Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Konsep Setan dari Pemikiran Irenaeus dan Tertulianus

RDF's picture

Ireneus

Ireneus atau Irenæus130-202M) adalah Uskup Lugdunum, Gallia, (sekarang Lyon/Lyons, Perancis).

Diduga ia dilahirkan di Asia Kecil lebih kurang pada tahun 125. Perdagangan yang lancar antara Asia Kecil dan Gaul/Gallia (Perancis) memberi peluang bagi orang-orang Kristen untuk membawa agamanya ke Perancis, tempat mereka mendirikan sebuah gereja yang mapan di kota Lyons.


Sebagai imam di Lyons, Ireneus hidup sesuai namanya, yang artinya 'damai', dengan berkunjung ke Roma untuk meminta kepada uskup kelonggaran bagi kaum Montanis di Asia Kecil. Ketika itulah pembantaian orang-orang Kristen sedang marak di Lyons, dan dalam peristiwa ini uskup Lyons terbunuh.

Ireneus diangkat menjadi uskup untuk menggantikan uskup yang terbunuh. Ketika itu terdapat banyak orang yang telah menganut Gnostisisme di Perancis. Penyebaran aliran ini sangat pesat karena kaum Gnostis (gnosis dalam bahasa Yunani artinya "pengetahuan") menggunakan istilah orang-orang Kristen — meskipun mereka memberikan interpretasi yang berbeda secara radikal.

Ireneus pun mempelajari bentuk-bentuk ajaran Gnostik. Meskipun sangat berbeda dengan Kristen, secara umum mereka mengajarkan bahwa dunia fana ini jahat; bahwa dunia ini diciptakan dan diperintah oleh kuasa malaikat, bukan Tuhan; bahwa Tuhan berada jauh dan tidak ada hubungannya dengan dunia ini; bahwa keselamatan dapat diraih dengan mempelajari ajaran-ajaran rahasia khusus; bahwa kaum Gnostik itulah orang-orang rohani (bahasa Yunani: pneumatikoi) yang lebih unggul daripada orang-orang Kristen (bahasa Yunani: psychikoi) biasa. Para guru aliran Gnostik sangat mendukung pendapat ini dengan Injil Gnostik mereka – buku yang biasanya membawa-bawa nama para rasul dan menggambarkan Yesus yang mengajarkan doktrin-doktrin Gnostik.

Setelah uskup Lyons itu mempelajari ajaran sesat itu, ia menulis Melawan Ajaran Sesat, suatu karya besar yang membeberkan kebodohan "ajaran yang secara keliru disebut Gnostik" tersebut. Dengan menyitir gambaran dari Perjanjian Lama dan Baru, ia membuktikan bahwa dunia diciptakan Allah yang penuh cinta kasih, yang kemudian ternoda oleh dosa-dosa manusia. Adam, manusia pertama yang tak berdosa, menjadi orang yang berdosa karena menyerah pada godaan. Tetapi kejatuhannya telah ditanggulangi oleh karya manusia tak berdosa yang kedua, yaitu Kristus, Adam baru/Adam kedua. Tubuh sebenarnya tidaklah jahat; pada hari penghakiman, tubuh dan jiwa orang-orang percaya akan diangkat, mereka akan tinggal bersama-sama Allah untuk selamanya.

Ireneus paham bahwa ajaran Gnostik memikat kecenderungan manusiawi yang ingin mengetahui hal-hal rahasia yang belum diketahui orang lain. Tentang orang-orang Gnostik ia menulis, "Segera setelah seseorang dimenangkan, orang tersebut menjadi sombong dan merasa dirinya begitu penting, ia pun berjalan mengangkat dada dengan gaya seekor ayam jantan." Tetapi orang-orang Kristen seharusnya menerima anugerah Allah dengan rendah hati, dan tidak mengandalkan kegiatan-kegiatan intelektualnya yang akan membuat ia sombong.

Sepanjang hidupnya, Ireneus dengan gembira mengenang perkenalannya dengan Polikarpus, yang pernah akrab dengan Rasul Yohanes. Jadi, tidaklah mengherankan bahwa ia berpegang pada keabsahan para rasul ketika ia menolak paham Gnostik. Sang uskup menegaskan bahwa para rasul mengajar di tempat-tempat umum dan tidak ada satu pun yang dirahasiakan. Di seluruh kekaisaran, gereja-gereja berpegang pada ajaran-ajaran yang hanya disampaikan para rasul Kristus, dan hanya inilah satu-satunya dasar keyakinan. Ireneus menyatakan bahwa para uskup yang merupakan pelindung iman Kristen adalah penerus para rasul. Dengan demikian, ia telah mengangkat martabat para uskup. Dalam bukunya "Melawan Ajaran Sesat", Ireneus menetapkan standar bagi teologi gereja. Semua kebenaran yang kita butuhkan sudah tercantum dalam Alkitab. Ia juga membuktikan bahwa dirinya adalah seorang teolog terbesar semenjak Rasul Paulus. Argumentasinya yang tersebar luas merupakan pukulan besar bagi aliran Gnostik pada masanya.

Ia diakui sebagai Santo baik oleh Gereja Ortodoks Timur maupun Gereja Katolik Roma. Gereja Katolik Roma bahkan menganggap Ireneus sebagai salah satu Bapa Gereja. Ireneus adalah murid dari Polikarpus, yang merupakan murid dari Yohanes, salah satu murid dari Yesus sendiri. Tanggal peringatan Ireneus adalah 28 Juni.

Tertulianus

 

Quintus Septimius Florens Tertullianus, atau Tertulianus, (155230) adalah seorang pemimpin gereja dan penghasil banyak tulisan selama masa awal Kekristenan. Ia lahir, hidup, dan meninggal di Kartago, sekarang Tunisia. Ia dibesarkan dalam keluarga berkebudayaan kafir (pagan) serta terlatih dalam kesusasteraan klasik, penulisan orasi, dan hukum. Pada tahun 196 ketika ia mengalihkan kemampuan intelektualnya pada pokok-pokok Kristen, ia mengubah pola pikir dan kesusasteraan gereja di wilayah Barat hingga sebagai Bapa Gereja ia digelari "Bapak Teologi Latin" atau "Bapak Gereja Latin". Ia memperkenalkan istilah "Trinitas" (dari kata yang sama dalam bahasa Latin) dalam perbendaharaan kata Kristen; sekaligus kemungkinan, merumuskan "Satu Allah, Tiga Pribadi". Di dalam Apologeticusnya, ia adalah penulis Latin pertama yang menyatakan Kekristenan sebagai vera religio (?), dan sekaligus menurunkan derajat agama klasik Kerajaan dan cara penyembahan lainnya sebagai takhyul belaka.

Sebelumnya, para penulis Kristen umumnya menggunakan bahasa Yunani – bahasa yang agak fleksibel dan halus, yang cocok digunakan untuk berfilsafat dan berdebat tentang hal-hal sederhana. Acap kali, orang-orang Kristen yang berbahasa Yunani menggunakan cara berfilsafat seperti ini terhadap keyakinan mereka.

Meskipun Tertulianus, pengacara kelahiran Afrika itu, dapat berbahasa Yunani, ia memilih menulis dalam bahasa Latin, dan karya-karyanya mencerminkan unsur-unsur moral dan praktis orang Romawi yang berbahasa Latin. Pengacara yang berpengaruh ini telah menarik banyak penulis untuk mengikuti gayanya.

Ketika orang-orang Kristen Yunani masih bertengkar tentang keilahian Kristus serta hubunganNya dengan Allah Bapa, Tertulianus sudah berupaya menyatukan kepercayaan itu dan menjelaskan posisi ortodoks. Maka, ia pun merintis formula yang sampai hari ini masih kita pegang: Allah adalah satu hakikat yang terdiri dari tiga pribadi.

Ketika dia menyiapkan apa yang menjadi doktrin Trinitas, Tertulianus tidak mengambil terminologinya dari para filsuf, tetapi dari Pengadilan Roma. Kata Latin substantia bukan berarti "bahan" tetapi "hak milik". Arti kata persona bukanlah "pribadi", seperti yang lazim kita gunakan, tetapi merupakan "suatu pihak dalam suatu perkara" (di pengadilan). Dengan demikian, jelaslah bahwa tiga personae dapat berbagi satu substantia. Tiga pribadi (Bapa, Putra dan Roh Kudus) dapat berbagi satu hakikat (kedaulatan ilahi).

Meskipun Tertulianus mempersoalkan "Apa urusan Athena (filsafat) dengan Yerusalem (gereja)?" namun, filsafat Stoa yang populer pada masa itu turut mempengaruhinya. Ada yang berkata bahwa ide dosa asal bermula dari Stoisisme, kemudian diambil alih Tertulianus dan selanjutnya merambat ke Gereja Barat. Agaknya ia berpendapat bahwa roh (jiwa) itu adalah sebentuk benda: seperti tubuh dibentuk ketika pembuahan, maka roh pun demikian. Dosa Adam diwariskan seperti rangkaian genetik.

Gereja-gereja Barat menyimak ide ini, tetapi ide ini tidak dialihkan ke Timur (yang mempunyai pandangan yang lebih optimistik tentang sifat manusia).

Kira-kira pada tahun 206, Tertulianus meninggalkan Gereja untuk bergabung dengan sekte Montanis, sekelompok orang puritan yang bereaksi melawan apa yang mereka anggap sebagai kelonggaran moral di antara orang-orang Kristen. Mereka berharap kedatangan Kristus kedua kali itu segera terjadi. Mereka juga menekankan kepemimpinan Roh Kudus secara langsung, bukan kepemimpinan para rohaniwan yang ditahbiskan. Hal ini menyebabkan ia tidak diangkat sebagai Santo dalam Gereja Katolik Roma.

Meskipun Tertulianus pernah menekankan ide suksesi para rasul – pengalihan kuasa dan wibawa para rasul kepada para uskup – namun ia tidak dapat menerima bahwa para uskup memiliki kuasa mengampuni dosa. Ia berpendapat bahwa ini akan menjurus pada terpuruknya moral. Sementara itu para uskup terlampau yakin akan kuasa tersebut. Bukankah semua orang percaya adalah imam? Apakah ini Gereja para orang kudus yang dikelola mereka sendiri, ataukah sekumpulan orang kudus dan orang-orang berdosa yang dikelola "kelas" profesional yang dikenal sebagai rohaniwan?

Tertulianus sebenarnya berenang melawan arus. Selama lebih kurang dua belas abad kaum rohaniwan mendapat tempat khusus. Ketika Martin Luther menantang gereja, maka penekanan pada 'imamat semua orang percaya' kembali terangkat.

 

Pemikiran Bapa Gereja selanjutnya harus berlanjut dengan isu bagaimana kematian Kristus menghancurkan Setan. Origen, Irenaeus dan Tertulianus menghasilkan ide yang selanjutnya menjadi populer dalam novel dan seni dimana Allah sebagaimana karyaNya mengelabui Setan. Ini dimulai dengan pemikiran bahwa Setan memerlukan darah Yesus sehingga Yesus dibuatnya mati namun tanpa sepengetahuan Setan Yesus (yang dianggap) Tuhan ternyata bangkit dari kematianNya. Alkitab sebenarnya tidak pernah mencatat bahwa Yesus adalah Allah, hanya kamu Trinitas yang menyatakannya. Darah Yesus pun tidaklah diperlukan untuk ‘membayar’ sesuatu kepada siapapun. Apalagi anggapan bahwa Allah harus melakukan permainan dan ‘kalah’ terhadap Setan sampai-sampai menyerahkan diriNya untuk memenangi permainan bahkan dunia ciptaanNya sendiri.

Tertulianus menyatakan bahwa Setan berdosa karena iri hatinya dan oleh sebab itu dibuang dari Surga. Kemudian Tertullian masih meneruskan pandangannya dengan menyatakan bahwa Setan masih diberikan sebatas waktu anugerah antara kejatuhannya sampai masa pembuangannya dimana pada masa ini Setan melakukan perbuatan merusak sepasukan malaikat untuk menjadi pengikutnya dan oleh sebab itu mereka semua dibuang keluar dari Surga semua. Klemens lain lagi menyatakan bahwa Setan dan para malaikat yang memberontak itu jatuh bersamaan pada waktu yang sama.

Kita melihat bahwa pemikiran dari Bapa Gereja ini sebenarnya tidak ada landasannya pada Alkitab. Pemikiran ini merupakan sebuah keputusasaan manusia untuk memahami Allah dan dosa umat manusia yang secara generasi ke generasi terus disampaikan secarap pemahaman buta. Tertulianus sendiri pernah mengungkapkan bahkan memaksa dirinya sendiri untuk menyimpulkan bahwa Setan dapatlah sebagai malaikat yang jatuh atau sebuah makluk lain yang akhirnya diklaim oleh Bapa Gereja yang lain yang akhirnya Tertullian menyepakati bahwa Setan adalah malaikat yang jatuh.

Irenaeus secara khusus dipengaruhi oleh mitos bangsa Yahudi dari kitab Enokh. Dia menyebut Setan sebagai ‘Azazel’. Adapun terhadap mitos dan dongeng-dongeng nenek moyang sebenarnya Rasul Paulus, Yudas dan Petrus telah memperingatkan untuk menentangnya. Namun alih-alih menentangnnya, Irenaeus dan Tertulianus tetap memaksakan pemikirannya pada kepercayaan tentang Setan sebagai doktrin utama kekristenan. Tertulianus bahkan menuliskan bahwa saat pembaptisan, mereka yang dibaptis harus menghancurkan (rebuke) kuasa Setan.

Tertulianus dan Doa Bapa Kami

Dalam Doa Bapa Kami tertulis ‘lepaskan kami dari yang jahat – deliver us from evil’ mulai diterjemahkan oleh Tertulianus menjadi ‘lepaskan kami dari si Jahat – deliver us from the evil one’, yang mana menunjuk kepada sosok si Jahat sebagai si Setan. Namun jika kita melihat kepada teks aslinya Doa Bapa Kami ini yaitu pada teks bahasa Gerika tidaklah demikian.

 

 

 

jlwijaya's picture

RDF:bukan ngak ada ,masalah utamanya anda ngak mengerti ,cont:

Kita melihat bahwa pemikiran dari Bapa Gereja ini sebenarnya tidak ada landasannya pada Alkitab

RDF ,ada yang ada ada yang tak ada ,tapi ngak sampai seperti yang anda lebih2 kan,yang masalah anda ngak mengerti,ok....yang mana yang tak ada?yang di bawah ini?

Pemikiran Bapa Gereja selanjutnya harus berlanjut dengan isu bagaimana kematian Kristus menghancurkan Setan.

Kalau yang ini ada bukan?lihat:

 

Heb 2:14  Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; 

RDF's picture

yes bro

jlwijaya, saya harus acungi jempol bahwa Anda lebih cepat dari mesin google dalam mencari ayat Alkitab. Ini asetmu yang saya percaya dapat menjadi teladan bagi teman-teman SS di sini.

Terima kasih atas acuan ayatnya. Namun senada dengan jawaban-jawaban saya sebelumnya, bahwa ketidakberlandasan Bapa-Bapa Gereja yang saya maksud adalah pada konteks mistis memahami baptisan dan dalam hal ini memahami kematian Yesus Kristus sebagai jalan untuk menghancurkan setan/ Iblis sebagai sosok tandingan Sang Pencipta itu sendiri.

Saya tidak dapat membayangkan bagaimana disebut Maha Kuasa, Maha Pencipta atau Maha Segalanya namun harus sampai mengorbankan diriNya sendiri untuk kembali merebut kuasaNya yang telah dicolong oleh Lucifer ciptaanNya yang dengan sengaja memberontak padaNya. 

Alkitab mencatat bahwa kematian Yesus Kristus memungkinkan umat manusia kembali mendapatkan kesempatan hidup kekal dari kematian yang seharusnya mereka terima akibat dari ketidaktaatan Adam. Ingat, bahwa perbuatan yang TIDAK sepaham dengan kehendak Allah adalah DOSA. Upah Dosa adalah maut, kematian kekal. Kematian Yesus Kristus memberikan kita jalan untuk dapat kesempatan memperoleh jalan selamat yang tentunya harus dikerjakan dengan takut dan gentar seperti nasehat Paulus di surat penggembalaanNya. Itu saja. Bukannya dibawa-bawa kuasa setan/ Iblis Lucifer itu.

nb: saya sengaja tidak mengutip ayat-ayat Alkitab dari yang saya maksud karena saya yakin jlwijaya tahu persis setiap butir-butir kebenaran yang saya cuplikan

 

Salam