Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Mempersepsikan Alkitab, relativism atau absolut?

tonypaulo's picture

Setiap tafsiran dalam pengajaran Alkitab, persepsi memiliki peran yang dominan, bagaimana menelaah suatu tema dalam ayat-ayat Alkitab yang tertera, menjadi kontekstual dan memiliki makna yang sejati.  Apalagi di dunia maya ini, beragam latar belakang pendidikan, latar belakang denominasi, latar belakang pengalaman, membuat terkadang penafsiran terhadap satu ayat dapat sangat bertolak belakang satu sama lain, sedangkan Alkitab memiliki kandungan nilai-nilai yang absolut, namun beragam tafsiran tersebut dapat menjadi suatu relatif, ada kesetaraan dalam menafsirkan. Disatu sisi memang pemahaman itu adalah buah demokratisasi yang menyeruak disetiap sendi kehidupan manusia, termasuk dalam hal menafsirkan ayat-ayat Alkitab, namun disisi lain demokratisasi tersebut terkadang menjebak dan mengombang-ambingkan para orang percaya yang intens di dunia maya namun kurang memiliki akar pengajaran di tempat ia berjemaat.

Kemudian bagaimana peran persepsi dalam menjabarkan kembali pengertian ayat-ayat kepada suatu tema atau menjelaskan suatu tema dengan ayat-ayat pendukung (induksi dan deduksi) ?

Bagi saya pribadi bukan manusia yang menyesuaikan Firman dengan persepsinya, sebaliknya persepsilah yang harus tunduk dan menyesuaikan dengan Firman, sebagai contoh kecil, ketika Firman baik secara eksplisit menyatakan suatu hal, maka dengan alasan atau argumentasi apapun juga, suatu hal tersebut tak bisa dibelok-belokan atau diartikan lain dari yang seharusnya.

Terkadang jebakan pertama bagi orang percaya, sulit membedakan hal-hal yang literal dengan hal-hal yang figuratif, bahkan Nikodemus, sang pengajar bangsa Israel waktu itupun, sangat kesulitan memahami apa yang dikatakan Tuhan YESUS, tentang lahir baru, perspesi Nikodemus tidak connect atau tune in, padahal Nikodemus punya niat tulus untuk belajar kepada Tuhan YESUS, dan Nikodemus punya kapasitas yang sangat baik karena ia adalah pengajar bangsa Israel, jadi seharusnya Nikodemus dapat memahami hal yang disampaikan oleh Tuhan YESUS.

Persepsi sering diartikan sebagai sudut pandang seseorang terhadap sesuatu, dari “angle” mana menjadi penting dalam mempersepsikan sesuatu, setidaknya demikianlah pembahasan yang lebih umum, namun jika membahas lebih dalam lagi, apakah mempersepsikan Alkitab sama dengan “angle kamera” menangkap suatu objek apa adanya?.

Tidak, berbeda sangat mempersepsikan Alkitab dengan “angle kamera”, dalam artian begini, jika “angle kamera” tersebut justru membuat suatu yang absolut menjadi relatif, itulah yang menjadi perbedaan antara mempersepsikan Alkitab dengan “angle kamera”, namun juga jangan terjebak bahwa yang mempersepsikan Alkitab menjadi absolut,  mutlak dan monopolistis, ayat-ayat Alkitablah yang absolut, bukan yang mempersepsikannya, persepsi absolut dari Alkitab menjadi absolut ketika persepsi tersebut sesuai dan sebangun dengan konteks dan relevansinya.

Selanjutnya, sebagai buku Kehidupan dengan ayat-ayat yang “hidup”, perbedaan “angle” dalam mempersepsikan Alkitab dapat terjadi, untuk saling melengkapi atau menjadi suatu rhema khusus, sesuatu yang relevan, aktual dan “senyawa” dengan apa yang dialami. Ketika perbedaan “angle” tersebut saling berbenturan atau bertolak belakang, hanya ada dua kemunginan, pertama salah satunya tidak sesuai dengan esensi yang ingin dibangun oleh ayat Alkitab tersebut, kedua dua-duanya tidak sesuai dengan esensi yang ingin dibangun oleh ayat Alkitab tersebut, jadi kemungkinan untuk kedua-duanya sama-sama benar walau saling kontradiktif menjadi nihil, karena jika terjadi demikian, kembali ayat Alkitab yang absolut menjadi relatif, karena yang kontradiktif bisa sama-sama benar.

Lebih lanjut bagaimana menemukan persepsi absolut terhadap keabsolutan ayat Alkitab? Tidak bisa tidak, arti rohani dari setiap ayat Alkitablah yang menjadi penting, kemudian latar belakang, kajian historis, dsb adalah penunjang bagi orang percaya untuk mengali arti rohani dari ayat per ayat di Alkitab, ketika hal tersebut dibalik, bahwa arti literal atau arti historis yang menjadi nafas dalam mempersepsikan Alkitab, maka ada potensi untuk menjadi liberal, ataupun skeptis seperti yang dilakukan oleh Bart Ehrman, dkk, di Indonesia pun sudah ada yang mengikuti jejak seperti ini, yang pernah menulis di harian Kompas bahwa kebangkitan YESUS hanya sekedar historis moral yang secara antropologi sulit untuk dibuktikan keberadaannya. Mungkin ia mengikuti “mazhab” Saduki, yang tidak percaya dengan kebangkitan orang mati.

Bukan berarti Alkitab menjadi bertentangan dengan sejarah, justru sebaliknya sejarah yang spekulatif yang terakhir terkuak lewat Da Vinci Code, adalah bukti bahwa sejarahpun dapat dimanipulasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Namun sesuatu yang dicari-cari yang sebenarnya tidak ada dan direkayasa adalah suatu kondisi yang tak terelakan, dari satu “arus besar” iblis, yang esensinya Asal bukan Tuhan YESUS, merangkai fiksi-fiksi dan mitos-mitos yang diselipkan pada antroplogi kisah Tuhan YESUS sendiri, akan menjadi perangkap bagi orang-orang yang mengedepankan artikulasi historis dan antropologis.

Karena itulah orang-orang percaya yang menyembah Tuhan dengan roh dan kebenaran, memang sejatinya wajib mengedepankan arti rohani dari setiap ayat-ayat Alkitab, ketika bicara tentang kerohanian, maka relasi atau keterhubungan dengan Tuhan Allah melalui persekutuan pribadi atau berjemaat menjadi sangat signifikan artinya. Bagaimana Tuhan menyingkapkan makna ayat per ayat sebagai makanan rohani utama bagi orang percaya untuk bertumbuh dan menjadi serupa dengan KRISTUS.

Sehingga persepsilah yang harus tunduk dengan penyingkapan oleh Tuhan Allah, melalui persekutuan pribadi dan berjemaat, dengan media-media seperti, belajar Alkitab secara formal atau non formal, membaca referensi Alkitab, mendengarkan kotbah-kotbah pendeta dan hamba Tuhan, dsb. Tanpa itu semua sulit buat orang percaya untuk memiliki persepsi yang sehat atas pemahamanya terhadap Alkitab atau Firman, dan terlebih dari semua, ayat-ayat Firman yang dilakukan dalam keseharian, secara otomatis akan menyingkapkan pengertian yang lebih baru, lebih segar dan lebih dalam mengenai ayat-ayat tersebut.

Para  pemikir Kristiani ketika berdialog dengan para penentang ke-Tuhan-an YESUS, menganggap bahwa “lack of information” dan“lack of knowledge”, namun sebenarnya itu juga terjadi dikalangan Kristiani sendiri, “lack of obedience” dan “lack of thirsty and hunger of God”, yang menjadi penyebab utama mis-persepsi terhadap apa yang dimaksudkan dalam ayat per ayat Alkitab. Sehingga eksesnya sering dijumpai tafsir-tafsir yang jauh sangat melenceng dari apa yang dimaksud oleh ayat Alkitab tersebut.

Seyoganya bukan ayat-ayat Alkitab yang harus tunduk kepada persepsi dan pemahaman seseorang, namun justru sebaliknya orang percayalah yang harus taat dan tunduk kepada perintah-perintah dalam ayat Alkitab. Ketika dengan jelas dikatakan bahwa di Alkitab seorang pemburit dan yang melakukan seks secara tidak wajar adalah orang-orang yang tidak akan mendapatkan bagian dalam kerajaan Tuhan Allah, itu artinya tidak bisa tidak, bahwa tidak bisa seorang percaya adalah seorang lesbi atau seorang homoseksual, walaupun mungkin masih bisa menjadi orang Kristen secara formalitas.

Jadi jika ada persepsi yang membenarkan suatu perbuatan homoseksual apalagi mengutip dari ayat-ayat Alkitab, sangat jelas persepsi tersebut sudah jauh dari maksud sebenarnya, atau ayat tersebut dimanipulasi untuk kepentingan tertentu. Misalnya dengan mengasosiasikan atau “jump into conclusion”, seperti Yudas Iskariot menyesal diartikan Yudas Iskariot bertobat sebagai salah satu contohnya, beserta beberapa gradiasi dari tafsiran yang keliru dengan tafsiran yang sebenar-benarnya, atau dari persepsi yang keliru dan salah sampai perspepsi yang benar.

1.  Yudas Iskariot menyesal = Yudas Iskariot bertobat, dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini

Dari gambar diatas tersebut jelas, sulit untuk membedakan kelompok buah dengan buah lainnya, padahal ada lebih dari 6 kelompok buah-buahan, terlihat hanya ada sekitar dua atau tiga kelompok buah, karena yang lain tersamarkan oleh persepsi atas kebiasaan kita mengkategorikan buah dari bentuk dan warna. Karena warnyanya nampak sama semua, jadi agak sulit untuk membedakan satu sama lainnya. Jenis persepsi ini adalah jenis persespi yang mempersepsikan Alkitab berdasarkan motifasi tertentu atau dalam bahasa mudahnya, sangat terlalu memaksakan mencocok-cocokan ayat-ayat Alkitab demi kepentingannya pribadi. Atau mempersepsikan dari benar absolut menjadi salah absolut, Seperti menyatakan Yudas Iskariot menyesal sama dengan bertobat, Tuhan Maha Gelap. Samudera adalah Tuhan YESUS, dan sejenisnya.

2.Yudas Iskariot menyesal , bunuh diri jika masuk neraka YESUS KRISTUS adalah pembual, dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini

Persepsi ini mengunakan daya tarik (decoy) sehingga menjebak kepada suatu pemahaman yang satu sama lain tidak ada hubungannya, subtansial bergeser jauh dari poros semestinya. Karena seharusnya yang dibahas adalah premis awalnya, namun justru yang dipaksakan adalah konklusinya, tanpa melihat relevansi terhadap premis-premis yang coba dibangun. Seperti menyatakan Yudas Iskariot menyesal lalu bunuh diri belum tentu masuk neraka YESUS KRISTUS adalah pembual, Tuhan Maha Gelap menciptakan Tuhan Maha terang. Dalam rangkaian Trinitas, Samudera adalah Tuhan YESUS, dan sejenisnya.

3.   Yudas Iskariot menyesal ada kemungkinan Yudas Iskariot bertobat, dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini
 

Tidak terlalu berbeda dengan jenis persepsi pertama; persepsi yang terlalu memaksakan, persepsi ini mencoba mempersuasikan sesuatu yang absolut menjadi relatif, dengan mengunakan spekulasi-spekulasi kemungkinan yang terkesan kontekstual dan relevan, Seperti menyatakan Yudas Iskariot menyesal ada kemungkinan Yudas bertobat, ada kemungkinan Tuhan Maha Gelap. Ada kemungkinan Samudera adalah Tuhan YESUS, dan ada kemungkinan sejenisnya.

4. Yudas Iskariot menyesal tapi bukan bertobat, bunuh diri dan mau masuk neraka atau tidak itu hak preogatif Tuhan
 

Persepsi inilah yang sesuai dengan konteks dan relevan dengan ayat-ayat yang disampaikan oleh Alkitab, menjelaskan secara jujur, hormat dan apa adanya, tidak melebih-lebihkan atau mengurang-ngurangi, tidak mungkin Tuhan maha gelap, samudera bukan Tuhan, dan lainnya.

Ketiga persepsi sebelumnya adalah persepsi yang manipulatif dan tidak benar, karena “potret” sesungguhnya adalah persepsi yang terakhir, walaupun ketiga persepsi sebelumnya adalah persepsi yang sama terhadap satu ayat atau satu tema, namun bukan itu arti rohani atau arti sebenar-benarnya, dan yang perlu diperhatikan adalah efek domino dari ketiga persepsi tersebut, karena dalam dunia maya ini, ketika seseorang menyebarkan suatu pemahaman yang tidak benar, di hari penghakiman atau hukum tabur tuai, akan berhadapan dengan siapapun juga baik yang menyebarkan pemahaman yang benar maupun pemahaman yang tidak benar, yang benar mendapatkah berkat, yang menyebarkan pemahaman yang tidak benar, mendapatkan hukuman atau ganjaran yang setimpal atas pemahaman yang tidak benar yang telah disebarkan.

Karena itu mari kita semua berhati-hati terhadap pemahaman yang kita sebar-luaskan, jika memang tergerak untuk menulis, berbagi atau memaparkan suatu pemahaman, awalilah dengan doa dan hati yang mau diajar oleh Tuhan. dengan demikian kita yang menjadi penulis atas ilham dari Tuhan lewat pengetahuan, pengalaman dan intensitas kita.

Selamat menjadi pena-pena Tuhan dan surat terbuka KRISTUS dalam dunia maya ini untuk menjadi berkat satu sama lain dan membawa jiwa-jiwa pada KRISTUS.

GBU