilang, buku itu dead people talking... sweet banget kalo klo buku itu bisa buka jalan ke kita ntuk bisa tau pemikiran2 ato idea dari orang2, baek yg dah ga ada atopun yang masi ada...
e oot ya me heuehehe...
Killing me softly.
"Aku tidak punya istri. Aku tidak senang dengan pekerjaanku sekarang. Aku putus asa selama bertahun-tahun. Jadi kalau anda mau menarik pelatuk itu, silahkan lakukan. Apa yang saya rasakan sekarang dan apa yang saya rasakan kemarin sama saja, tidak ada yang berubah. Jadi apa yang anda akan lakukan sekarang tidak akan mengubah perasaanku."
@Purnomo Terima kasih
Terima kasih atas penilaiannya.
Betul, di situ saya berusaha menaruh diri saya di posisi pasien itu. Itu jawaban yang dia inginkan. Itu dunia yang dia lewati. Lagipula menurut saya, ketika orang rela melepaskan nyawanya, di situ dia mendapatkan nyawanya kembali.
Tapi sebenarnya, alasan paling besar kenapa saya tidak begitu takut saat itu, bukan karena iman saya, wajah istri saya, dll. Tapi karena saya lihat radionya yang menyala. Kalo dia mau membunuh saya, tidak mesti dengan senjata api. Mungkin kalo tidak ada radio itu, jawaban saya atas pertanyaan dia bisa berubah.
Sekali lagi, terima kasih :)
One man's rebel is another man's freedom fighter
PB Ngibul
weleh, kok harus berbohong? Nanti kalau malaikat pelindung sedih bagaimana?
Catatan: cuman komentar isenk kok...
Rusdy PB Ngibul!
Kalo malaikat pelindung sedih, ya dihibur donk :)
Iya, PB ngibul. That's not the first time I heard that. Hehehe
Cuman komentar isenk juga ...
One man's rebel is another man's freedom fighter
plain,
nanti kalo ketauan ma dia klo dia dikibulin, dia marah ga ya.. gw seyem aja bayangin na, abiz ga marah aja dah iseng bawa pistol...
cuma napa ga ada pelurunya ya, artinya dr awal dia ga niat serius. apa sebenarnya dia hanya sdang mencari2 reason buat diri dia sendiri, reason knapa dia harus bertahan hidup, makanya dia iseng buat org laen dalam situasi antara mati n idup.. dunno se ehehehe...
@Dreamz Push the Button
Gue gak tau apakah pembaca nangkep, tapi gedung yang gue kunjungin itu adalah mental institution. Mereka ditaruh disitu for a reason.
Elu bilangnya dia iseng. Yup, dia iseng. He pushed the button.
Tiap orang punya perilaku yang jadi pola. Pattern. Baik orang gila maupun orang normal. Di situ dia try to push my button, untuk ngeliat reaksi gue. Orang gila bukan orang bodoh. Lagipula salah satu kejahatan pasien tsb, gue baca dibukunya, 20 tahun yang lalu pernah menyiksa pacarnya, mememerkosa pacarnya sampe pacarnya itu kehabisan nafas dan mati.
Jadi kenapa saat itu gue pikir gak ada yang menarik perhatian gue di bukunya, karena pola kejahatan yang dia lakukan adalah dengan menyiksa, bukan dengan langsung membunuh misalnya pake senjata api. Kalo dia beneran mau bunuh gue, di situ ada radio yang kabelnya dia bisa pake untuk cekik leher gue sampe mampus. He had the opportunity but he didn't do it. So he's more likely not wanting to kill me.
One man's rebel is another man's freedom fighter
RSJ Klewer
Seruan mana PB? Melayani pasien di tempat kerja, ato di SabdaSpace a.k.a. pasar klewer?
@Rusdy Sama saja
Menghadapi perilaku manusia, ya sama saja.
Perilaku manusia kan akibat dari button atau tombol2 yang dipencet. Kalo kita tau mencet yang mana, kita juga pelajari dan akhirnya tau bergeraknya ke mana. Seperti mesin lift aja. Tapi kalo mesin lift, cuma ada beberapa tombol, untuk naik, untuk turun, untuk buka atau tutup pintu. Perilaku manusia, mungkin lebih kompleks dari situ.
Masalahnya, selain mencet, kita juga dipencet. Kalo dengan sikon cerita saya di atas, saya gak punya pilihan lain selain berusaha bergerak sesuai keinginan si pasien. Kalo dalam hidup sehari2, banyak yang bergeraknya reaktif dan jadi gampang terbaca polanya. Ada yang sampe bawa2 firman Tuhan, ada yang sampe buka blog karena egonya kepencet. Macam2 deh.
One man's rebel is another man's freedom fighter
Plainbread: Yang egonya kepencet itu tonnypaulo ya?
Ada yang sampe bawa2 firman Tuhan, ada yang sampe buka blog karena egonya kepencet.
Yang egonya kepencet itu tonnypaulo ya? Berarti yang berpendapat begitu bukan cuma saya. Tapi si pembohong munafik tonnypaulo nggak mau ngaku tuh?
@SF Orang Sakit
Biasanya di kerjaan, kalo kita stress ngadepin pasien, kita akan saling ngingetin bahwa yang kita hadepin adalah orang sakit. Jadi mau kita menang argumen pun sama dia, misalnya, tetap dia orang sakit dan merasa dia yang menang.
Sama seperti kata orang maling mana pernah mau ngaku, orang sakit mental jg jarang yang ngaku kalo mereka sakit. Kalo udah ngaku sakit, itu artinya udah langkah pertama untuk sembuh.
One man's rebel is another man's freedom fighter
@SF & PB, kenali...
Saya pernah membaca pepatah mengatakan "kenali diri anda dan kenali lawan anda"
Buat saya pepatah ini bagus untuk selalu menyadarkan siapa diri kita dan siapa lawan kita, terutama jika lawan kita adalah para Nabi PALSU dan orang2 yg kurang sehat jiwanya.
Dengan kesadaran penuh itulah kita dapat memperkirakan apa yg akan dilakukan lawan kita dan memakluminya.
@Alvarez Benar, maklumi saja
Kalo TonyPaulo bilang anda gak mampu, anda lari, anda gak bisa jawab, anda sesat, ya ketawain aja. Orang sakit ngapain diseriusin. Maklumi aja.
Dulu saya waktu masih kecil, di rumah yang lama, juga ada seorang tetangga yang seperti itu. Rajin baca buku, kepalanya sampe botak di depan. Begitu ngobrol sama saya, istilah2 yang dipake membuat mulut saya terbuka (umur saya masih 4-6 tahun). Kesan yang saya dapat, wow keren, ini orang pasti orang pinter -belakangan baru saya tahu kalo dia pake istilah2 tersebut sama siapa saja, termasuk ke saya yang masih kecil-
Ayah saya pernah berbicara dengan dia. Cuma ngomongin soal sesuatu yang sederhana. Tapi si tetangga itu bilang, "Iya benar, TAPI gak seluruhnya benar, ...". Jadi walaupun dia tahu itu benar, tapi karena dia pengen orang lain kagum sama dia, tetap aja dipertentangkan, lalu disisipkan penjelasan versi dia, ditambah istilah2 keren dia.
Saya suatu hari setelah masuk SMP, tanya sama ayah saya, tetangga itu kemana. Kok saya udah lama gak ngeliat. Beliau bilang dibawa ke Grogol. Oh, baru saya ngerti. Ternyata selama ini saya ketipu dengan kepintaran, keramahan, dan kebaikan si tetangga itu. Itulah yang saya sebut sebagai buah plastik. Tampilan luarnya aja seperti buah. Begitu dipegang dan bahkan digigit gak taunya plastik.
One man's rebel is another man's freedom fighter
tafsir gnostik
Biasanya di kerjaan, kalo kita stress ngadepin pasien, kita akan saling ngingetin bahwa yang kita hadepin adalah orang sakit. Jadi mau kita menang argumen pun sama dia, misalnya, tetap dia orang sakit dan merasa dia yang menang.
apa anda pernah menyampaikan kepada pasien anda, bahwa dia bodoh atau tolol?
atau anda sering memposisikan diri sebagai sesorang yang "ngadepin pasien" dalam dialog-dialog anda di blogs ini?
Sama seperti kata orang maling mana pernah mau ngaku, orang sakit mental jg jarang yang ngaku kalo mereka sakit. Kalo udah ngaku sakit, itu artinya udah langkah pertama untuk sembuh.
Zakehus ngaku, orang-orang percaya yang bertobat ngaku, karena itu dikenal dalam Alkitab
1Jn 1:9 Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.
itu berlaku juga dengan maling yang pernah maling, pembunuh yang pernah membunuh, pezinah yang pernah berzinah, dsb
bukan seperti tafsiran anda terhadap seseorang, yang menyampaikan Yudas Iskariot menyesal alias bertobat?
dan lihatlah betapa anda sering tidak bertanggung jawab atas respon anda kepada saya, seperti "bergerilya" sudah lempar tuduhan bahwa saya bodoh dan semacamnya, ketika saya klarifikasi, "menguap" begitu sajakah?
belum lagi ketika kemampuan berkomunikasi anda secara asertif saya tanyakan, anda "diamkan" begitu saja kan?
atau memang anda termasuk orang yang senang dengan standar ganda?
jika "sempat" merespon komentar anda yang sudah saya respon, gaya perlakuan anda ke pasien anda, tidak bisa anda gunakan dalam forum ini, karena anda sudah tahu apa yang digunakan dalam mengukur kesehatan mental seseorang kan?
jika tidak, yah sudah, saya juga bisa memahami "kesibukan" anda kok plain
GBU
plain, solusinya
jadina ntuk org2 kyak gitu, mendingan dibiarin aja yah, ga usa diladenin ??
dreamz: Tidak bisa begitu
Tidak bisa begitu. Orang gila kalau dibiarkan berkeliaran di jalanan kan bakal mengganggu masyarakat luas. Apalagi mereka tidak bisa bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. Karena itulah mereka disediakan tempat yaitu Rumah Sakit Jiwa.
@Dreamz, SF: Dua2nya Benar
Saya pribadi memilih untuk tidak menghiraukannya. Kalo pun sesekali saya ngerespons, itu tentu saya lakukan dengan perlakuan yang berbeda dari perlakukan saya ke orang2 lain yang normal.
Alasan paling besar sebenarnya karena dalam 5 hari seminggu dan selama berjam2 setiap hari kerja, saya mesti bertemu dengan orang2 yang punya masalah kejiwaan. Masuk ke komunitas online kristen trus mesti serius ngadepin jenis orang yang sama lagi? Duh, kayanya gak sanggup deh.
One man's rebel is another man's freedom fighter
jempol lage buat plain
gw suka banget ma tulisan plain coz dia slalu bring up sumthin yang menarik hati ehehe.. ;)
plain, jadinya bo2 na jam brapaan tuh *penasaran*
niwei, iya yah knapa kbanyakan dr kita terbiasa bo2 malem, mungkin bawaan dr jaman dulu klo gelap ga bisa ngapa2in n lbh berbahaya so bo2 aja. Cuma klo kyak planet apaan tu namanya *lupa ehehe* yg tetanggaan ma kita yg punya star lebi kecilan drpd matahari kita, planet yg diduga mirip ma bumi kita, cuma orbit na dket ke star dia so hanya 1 sisi aja yg kena sinar trus. Klo dah terang mulu gitu, bo2nya gmana ya hihihi...
Jam Tidur
Biasanya gue ama bini tidur di atas jam 12 siang, karena abis kerja kadang kita mesti ke kantor pemerintah, bank atau doc's appointment. Itu enakny, jd gak perlu bolos atau ijin.
Soal planet, itu Pandora yang di film Avatar yak? Hehehe. Gue gak tau, dreamz. Tapi setau gue bulan gitu juga, satu sisi terang trus, satu sisi gelap trus. Katanya sih gara2 orbitnya deketan sama bumi. Mungkin Mercury gitu jg kali, karena deket bgt sama Matahari.
One man's rebel is another man's freedom fighter
plain, Gliese 581 d
gw nontonnya di tipi, tapi barusan gugling n nemu de namanya ^^ ...iyah mang mirip kyak bulan, makanya one side of the planet is permanently dark ...
ma kasih yah dah dijwab, klao gitu jd ngikutin jadwal diindo dong ya plain ehehhe.. tapi iya sih bedanya jd bisa ngurus2 pas paginya yah, klo diindo kan pulang kerja dah malem n pada mo/uda tutup ehheheh..
Bread, ...
Dreamz :
tulisan plain coz dia slalu bring up sumthin yang menarik hati ehehe.. ;)
Itu sebuah compliment! ^^ Min nebeng dengan complimentnya DreAMZ.
PB : negeri antah berantah
PB...setahu smile tentara ga pernah bawa pistol keluar dari markas...saat ga bertugas..bertugas pun kalau dalam kota mana boleh bawa pistol?
kalo polisi iya...
kalo senjata pistol pindad jelas punya tentara...berarti itu tentara bawa pistol ilegal dong,....kecuali pangkat dia sudah minimal letnan.
wah,..bahaya tuh,....barangkali tentara stress...
tapi hebat juga yah ketika terjadi anda masih sempat mengenali barang yang jelas jelas jarang anda liat,..pistol P2 buatan Pindad.
itulah negeri ini...sama dengan 'pengayomnya' juga
Pernahkah anda mendengar ketika dalam berita di tv,...atau sewaktu penangkapan seorang dimall ( siapa namanya...lupa...) didepan begitu banyak orang, sudah jelas jelas sang burunaon ga bawa apa apa dan mau menyerah, masih diteriaki saya tembak!!!
coba kalau saya...saya akan membuka baju saya dan berkata dengan keras, silahkan tembak disini!!!
seperti juga drama penangkapan..kalau diliput pasti secara prosedural, kalau tidak diliput, tersangka ditemulkan tewas ditembak ( walaupun kemungkinan besar tidak melawan...hihihi)
sekedar masukan :PB.lain kali liat ujung larasnya,..jika lubangnya kecil..itu pistol berpeluru BB...hihihi..kalo ditembak jauh dari nyawa....
sincerely,
smile
*Penakluk sejati adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri*
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
Hahahahaha BB Gun!
"Literary interpretation is in the eye of the beholder."
“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi
@Smile thank you
Thank you buat komen dan infonya. Much appreciated.
One man's rebel is another man's freedom fighter
barangkali disini?...
kira-kira mana komentar saya yang kurang santun bagi anda?
apa ada saya menyebut anda tolol? bodoh? bahkan gila?
ukuran kesantunan apa yang anda pakai sebenarnya