Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

HEREAFTER (2010) - 3 -

KEN's picture

"Aku merasa tidak enak". Marie sedikit tergoncang lalu mencurahkan isi hati.

"Mengapa? Apakah karena kejadian tsunami itu?". Tanya Didier.

"Aku kuatir, aku tak sanggup untuk selalu menyembunyikan kejadian itu". Marie menyela.

 

Didier memperlihatkan koran harian berbahasa Perancis kepada Marie, berita tentang bencana tsunami yang terjadi di Hawaii itu, sebuah gambar kerusakan bencana tsunami yang terpampang besar dan jelas di halaman depan koran itu, sambil tersungging melirik ke arah Marie. Marie menghenyakkan kepalanya di sandaran sofa pesawat terbang yang mereka tumpangi, yang menuju ke negara asal mereka, Perancis.

Setelah mendarat, mereka berdua pulang menggunakan mobil Didier yang diparkir di area parkir bandara selama mereka berlibur.

"Oh iya, ini! Tolong berikan kepada kedua anakmu. Titip salamku buat mereka". Marie menyerahkan cinderamata yang dibelinya sewaktu di Hawaii ke tangan Didier. Sambil tersenyum, Marie melangkah pulang.

 

 

Keesokan harinya, Marie tiba di kantornya beserta Didier. Masih tampak samar-samar bekas-bekas lebam di wajah Marie karena ditutupi makeup-nya. Sebuah kantor di mana ia bekerja adalah kantor stasiun televesi Perancis. Marie ternyata adalah seorang pembaca berita sekaligus pembawa acara tentang fashion atau seorang pewawancara mengenai perkembangan fashion di negri yang memang terkenal dengan fashion itu. Sementara Didier menjabat sebagai manajer di perusahaan stasiun televisi itu.

Dalam acara yang sedang berlangsung itu, ia sedang mewawancari seorang perancang busana sekaligus pebisnis tentang busana. Di tengah-tengah tanya jawabnya dengan pria perancang itu, Marie mendapat penglihatan, ia kembali ke dalam kegelapan yang bercampur terang itu dan kembali mencari gadis kecil itu, dan gadis kecil itu selalu tahu ia datang lalu tersenyum kepadanya, di saat Marie menemuinya. Didier kecewa dengan kejadian itu, seolah-olah Marie sudah tidak serius dengan pekerjaannya dan dianggap melamun. Marie tahu ia salah, lalu meminta maaf.

Ketika Didier hendak melangkah pergi setelah mengungkapkan kekecewaannya terhadap Marie di ruangan makeup. Marie menahannya sejenak.

"Apakah kau mau makan malam denganku?". Tanya Didier.

"Hmm...". Marie terdiam sejenak.

"Didier...". Marie memanggil Didier. Marie dan Didier terdiam sejenak.

"Aku... aku... aku... mendapatkan penglihatan ketika aku berada di dalam air itu". Kata Marie sambil tergugup.

"Hhhhh... Marie, mungkin kau geger otak karena benturan. Sudahlah, lupakan hal itu. Ayo, kita berangkat. Didier menyangkalnya lalu melangkah pergi.

"Hmm, kau benar". Marie memaksa diri mengiyakan sambil tersenyum kecil, padahal kekecewaan meliputi hatinya, karena merasa tidak didengarkan dan dipercayai.

 

 

George Lonegan adalah juga seorang pekerja kasar di sebuah pabrik garam di kota San Fransisco. Perusahaan itu sedikit mengalami kerugian akibat bencana tsunami yang menimpa Hawaii. Ketika jam pulang kerja, seorang teman sepekerjanya, menyapanya, lalu berbincang tentang rumor perusahaan itu.

"Hei, Tadi aku dengar ada meeting di kantor yang menyatakan bahwa perusahaan ini akan menutup sahamnya sebesar tiga puluh persen. Kau sudah tahu tentang rumor itu?". Teman sepekerjanya menyeletuk dari agak kejauhan setelah menyapanya lalu sambil berjalan mendekatinya.

Sambil berjalan keluar pabrik, mereka berbincang.

"Tidak, aku belum tahu tentang hal itu. Rumor tentang apa?". Tanya George sedikit keheranan.

"Beberapa pekerja akan di PHK dalam waktu dekat". Sela temannya.

 

"Hei, apa yang terjadi denganmu hari ini, sobat?". Temannya kembali bertanya.

"Aku tidak apa-apa. Aku tidur cukup nyenyak tadi malam". Jawab George sekenanya.

 

Malam harinya, George Lonegan berangkat untuk mengikuti kursus memasak yang baru dimulainya. Di dalam ruangan kursus itu, ia bertemu dengan seorang gadis bernama Melanie (Bryce Dallas Howard). Seusai dari kursus memasak, George kembali pulang. Di tengah perjalanan naik tangga apartementnya itu, George dihadang oleh seorang wanita paruh baya, yang memohon padanya untuk mempertemukannya dengan anak gadisnya yang telah meninggal melalui bakat pelihat George. Namun, George menolaknya dengan sangat berat hati, sekalipun sang wanita paruh baya itu memohon dengan tangisan dan menawarkan untuk membayarnya sekalipun.

 

Keesokan harinya, George mengeluh kepada abangnya, ketika mereka duduk berbincang di sebuah taman di kota itu.

 

"Kau tahu, kemarin seorang wanita tetangga Christos memintaku melakukannya". George memulai perbincangan.

"Apa? Oh, sial! Seharusnya dari awal aku tak mengajak Christos waktu itu, dan berakhir dengan rumor yang menyebar ke mana-mana". Billy mengeluh tanda penyesalan.

"Lalu?". Billy bertanya lagi.

"Lalu apa?". George juga bertanya tanda keheranan.

"Apa kau jadi melakukannya untuk wanita itu?". Tanya Billy.

"Oh, aku tak mau melakukannya lagi Billy, kau sudah tahu itu". George menegaskan.

"George, aku pikir, itu adalah karunia". Billy menasehati George.

"Itu bukan karunia Billy, itu adalah kutukan. Aku ingin hidup normal. Aku merasa seperti orang aneh". Ujar George dengan nada agak kesal dan beranjak pergi.

Billy tertegun sejenak lalu berkata kembali kepada adiknya.

"Hei George, kau adalah kau. Kau tidak akan bisa menyangkal dan lari dari kenyataan ini selamanya, bukan?".

George tidak menghiraukannya dan terus bejalan pergi. Billy juga tampak pasrah dan menyerah.

 

 

bersambung...