Submitted by Progressive Faith on

Jika Anda bertanya kepada orang kebanyakan mengenai arti iman, Anda akan menerima berbagai macam jawaban.  Beberapa akan menjawab, "Iman berarti segala sesuatu akan bekerja."  tetapi itu bukan iman, ini lebih merupakan optimisme buta.  Yang lain akan berkata, "Iman adalah percaya meskipun tidak ada bukti."  Namun ini juga bukan iman, itu hanyalah takhyul.


Jadi apakah iman itu?


Iman bukanlah masalah melihat -- 2 Kor. 5:17


Iman bukanlah perasaan yang luar biasa --Iman tidak ada kaitannya dengan emosi Anda.  Jam alarn Anda mungkin mati pada jam 6 pagi.  Anda bangun dan berkata, "Rasanya sekarang bukan jam 6 enam pagi."  Namun, perasaan Anda tidak mengubah fakta.


Iman tidak sekadar pengakuan.


Iman itu adalah  kebergantungan.  Tetapi pada apa iman itu harus bergantung?Iman bergantung pada fakta Firman Allah (Roma 10:17; Ibrani 11:1)


Iman memperhitungkan kesetiaan Allah. Alasan mengapa kita bisa bergantung pada fakta Allah adalah karena kesetiaan Allah.  Ibrani 6:18 mengingatkan kita bahwa, Allah tidak mungkin berdusta."


Allah memberi kita iman yang kita butuhkan pada saat kita diselamatkan, dan jika iman Anda salah, lemah atau iman Anda perlu dikuatkan, bukan iman yang lebih banyak yang Anda butuhkan, melainkan pemahaman yang lebih banyak tentang kesetiaan Allah.

Submitted by Yohanes Paulus on Mon, 2011-11-28 23:05

In reply to by Progressive Faith

Permalink

Contohynya untuk kasus janji Allah kepada Abraham. Abraham perlu iman untuk percaya akan janji Allah bahwa Allah akan memberkatinya dengan banyak keturunan dan bahwa oleh keturunan Abraham-lah seluruh bangsa akan mendapat berkat.Kita, manusia yang hidup sekarang ini, tidak perlu iman untuk percaya apa yang dijanjikan Allah kepada Abraham itu. Kita sudah tahu bahwa janji itu sudah digenapi. Kita percaya bawha benar Allah telah menetapi janjinya dan Allah memang telah memberi keturunan yang banyak kepada Abraham dan bangsa-bangsa di dunia telah mendapat berkat dari keturunan Abraham ini.

Submitted by Progressive Faith on Mon, 2011-11-28 23:48

In reply to by Yohanes Paulus

Permalink

Anda menulis:Kita, manusia yang hidup sekarang ini, tidak perlu iman untuk percaya apa yang dijanjikan Allah kepada Abraham itu. Kita sudah tahu bahwa janji itu sudah digenapi.------------------Maaf saya belum paham defenisi Anda tentang iman sehingga kita tidak perlu iman untuk percaya apa yang dijanjikan kepada Abraham itu...Mungkin bisa jadi iman kita bersandar pada kesetiaan Allah.

Submitted by Yohanes Paulus on Tue, 2011-11-29 00:27

In reply to by Progressive Faith

Permalink

Ibrani 11 : 1Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Saya tidak perlu iman untuk percaya bahwa ibu saya perempuan. Saya TAHU bahwa ibu saya perempuan. Saya percaya bahwa ibu saya perempuan karena saya memang tahu bahwa ibu saya perempuan. Saya tidak perlu iman untuk percaya bahwa ibu saya perempuan.Saya tahu soal janji Allah kepada Abraham, dan saya tahu bahwa janji itu digenapi. Abraham tidak tahu apakah keturuannya benar-benar akan sangat banyak dan Abraham tidak tahu apakah benar bahwa segala bangsa akan mendapat berkat oleh karena keturunannya. Abraham tidak tahu, namun percaya. karena percaya meski tidak tahu, maka dikatakan Abraham punya iman sehingga Abraham disebut Bapa Orang Beriman.

Submitted by manguns on Tue, 2011-11-29 21:09

In reply to by Progressive Faith

Permalink

Iya iman tidak diperlukan kalau kita sudah melihat..Walaupun g tidak pernah melihat (nggak pernah diajak naik psw ulang alik) bumi ber-revolusi pd sumbunya dan ber-evolusi dg pusat matahari ... tp g beriman/yakin/paham bahwa 1 hari 24 jam dan setahun 365 hr.G mendongak keatas melihat langit (hampir tiap hari) , tp g beriman/yakin/paham, bahwa disitu bukan letak sorga

Submitted by Yohanes Paulus on Tue, 2011-11-29 21:47

In reply to by manguns

Permalink

Si progresif ini kan sedang belajar menyerap apa yg diajarkan oleh gerejanya. Ketika teoremanya dibolak-balik lalu jadi kusut itu biasa.Contohnya anak SD kelas 1 yang lagi asik-asiknya belajar aljabar. Soal penjumlahan 1-100 dia tekuni dan dijawab dengan lancar. Lalu soal pengurangan 1-100 ditekuni dan dijawab juga dengan lancar. Tapi begitu soalnya dicampur, ada penjumlahan dan ada pengurangan, kacauwlah smuanya dan dia terbata-bata.Calvinisme itu kan bangunan besar yang pasif-agressif. Dia kokoh, konsisten terhadap dirinya sendiri. Tapi kehilangan simplisitasnya. Akhirnya susah dipelajari. Kalau jurusnya belum dikuasai baik, biasanya calvinis gampang terbata-bata merapal ajian-ajiannya.