Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Cerai itu Gampang!?
Di dalam Kekristenanpun seringkali sudah dianggap wajar dan apalagi di tahun-tahun yang akan datang, akan lebih banyak lagi ditemukan single mother, sama seperti yang sudah dialami oleh Amerika dan Eropa. Dan tentu saja kasus-kasus perselingkuhan dan perceraian yang akan memusingkan para pendeta dan majelis. Apakah ini dampak dari Tuhan Yesus yang menyetujui perceraian!?
Ayat 31 adalah kutipan dari Ulangan 24:1-4. Dari sini sebenarnya kita bisa melihat konteks mengapa Tuhan Yesus menyebutkan kalimat ini. Orang Farisi menafsirkan perkataan Musa sebagai 'boleh cerai yang penting ada surat cerainya', penekanan mereka pada surat cerai yang melegalkan perceraian. Tapi, apa betul itu maksud dari Musa?
Kalau membaca keseluruhan dari Ul 24:1-4, penekanan Musa bukan pada surat cerai, tapi akibat yang terjadi karena perceraian. Seorang pria yang sudah menceraikan isterinya tidak bisa lagi mendapatkan isterinya kembali. Maka, hati-hati kalau mau cerai karena akan kehilangan selamanya.
Itu sebabnya, Tuhan Yesus bukan membicarakan masalah surat, tetapi berbicara tentang akibat dari perceraian (bnd dgn Mat 19:1-12). Konteks saat itu, tidak ada wanita yang menceraikan suaminya. Hanya pria yang bisa menceraikan isterinya. Perceraian itu terjadi karena sang wanita berzinah. Maka kalu diceraikan, apapun alasannya, maka pasti dianggap karena sang wanita telah berzinah. Itu sebabnya akan membuat sang wanita menjadi pezinah, dan yang menikahinya selanjutnya akan menjadi pezinah juga.
Kalau dibandingkan dengan Mat 19:4-6, Tuhan Yesus memberikan dasar mengapa perceraian tidak boleh. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Tapi, mengapa masih terjadi banyak perceraian? Apakah manusia mempunyai kemampuan yang melebihi kuasa Allah yang mempersatukan? Hal ini dijawab oleh Tuhan Yesus di dalam Mat 19:8. Karena ketegaran hati manusia, karena manusia hanya melihat segala seuatu untuk dirinya, berpusat kepada dirinya, makanya Allah mengijinkan dan sebagian lagi dibiarkan untuk mengikuti nafsunya. Perceraian menjadi begitu gampang karena manusia tidak lagi melihatnya sebagai perjanjian dengan Allah, melainkan hanya sebagai suatu pilihan karena perasaan, keinginan, kenikmatan, nafsu ataupun keamanan diri sendiri.
Bagaimana dengan perzinahan yang memungkinkan adanya perceraian? Bukankah hal ini yang membuat perceraian makin banyak? Perzinahan terjadi karena manusia berbuat dosa. Sehingga perceraian pasti akan semakin banyak terjadi di dalam kehidupan dunia yang semakin berdosa. Maka, kalau Tuhan Yesus 'mengijinkan' perceraian karenan perzinahan, sebenarnya bukanlah membuka kesempatan kepada manusia untuk melihatnya sebagai kesempatan (ini yang dilihat oleh orang berdosa, karena memang menginginkannya), melainkan seharusnya dilihat sebagai ancaman kerusakan yang terjadi jikalau manusia hanya mengikuti keinginan hatinya yang tidak pernah puas dan melupakan perjanjian dengan Allah dalam pernikahan. Perzinahan membuat dua menjadi satu dicemari dan membatalkan ikatan perjanjian yang sudah dibuat. Perzinahan membatalkan janji kesetiaan yang sudah dibuat, karena perzinahan menunjukkan ketidaksetiaan yang merusak dasar pernikahan yang dibangun di atas janji kesetiaan kepada Allah dan pasangannya. Itu sebabnya, Tuhan Yesus bukan mengijinkan perceraian boleh karena perzinahan, melainkan perzinahan akan menyebakan perceraian karena ketegaran hati manusia yang menginginkannya.
Perceraian pasti akan terjadi. Karena banyak pernikahan meskipun terjadi di dalam gereja dan dipersiapkan oleh gereja, umumnya hanya berpusat kepada diri. Biasanya akan kelihatan ketika terjadi permasalahan, mis: perselingkuhan, karakter negatif yang mulai terlihat seperti penyiksa, dll. Begitu terjadi permasalahan-permasalahan yang ada, kecenderungan semua manusia ingin menyelamatkan dirinya sendiri dan mengasihi dirinya sendiri (meskipun ada juga yang dianggap bodoh krn tidak mengasihi dirinya). Kenyataannya, banyak yang dianggap bodoh karena terus berkorban dan menderita, ternyata bisa membawa pasangannya kembali (atau juga bertobat, karena sebelumnya belum pernah bertobat) dari kejatuhan. Meskipun banyak juga yang tetap gagal.
Sesungguhnya jika kita setia kepada Tuhan yang selalu setia dan hidup bagi Dia, kita akan belajar tentang kesetiaan yang bisa dipraktekkan di dalam pernikahan. Tetapi manusia tidak selalu setia, itu sebabnya ancaman perceraian akan menjadi sangat gampang di dalam hidup pernikahan. Semoga masih ada anugerah kesetiaan dari Tuhan bagi pasangan2 yang ingin hidup bagi Tuhan dan bisa menjadi kesaksian yang baik bagi dunia yang berdosa dan tidak menghargai lagi kekudusan pernikahan.
Apakah kemudian orang-orang yang selingkuh dan bercerai kemudian tidak bisa diterima gereja dan terus dipersalahkan? Tentu saja tidak, karena mereka sudah mengalami penghukumannya sendiri di dalam rasa malu yang mendalam. Jika mereka bertobat, kesaksian hidup mereka dari kehancuran yang dialami bisa membawa berkat bagi dunia yang akan lebih banyak lagi mengalami kasus-kasus perceraian. Yesus Kristus bisa memakai siapa saja yang akan terus diubahkan melalui firman...
Bagaimana dengan isteri (korban yang diceraikan, bisa juga suami)? Namanya juga korban. Umumnya dimulai dari kesalahan dalam pemilihan pasangannya karena belum bisa melihat dengan jelas, cinta membutakan! (biasanya penyesalannya terlambat). Berbeda dengan konteks di zaman Musa dan Tuhan Yesus, yang diceraikan biasanya adalah wanita yang berzinah (ataupun pria yang ingin kawin lagi), zaman sekarang ini permasalahan lebih rumit. Bisa dua-duanya sudah selingkuh. Kalau keduanya tidak mau memperbaiki, apakah pernikahan harus dipertahankan, hanya karena perceraian itu berdosa? Masalahnya, banyak orang yang sudah hidup di dalam dosa, tetapi merasa tidak terlalu berdosa dibandingkan kalau cerai (karena kecaman dari masyarakat/gereja akan lebih besar?). Bukankah kalau terus selingkuh dan tidak pernah cerai bisa tetap aman-aman saja? Kasus-kasus seperti ini tidak perlu dibereskan... Melarang orang berdosa untuk bercerai, karena perceraian itu dosa, sia-sia belaka. Yang perlu, menolong orang-orang yang sudah mengakui kesalahan masa lalunya, dan menjadi korban dari perselingkuhan yang akan membawa kepada perceraian. Kalau dirinya tidak berdaya mempertahankan pernikahannya, dan salah satu pihak terus menginginkan perceraian, haruskah ia bertahan? Hal ini bergantung kepada anugerah Tuhan kepada setiap orang. Ada yang diberi kekuatan untuk bertahan dan dapat kesempatan memperbaiki semuanya, tetapi lebih banyak lagi diberikan 'anugerah yang lebih' untuk melalui perceraian. Berdosakah pihak yang sudah bertahan dan menjadi korban? Berdosanya di dalam salah memilih dan menjalin relasinya.. Tetapi, kalau sudah bertobat, bukankah sudah diampuni oleh Kristus?! Dan kalau tidak tahan, kata Rasul Paulus, lebih baik kawin daripada berdosa lebih banyak. Asalkan jangan mengulang cerita lama, yang mungkin dimulai oleh nafsu juga...
Semoga Allah mengaruniakan anugerah kepada pasangan-pasangan Kristen untuk bisa menjadi teladan di tengah dunia yang berdosa, dan masih memberikan kesempatan dan anugerah kepada mereka yang pernah gagal untuk memulai lagi kehidupan yang baru dengan pasangan yang baru untuk memuliakan Allah.
Jakarta, 23 April 2007
Blog Mirror (dengan banyak perubahan pada 13 Agustus 2007): Easy Divorce
http://roielministry.blogspot.com/ (blog mirror)
- Baron Arthur's blog
- 9345 reads
TIDAK SETUJU
Cerai-ceraian (lagi)
Question
Sharing and Question