Submitted by ely on

Bentuknya bulat, berwarna hitam, sebesar biji jagung. Sangat manis, menempel tepat di belakang lengan pemiliknya. Terlihat seksi bagi mataku, yang sama sekali tak memilikinya.

Tanda lahir atau biasa disebut tompel, memang tak satupun hinggap di tubuhku, sehingga aku sangat manganggumi setiap tompel yang terlihat oleh mataku.

Namun tidak demikian dengan Ipung, adikku. Entah sejak kapan ia merasa risih dengan tompel yang terletak manis di belakang lengannya itu. Sehingga suatu hari ia menanyakan pendapatku, dengan maksudnya yang ingin memusnahkan tompel di lengannya itu.

Aku tak berani menentangnya terang-terangan, dengan mengatakan itu ide gila. Aku hanya bilang, bahwa aku sangat menyenangi tompelnya, karena terlihat cantik dan seandainya tompel itu milikku, aku tak akan melakukan apa yang ingin ia lakukan.

Namun, hal itu ternyata tidak mematahkan niatnya. Entah apa yang ia lakukan dengan tompel kesayangan mataku itu.

Suatu sore, sepulang dari kerja, aku melihat lengannya terikat perban. Tentu saja aku langsung bertanya, “ada apa dengan lenganmu?”, dengan sedikit cengengesan ia menjawab “hanya luka untuk menghapus tompel”. Mendengar jawaban itu, aku hanya menghela nafas, sayang sekali pikirku dalam hati.

Aku tak mengerti bagaimana ia berani melukai tangannya, demi menghilangkan tompel yang melekat di sana.

Beberapa hari aku perhatikan, luka itu belum juga sembuh, dan itu membuatku akhirnya berani mengeluarkan komentar untuk menyidirnya, “sepertinya kamu lebih senang mendapat bekas luka, dari pada tompel kecil manis itu” kataku. Tanpa menatapku, ia menjawab “seandainya tompelku tidak hilang juga, aku tidak akan kembali melakukan hal yang sama”. Mungkin luka bekas tompel itu terasa menyiksa.

Jawaban itu membuat aku kembali teringat sebuah pepatah “penyesalan selalu datang terlambat”.

Namun dapat dipastikan, melalui penyesalan tidak jarang membuahkan pelajaran berharga.

Submitted by iik j on Tue, 2009-02-03 16:58
Permalink

Kalo aku sih bukan tompel, tapi bekas luka.

  • Ada 1 persis di jidat karena ketancep 'tancepan' obat nyamuk waktu umur 2 tahunan (kata emak), bekas'e ga hilang sampe sekarang
  • ada 1 di bawah bibir karena kena tutup kecap 'kaleng'  yang waktu dibuka, terlempar kena pas bibir waktu umur berapa ya... ga tahu
  • ada 1 di telinga, karena terpotong palang pintu besi rumah mbahku waktu umur 10 tahun
  • ada 1 lagi di ujung jari telunjuk yang terpotong gara-gara 'kecelakaan kerja' 13 tahun lalu

Semuanya jadi kenangan luar biasa yang membuktikan perlindunganNya, meski jauuuuuuuuuuuuuhhhh.... sebelum aku mengenalNYA.

For to me to live is Christ, and to die is gain.

Submitted by clara_anita on Wed, 2009-02-04 16:33
Permalink

Pernah membaca tentang seorang anak yang punya tompel di pipinya...

Saking bangganya ia, ketika temannya mengejeknya, dengan santainya dia menjawab, "Ini adalah bekas kecupan malaikat."

Wah... langsung terharu....

 

Apa pun adanya kita, kita tercipta indah di mataNYA

 

GBU

nita

Submitted by noni on Thu, 2009-02-05 13:23
Permalink

Sewaktu kecil pernah dapat luka di kelopak mata gara-gara "njebles" (membentur) sudut tembok. Awalnya nggak sadar kalau luka, ketika menetes darah di pipi, baru "ngeh"... Untung matanya nggak ikut terluka. Bekasnya sampai sekarang masih. Tapi kalau tompel (orang Jawa ada yang menyebut "toh"), saya kebetulan nggak punya. Yang ada cuma bekas luka sewaktu kecil dan luka sewaktu dewasa (kecelakaan maksudnya, hehehe...). Kalau luka hati..hmmm...tak terhitung, hehehe....

Submitted by Purnomo on Fri, 2009-02-13 14:44
Permalink

 Jika lagu atau puisinya yang berkata “aku sudah tahu semua tahi lalat di tubuhmu” sudah ada, bagaimana kalau Pak Yanto merintis blognya? Berkisah tentang kenangan waktu kecil berpura-pura jadi spion yang memata-matai “musuh” yang sedang berendam di tepi sungai waktu subuh, atau tengah malam melobangi dinding bambu untuk mengawasi “musuh” yang sedang rapat gelap.

Pasti blog itu laris manis dan akan diikuti oleh yang lain.

Salam.