Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Apa Itu?

Purnawan Kristanto's picture

 Dua orang, bapak dan anak, duduk di kursi taman depan rumah. Sang anak yang sudah menjadi pria dewasa sedang asyik membaca koran. Sementara sang bapak yang beranjak sepuh memandang lepas ke depan. Tiba-tiba sang bapak bertanya, "Apa itu?"

Sang anak menyingkapkan koran dan melihat arah telunjuk bapaknya. "Itu burung pipit," jawab sang anak singkat. Dia asyik membaca koran lagi.
"Apa itu?" tanya sang bapak sambil menunjuk ke arah lain.
"Itu burung pipit, pak" jawab anaknya mulai jengkel. Si bapak terdiam.
"Apa itu?"
Dengan wajah kesal, sang anak membuang korannya.
"Itu burung pipit, pak," katanya dengan nada tinggi. "Itu bu....rung...piiii....piiiit"," ulangnya seperti mengajari anak kecil.
Sang Bapak beranjak dari tempat duduknya.
"Hei mau kemana?" seru anaknya.
Sang bapak masuk dalam rumah. Sesaat kemudian keluar sambil mengeluarkan buku catatan yang sudah sangat lusuh. Dia membukanya, mencari sebuah halaman dan memberikannya kepada anaknya.
"Baca yang keras!" perintah bapaknya.
"Suatu hari aku bermain bersama anak laki-lakiku di sebuah taman," bacaan sang anak. "Anakku baru berumur 3 tahun. Dia bertanya tentang burung pipit sebanyak 21 kali. Aku pun menjawab sebanyak 21 kali pula."
Suara sang anak mulai tergetar. "Setiap kali dia bertanya, aku menjawab sambil memeluknya. Aku tidak menjadi kesal karena aku mengasihinya."
Sang anak tertegun usai membaca buku harian bapaknya. Dia memeluk bapaknya dengan penuh haru.
Ini adalah film pendek dari Yunani buatan tahun 2007. Film sederhana ini menggugat kesadaran kita betapa kita sering tidak sabar menghadapi orangtua kita. Padahal bila dibandingkan kelakuan masa kecil kita, mungkin perilaku kita ketika masih kanak-kanak lebih mengesalkan hati orangtua kita, bahkan membuat orang kita bersedih.
Aku lalu jadi ingat kisah Abraham yang harus mengorbankan anak semata wayangnya, Ishak. Dalam perjalanan itu, sebagaimana anak kecil yang senang bertanya, si Ishak berkata, "Bapa. Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Ah, membayangkan perasaan sang Abraham ketika itu. Mungkin dia tidak segera menjawab pertanyaan itu. Dia sejenak memandang anaknya yang berparas tampan dan menggemaskan. Di benak Abraham terlintas masa-masa bercengkerama bersama Ishak. Masa bahagia itu sesaat lagi akan menjadi kenangan manis, sekaligus perih. Dia harus mengorbankan anak kesayangannya.
Barangkali tidak hanya sekali saja Ishak bertanya. Dan setiap kali harus menjawab pertanyaan itu, hati Abraham seolah diiris sembilu.  Abraham menjawab "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku." Bisa jadi jawaban ini adalah cerminan dari keyakinan dan pengharapan Abraham. Dia punya keyakinan Allah tidak akan tega dan sekejam itu. Namun di sisi lain, bisa jadi jawaban ini hanya sebagai pengalih saja karena dia tidak sanggup mengatakan yang sebenarnya. Mana yang benar, aku tidak tahu.
Aku membayangkan, Abraham menyusun kayu di atas mezbah dengan mata berkaca-kaca. Tangannya gemetar saat mengangkat Ishak ke atas meja persembahan. Matanya sudah tak dapat melihat Ishak lagi karena basah oleh air mata.
Ah...tiba-tiba aku jadi teringat bapakku.
 
 
Lihat videonya di sini
__________________

------------

Communicating good news in good ways

minmerry's picture

Burung pipit...

The video really teaches something... I praise for the chance to see the video.

Min selalu bertanya pada sanke "Burung pipit peliharaan Tuhan, selalu lebih gendut dari burung manapun ya... Paling buncit..."

Again and again.

And he ignores me...

http://minmerry.com

 

__________________

logo min kecil

Viesnu's picture

jadi

Jadi inget anak ku..

Lovepeace..uenak..

__________________

Lovepeace..uenak..

lonely girl..'s picture

hiks...hiks....

hiks.....hiks....... jadi inget juga sama orang tuaku yang sekarang ada dirumah. Aku sering mengalami kesal terhadap orang tua. Padahal kalau dipikir-pikir hal yang membuat aku kesal terhadap mereka adalah hal yang baik buatku.

Thanks Pak Pur, melalui blog ini saya diingatkan kembali bahwa kasih mereka lebih besar dari pada kasih saya terhadap mereka. Jadi mulai sekarang saya bertanggung jawab untuk membahagiakan mereka. Dan lebih lagi berusaha untuk mewujudkan cita-cita/keinginan mereka untuk saya.

Doakan ya....
GBU