Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Haru Biru "Kebo Biru"

Purnawan Kristanto's picture

Photobucket

Ada perasaan haru di kalangan relawan saat harus melepas kepergian "Kebo Biru."  Selama lebih dari empat bulan, Kebo Biru ini setia menggendong relawan menyusuri punggung Merapi, menuruni sungai berlahar dingin, menerobos pohon tumbang, dan berkubang lumpur untuk menemani para penyintas erupsi Merapi.

Yang kami panggil Kebo Biru adalah mobil Daihatsu Taft Hi-line berwarna biri milik Krisapndaru, pendeta dari GKJ Pedan. Debutnya dimulai pada hari Rabu, 27 Oktober, dengan menggendong relawan dan logistik membawa bantuan logistik ke titik-titik pengungsian yang dikelola oleh pemerintah, yaitu di Keputran, Dompol dan Bawukan di kabupaten Klaten.  Logistik dimasukkan dalam ruang bagasi di belakang dan ditaruh dalam keranjang besi yang terpasang di atas kap mobil. Setelah itu meluncur ke Boyolali mengarah pada dapur umum yang dikelola oleh Lembaga Bakti Kemanusiaan Umat Beragama (sebuah organisasi lintas iman di Boyolali).

Photobucket

 

Aksi di Merapi

Beberapa hari setelah erupsi besar, Kebo Biru dipacu radius 5 km dari puncak Merapi untuk melihat kondisi terakhir. Sesampai di hutan wisata Deles, kami disambut kera-kera kelaparan. Mereka adalah hewan liar yang luput dari sengatan awan panas, lava pijar dan hujan batu. Mereka bergerombol di seputaran Kali Woro. Karena tidak membawa buah-buahan, maka kami melemparkan biskuit kering yang biasa kami santap untuk mengganjal lapar. Dengan rakus mereka menyantap makanan pemberian kami. Tampaknya mereka kesulitan mendapatkan makanan karena daya dukung lingkungan belum pulih.

Saat meneruskan ke arah puncak, kami tertegun menyaksikan pemandangan di depan kami. Kami hanya menyaksikan tiga jenis warna yaitu hitam, putih dan abu-abu. Pohon-pohon bertumbangan, hangus terbakar. Seluruh permukaan diselimuti abu vulkanik berwarna putih keabu-abuan.

Jalan yang ada di depan kami hanya cukup untuk satu mobil. Merapi mengepulkan asap putih. Pemerintah belum mencabut status bahaya. Hujan gerimis turun. Kebo Biru bergerak perlahan menapaki aspal yang sudah rusak. Pengendara sepeda motor berboncengan ada di depan kami. Jalan di depan kami terhalang pohon besar yang tumbang. Saat akan menyingkirkan pohon, tiba-tiba petir menyambar di dekat pengendara sepeda motor itu. Suaranya memekakkan telinga. Pengendara sepeda motor terlihat panik, lalu berbalik arah. Kami melihat pohon itu terlalu besar sementara kami kita membawa peralatan pertukangan. Kami memutuskan untuk juga berbalik arah, tapi tidak ada ruang untuk memutar Kebo Biru. Jalan satu-satunya adalah dengan berjalan mundur hingga sampai di jalan besar.

Photobucket

Deles Paska Erupsi

 

Kebo Biru berfungsi sebagai "mobil komando." Dalam konvoi pembawa bantuan, mobil ini berada di depan. Ini bukan untuk gagah-gagahan atau apa, Kebo Biru ini berfungsi sebagai pengenal bagi para peminta sumbangan di sepanjang jalan menuju lokasi. Saat erupsi, ada banyak portal tiban yang dibuat oleh pengungsi. Setiap mobil yang lewat akan dihadang sebatang bambu yang melintang. Kalau tidak memberi sumbangan "sukarela" jangan harap bisa lolos (Sukarela di sini artinya besarnya uang yang akan disumbang menurut kerelaan pemilik mobil). Hanya mobil relawan yang bisa melenggang. Itu sebabnya kami menempelkan stiker "Derap Kemanusiaan dan Perdamaian" berwarna kuning sebagai penanda. Dengan begitu, iring-iringan mobil di belakangnya bebas dari pungutan swasta.

Saat kami mengadakan penghijauan, Kebo Biru memandu lebih dari 300 relawan mendaki punggung Merapi. Dengan menggunakan empat roda baru yang besar, Kebo Biru menapaki jalan desa Balerante yang menanjak tajam. Tiba-tiba, Kebo Biru kehilangan tenaga. Tanjakan yang biasanya dilalap dengan enteng, hari itu ditapaki dengan terengah-engah. Padahal ada puluhan mobil relawan yang antre di belakangnya. Kami segera melompat turun, mencari batu besar untuk mengganjal ban Kebo Biru. Dengan susah payah, akhirnya Kebo Biru dapat bertengger di desa terakhir, perbatasan dengan Taman Nasional Gunung Merapi.

"Saat sedang melakukan gawe besar, mengapa Kebo Biru malah ngambek?" tanya kami.

Setelah diperiksa, ternyata filter solar sudah kotor. Karena terlalu sibuk beroperasi di posko, maka pemiliknya lupa membersihkan filter.

1301409207312461592

 

Multifungsi

Selain menggendong relawan, Kebo Biru juga telah berjasa menjalankan tugas-tugas lainnya.  Selain memberi bantuan logistik, kami juga memberikan hiburan kepada para pengungsi di barak pengungsian Dompol dengan menghadirkan badut sulap.  Hiburan digelar di lapangan sesudah sholat Maghrib. Karena penerangan yang terbatas, maka kami menggunakan jasa lampu Kebo Biru yang disorotkan mengarah kerumunan. Selama pertunjukan berlangsung, mesin mobil dihidupkan supaya aki mobil tidak menjadi soak. Meski dengan cahaya yang remang-remang, namun pertunjukan sulap telah berhasil menerbitkan raut sumringah di wajah para pengungsi.

Saat Klaten diserbu pengungsi karena terjadi erupsi besar, Kebo Biru ini dengan rajin menggendong ribuan nasi bungkus untuk dibagikan ke berbagai barak pengungsian. Biasanya pada pagi hari, setelah mengantarkan anak majikannya ke sekolah, Kebo Biru ini sudah stand by di GKI Klaten sebagai pos utama. Dia sudah siap menerima tugas angkut-angkut. Kebo Biru baru pulang ke kandangnya setelah jam 9 malam.

Photobucket

Kebo Biru juga rela mengusung barang-barang yang disingkiri oleh mobil lain. Saat melakukan survei di Tegalmulyo, salah seorang relawan kami yang bernama Agus Permadi melihat pohon bambu yang dicabut dan dibuang oleh warga setempat. Sebagai seorang botanis, matanya jeli menangkap peluang. Di kota, pohon bambu jenis ini dijual dengan mahal. Maka Agus Permadi memborong semua bambu itu, kemudian meletakkannya dalam rak besi yang terpasang di atap Kebo Biru.

Karena dicerabut seakar-akarnya, maka masih banyak tanah yang terbawa di atas mobil, Saat mobil melaju turun, tanah itu tersambar angin. Sebagian masuk ke dalam mobil melalui jendela yang terbuka karena mobil tidak ber-AC. Sesampai di Klaten, rompi kami berlepotan tanah.

 

 

Kejadian serupa terjadi lagi. Kali ini Agus Permadi membeli arang kayu buatan warga desa Tegalmulyo yang terkenal bermutu tinggi. Arang yang diwadahi karung itu ditaruh di rak mobil. Dalam perjalanan pulang, turun hujan yang deras. Air hujan yang membasahi karung berubah berwarna hitam saat bersentuhan dengan arang. Akibatnya, tubuh Kebo Biru diselimuti warna hitam.

Ketika melakukan penghijauan di Deles, lagi-lagi Agus Permadi menaruh satu tandan pisang di rak pisang. Sepanjang perjalanan pulang, Kebo Biru melewati jalan yang rusak. Karena terguncang-guncang, maka buah pisang itu tanggal sesisir demi sesisir di sepanjang perjalanan. Saat sampai di Posko, tandan pisang itu sudah hampir gundul!

 

"Mukjizat-mukjizat"

Karena sudah berumur, Kebo Biru ini sering mengalami gangguan kesehatan. Suatu kali, dia mengalami kerusakan rem padahal akan digunakan untuk melayat. Tidak ada waktu lagi untuk memperbaiki. Maka dengan modal nekat, kami menghela Kebo Biru itu ke lereng Merapi dengan harapan masih bisa menggunakan perputaran mesin untuk mengerem laju kendaraan. Lagi pula, arah yang dituju adalah di tempat yang lebih tinggi.

"Kita harus beriman bahwa mobil ini akan mengantarkan kita sampai tujuan dengan selamat," kata pak Ndaru, sang sopir, dengan bercanda.

"Ini bukan beriman, melainkan mencobai Tuhan," tukasku.

"Tenang saja. Di dalam mobil ini ada dua pendeta. Pasti doanya manjur," sahut pak Ndaru sambil melirik istriku.

"Huh...enak aja," sergah istriku.

Perjalanan selama 15 menit terasa berlangsung berjam-jam karena diliputi rasa was-was. Berkat penyertaan Tuhan, kami bisa sampai di desa Pijenan (radius 15 km dari puncak Merapi). Sesampai di tempat, pak Ndaru menelepon montir bengkel untuk menyusul dan memperbaiki rem mobil. Kami melayat pada keluarga pendeta yang jemaatnya mengungsi di posko kami. Selama upacara pemakaman berlangsung, para montir memperbaiki rem Kebo Biru.

Kerusakan rem kambuh lagi saat kami akan mengadakan penghijauan di kawasan wisata Deles. Kondisi medannya sangat curam, dipenuhi tanjakan dan turunan tajam. Untuk sampai di lokasi ini, selain dibutuhkan mesin yang tangguh, juga harus punya rem yang pakem. Jika tidak, maka mobil bisa nyungsep ke semak-semak, menghantam tebing atau terjun ke jurang.

Malam sebelum pelaksanaan penghijauan, kami memutuskan untuk rapat koordinasi secara mendadak. Tadinya kami tidak merencanakan untuk mengadakan rapat lagi karena persiapan sudah matang, sehingga kami bisa mengasokan badan. Entah mengapa kami berubah pikiran. Malamnya, Kebo Biru dipanggil dari kandangnya yang berjarak sekitar 20 km dari posko induk. Dalam perjalanan, tiba-tiba remnya blong.

"Untung saja ketahuan saat masih di bawah. Seandainya di terjadi di punggung Merapi, entah apa jadinya," kataku sambil bergidik membayangkan akibatnya. Malam itu juga teman-teman nglembur memperbaiki rem. Setelah beres, kami mengadakan rapat koordinasi di warung lesehan Bendogantungan. Afia Mien, yang baru saja mendarat dari Jakarta, ditemani Erniwi Susanti, menggabung kami.

Paginya, Kebo Biru sudah fit kembali. Dengan gagah dia menggendong Afia, Erniwi. Dan relawan lainnya sampai di punggung Merapi. Jaraknya hanya 5 km dari puncak Merapi. Kegiatan penghijauan yang didukung oleh teman-teman dari Banser NU dan jemaat gereja itu berlangsung sukses.

Saat akan bersiap pulang, ternyata ada 12 relawan yang masih ada di lokasi.  Karena terlalu bersemangat, mereka merangsek masuk ke dasar jurang untuk menanam pohon. Akibatnya mereka kehabisan tenaga untuk naik ke tempat berkumpul. Maka melesatlah Kebo Biru untuk menjemput relawan yang kelelahan. Karena ruang di dalam mobil sudah penuh maka sebagian relawan naik ke atas kap mobil. Kedatangan mobil yang mengangkut relawan ini disoraki gembira.

Kejadian yang lebih mencegangkan terjadi saat pulang dari Balerante.  Kami merasakan getaran mobil yang lebih keras dari biasanya, terutama jika mobil dalam keadaan stasioner (tidak bergerak dengan gigi netral).

"Kayaknya ada yang tidak beres dengan mobil ini," kataku, yang tidak paham soal mesin mobil.

"Iya. Getarannya keras banget," timpal Agus Permadi.

"Nggak apa-apa," kata Ndaru yang menyopir, "saya sudah ngomong dengan mekanik langganan saya. Katanya ini nggak apa-apa."

Sepanjang perjalanan pulang itu kami berdebat soal getaran mobil.

"Kita istirahat makan siang dulu di Prambanan sambil memeriksa mobil," usulku.

Mereka setuju. Sembari menanti pesanan makanan dihidangkan, Bowo dan Ndaru memeriksa bagian bawah. Yang mereka temukan mencengangkan kami!

Sekrup yang mengikat kopel mesin ternyata tinggal 2 biji. Kopel adalah batang besi berputar yang menghubungkan mesin dengan gardan. Normalnya, ada 4 sekrup yang terpasang. Hari itu 2 sekrup telah copot. Tersisa 2 sekrup, dengan kondisi satu sekrup hampir lepas. Jadi kopel itu hanya diikat oleh satu sekrup!

*****

Setelah masa tanggap darurat selesai, maka selesai sudah tugas Kebo Biru. Sebagai koordinator Satgas Bencana saya mengucapkan terima kasih kepada pdt. Krisapndaru yang telah berbaik hati meminjamkan mobilnya. Saya juga berterima kasih juga kepada jemaat di GKJ Pedan yang merelakan pendetanya menjadi sopir kami.

Sekarang Kebo Biru itu telah berganti tuan karena majikan yang lama kesengsem dengan Banteng Merah.  Pada aksi penghijauan ketiga bersama Paguyuban Mitra Multikultur, Banteng Merah telah teruji ketangguhannya: mendaki punggung Merapi, turun ke Kaliworo, dan melandai ke dasar jurang bekas penambangan pasir di Balerante. Meski sudah berganti tunggangan, tapi kenangan kami atas sepak terjal Kebo Biru tak akan terhapus. Adios Kebo Biru!
Photobucket

Photobucket


Photobucket

 

*******************

Kabar terakhir terasa menyedihkan. Senin malam, sekitar pukul 22, saat dibawa pulang oleh tuannya yang baru, Kebo Biru ini mengalami kecelakaan. Dia menyeruduk tiang lampu lalu lintas di simpang tiga Gondangwinangun. Bemper dan radiator pecah. Akan tetapi pengendaranya tidak tergores sedikit pun.

 

Kebo Biru

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Geadley Lian's picture

istimewa

Mobil lama yg istimewa ya.......kasi overhaul toh mobilnya,biar lancar lagi kalo mau pake.

__________________

geadley