Submitted by Benia Herawati on

 

“Maaf Bu Benia, saya batal bergabung dengan perusahaan Anda, ada masalah di pabrik yang harus saya tangani.”

 “Benia, setelah saya pikir-pikir saya lebih suka bekerjasama dengan kamu dalam bentuk bisnis lain, bagaimana kalau kamu jadi marketing celana jeans yang kami produksi  saja?”

 “Jaga diri baik-baik Benia, sekarang saya harus konsentrasi untuk pemulihan kesehatan, mungkin saya bisa bergabung setelah pulang dari Australia, tahun depan.”

 Aku memejamkan mata,  dalam hitungan detik, tiga calon klienku telah berubah jadi gunung-gunung es yang tidak mungkin bisa tercairkan dalam waktu dekat.

 “Fine! I’m lose,” kata-kata itu terus berputar-putar di kepalaku seperti lingkaran anak-anak ayam yang menciap-ciap di samping induknya, membuat urat-urat di kepala berdenyut-denyut sampai mataku basah.

 Berarti targetku sama sekali tidak tercapai, padahal dari mereka aku berharap bisa memenuhi targetku. Apa yang salah denganku? Apakah aku bekerja kurang maksimal, kurang smart, kurang fokus, kurang…ah demi dewa badai, I hate this planet!

 Aku menarik nafas panjang, I need an encouragement, but how? Semua orang di sekitarku tampak tergesa-gesa pulang, aku membutuhkan seseorang tapi aku tidak ingin menghubungi siapa-siapa. Aku naik ke lantai paling atas gedung tempatku  bekerja dan menghabiskan waktu menatap matahari sampai benar-benar tenggelam di ujung barat kota, drowning at evening and shining at morning, always. How could be?

 Aku memilih pulang naik angkot dengan pikiran beku. Di perhentian lampu merah seorang pengamen cilik naik, dia membagikan amplop kepada setiap penumpang yang berjejal, tanpa melihat amplopnya, aku letakkan di atas tas dan meneruskan lamunan kegagalanku, anak itu menyanyi terus sepanjang jalan di pintu angkot.

 Di Jalan Palasari penumpang pada turun hingga tinggal aku, sopir dan pengamen cilik itu. Dia mengumpulkan amplopnya  yang ditinggalkan begitu saja oleh penumpang yang berebutan turun. Dia memeriksa isi amplop tapi  semua kosong. Aku berpikir, dia pasti sedih amplopnya telah diabaikan, tapi wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, dia   menyimpan amplop-amplopnya di saku, kembali duduk di pintu angkot dan terus menyanyi.

 Mengapa dia nggak berhenti saja, turun dan pulang ke rumah, atau ikut melamun di sampingku, setidaknya aku punya teman senasib hari ini. Atau apakah dia berpikir aku kesempatannya yang terakhir? Melihat sikapnya, aku iseng mengambil amplop  di atas tasku.

 “Assalamualaikum Wr Wb.

Mohon bantuannya untuk biaya sekolah saya dan adik, saya ingin sekali sekolah tapi tidak  punya uang. Saya kelas tiga, adik kelas dua, bantuan yang diberikan sangat berguna buat kami. Terimakasih. Assalamualaikum Wr. Wb.”

 Hmm, mengemis dengan cara sedikit  lebih terhormat, tulisannya rapi dan bagus, aku jadi ingin tahu siapa yang menulisi  belakang amplop itu. Aku menepuk bahunya pelan

 “Siapa yang menulis ini?” Tanyaku.

“Aku,” jawabnya.

“Ah, masa?” Aku  tidak percaya, “Emang tulisanmu sebagus ini?”

“Iya, “ katanya sambil mengangguk, dia bergeser sedikit duduk di sampingku.

“Coba, kamu nulis apa di amplop ini?” Tanyaku. Dia mengulang persis seperti yang tertulis di amplop itu. Dari obrolan kami, aku tahu ibunya sedang sakit, ayahnya dulu tukang baso tapi sudah meninggal dua tahun lalu karena ditabrak mobil besar, dia mau bayar uang sekolah tapi tidak punya uang, jadi dia membuat cara itu, membagikan amplop kepada penumpang sementara dia menyanyi.

 “Saya menyanyi dari jam lima sampai jam delapan, kadang-kadang tidak ada yang mau  ngasi uangnya, tapi saya coba lagi besoknya.”

“Oh,” kataku mendesah, ingat penolakan yang kuterima hari ini. “Kalau kamu ngamen gini, kapan kamu belajarnya, gimana kamu pinternya?” tanyaku, sorot matanya yang polos memandangku.

“Aku sekolah pagi, pulang siang, aku belajar dulu dengan adik, jam lima aku mulai ngamen, adik jaga ibu.”

 Dimana kamu sekolah?” Tanyaku mulai menikmati obrolan kami.

“Di Jamaika.”.

“Pelajaran apa yang paling kamu sukai?” tanyaku.

“Matematika dan Bahasa Inggris,” jawabnya singkat.

“Hah, Bahasa Inggris?”

Dia mengangguk

“Coba kata apa yang kamu tahu?”

Dia melafalkan nama-nama sayur dan buah dalam bahasa inggris. Aku tertawa- tawa   mendengar cara pengucapannya  yang kaku dan beberapa yang salah, suaranya yang serak-serak membuat kata-kata yang dia ucapkan terdengar lucu. Aku mengoreksi cara pengucapan kata  mother, grape, pine apple dan coconut.  

 Angkot sudah memasuki Jalan Rhamdan, aku menyelipkan sedikit uang di amplopnya,

”Yang ini kasih ke ibu,” kataku memberikan amplopnya dan memberikan selembar  lagi yang lebih besar di luar amplop. “Kalau yang ini kamu harus membeli buku pelajaran, ya?”

Dia menatapku sambil melotot.

“Cukup nggak dengan makasih?” Tanyanya polos, aku tertawa. 

“Iya,” aku mengangguk, “Aku hanya ingin kamu menghapal kata ini, God Bless You.”

“Apa artinya?” Dia menatapku sambil mendekap uang yang kuberikan.

“Tuhan memberkatimu.”

Dia mengulang kata-kata itu beberapa kali sampai  aku turun di tempat biasa.

“Atoswe Neng, wios,” si sopir tersenyum ke arahku. Dia menolak ongkosku, wajahnya berbinar penuh keramahan,  apa dia melihat dari kaca spionnya  obrolan kami di belakang tadi?

“Nuhun Pak,” aku akhirnya mundur ke tepi jalan tanpa membayar ongkos, sopirnya mengangguk, masi tersenyum.

“Mangga Neng, sawangsulna.”

 Kupikir wajah kami bertiga sangat cerah malam itu, manis penuh senyuman, hehehe…

Sebelum angkot bergerak jauh, pengamen cilik itu berteriak dari  pintu angkot, “God bless you!”

Aku tersenyum, hatiku terasa hangat karena sudah tersenyum.

 

Apa yang sanggup bertumbuh di gunung es?

 Jadi tersenyumlah...:)

Submitted by smile on Tue, 2010-01-12 00:08
Permalink

Benia....jika ini pengalamanmu,....luar biasa...itulah praktek yang sesungguhnya...Bukan sekedar berteori,..atau mungkin seperti saya,...mengkritik...

Membaca blog kamu saya menjadi iri.... kenapa belakangan ini saya lebih mementingkan diri saya sendiri, ketimbang melakukan "praktek" seperti yang selalu saya gembor gemborkan...

Saya ingin menjadi garam dan terang dunia
saya ingin menjadi berkat buat orang lain
ingin menjadi lilin kecil yang bisa menerangi sekitar, walau tak seluas lampu jalan...atau sinar matahari
saya ingin menjadi lilin kecil yang begitu terasa manfaatnya ketika seluruh kota mati lampu....

Mampukah saya?
untuk bisa merasakan dan mengalami apa yang anda rasakan?
Kiranya pengalaman anda bisa menulari saya...
merasuki hidup saya seperti virus dan wabah

Maju terus dalam Tuhan...
hidupmu berarti buat orang lain...

Semoga Hidupku bangkit
DAn berubah....
dari hanya memikirkan aku, aku dan aku

HARI HARI YANG HILANG ITU...semoga kembali padaku

Thanks sist....TYM

 

Smile

Submitted by Benia Herawati on Tue, 2010-01-12 14:07

In reply to by smile

Permalink

kalo disuruh kotbahin ato kritik2 malah ngak bisa, sungkan dan berat lidah hehehe...mungkin dgn hal2 kecil seperti itu bisanya...ya dilakukan saja:)

Makasih atensinya yaa... semoga tulisannya  bisa tambah bagus lagi dan boleh berguna buat yang baca...

GBU

 

Benia

 

Submitted by wkusuma on Tue, 2010-01-12 04:46
Permalink

Pengalaman yang luar biasa, Benia.. di dalam kesedihan pun km diberi kesempatan dan bisa memberkati orang laen.. dan Tuhanpun memberkatimu dengan senyuman dan mengangkat kesedihanmu menjadi sukacita malam itu...

kiranya banyak anak2 Tuhan yang laen belajar dari pengalamanmu dan menjadi berkat dimanapun kapanpun dan dalam keadaan apapun....

Biarlah kasih karunia Tuhan selalu melingkupi dirimu dimanapun engkau berada..

-Ev.wKusuma-

Submitted by Daniel on Tue, 2010-01-12 14:40

In reply to by sandman

Permalink

San, baca dulu judul blognya dong...

Ini kan memang blog tentang ucapan terima kasih, jadi Benia memang harus banyak2 mengucapkan terima kasih, gimana sih?

Hehe... udah dibelain nih, aku dapet apa Ben? Terima kasih juga ya?

Oiya, jangan sampe lupa jempolnya... buat Benia, bukan buat sandman...

Submitted by sandman on Tue, 2010-01-12 14:48

In reply to by Daniel

Permalink

mas daniel ANUnya dititipkan sama aku, katanya BENIA biar aku yang ANU sama mas daniel, nganu ra mas?

@benia : lapar ui... :P

 

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

Submitted by Ari_Thok on Tue, 2010-01-12 22:28
Permalink

Penasaran karena beberapa blogger bilang blognya Benia bagus, eh .. kepincut juga pengen baca blog terbarunya. Top Markotop Sip Markisip. Satu lagi penulis yang blog2nya enak buat dibaca.

*yuk comment tapi jangan nyampah*


*yuk ngeblog tapi jangan nyampah*

Submitted by Benia Herawati on Wed, 2010-01-13 17:38
Permalink

makasih komennya ya...:)

mudah2an kedepan bisa lebih baik lagi, blog2 temen2 yang lain juga keren2, cuman aku ikut baca aja, blum brani buat komen...

salam.

benia

 

Submitted by Purnomo on Sun, 2010-02-28 05:40
Permalink

I sought my soul, but my soul I could not see. 

I sought my God, but my God eluded me. 

I sought my brother—and I found all three.